Minggu, 12 Juni 2011

Buruh tani

Di sekitar perumahanku masih terdapat area persawahan, walau sudah tak seluas dulu lagi. Dari area persawahan itu aku sering melihat para buruh tani bekerja. Terkadang kalau aku pulang kerja, aku sering berpapasan dengan rombongan buruh tani yang pulang ke rumah dengan mengayuh sepeda.

Seringkali aku melihat mereka makan bergerombol di pinggir jalan. Kelengkapan yang biasanya ada di dekat mereka adalah capil (topi bambu), tas anyam dan rantang. Sepeda mereka sandarkan pada pohon-pohon di pinggir jalan tak jauh dari mereka. Namun beberapa hari yang lalu, aku menemukan suatu pemandangan yang berbeda dari biasanya. Di tengah-tengah area persawahan kulihat ada seorang buruh tani yang sedang asyik makan dengan lahapnya. Sendirian pula.


Buruh tani adalah pekerja di lahan pertanian, tanpa memiliki lahan sendiri. Mereka terpaksa bertani untuk mencukupi kebutuhan hidup. Para buruh tani, mulai dari para penanam, perawat tanaman, pemanen dan lain sebagainya selama ini belum mendapat perhatian serius. Bahkan jika dibandingkan dengan buruh bangunan atau buruh pabrik, kesejahteraan buruh tani jauh di bawah mereka.

Upah yang diterima buruh tani di seluruh Indonesia masih sangat minim. Bahkan, buruh tani perempuan mengalami diskriminasi. Upah buruh tani laki-laki biasanya lebih besar daripada upah buruh tani perempuan. Padahal kalau dipikir pekerjaan buruh tani itu sama saja. Lahan yang digarap oleh buruh tani perempuan sama dengan buruh tani petani laki-laki. Selain itu waktu kerja mereka pun sama. Lantas, apa alasan adanya diskirmanis upah itu? Menurutku hal itu benar-benar tidak adil.

Hal yang mempersulit para buruh tani adalah berbagai macam inovasi dan teknologi yang mengancam menggantikan posisi mereka sebagai pekerja di bidang pertanian. Itu sebabnya di beberapa daerah penerapan teknologi pertanian tidak bisa dilakukan secara sempurna karena adanya penolakan dari para buruh tani untuk menerapkan teknologi yang ada.

Kembali pada buruh tani yang kulihat sedang makan sendirian di area persawahan beberapa hari yang lalu. Apakah dia juga memiliki impian untuk mendapatkan penghasilan yang setara dengan buruh laki-laki? Apakah dia ingin mendapatkan upah yang lebih tinggi agar keluarganya dapat dientaskan dari jurang kemiskinan? Apakah ada harapan dalam hatinya bahwa tanah pertanian yang digarapnya adalah miliknya sendiri dan bukan milik orang lain? Apakah dalam hatinya dia ingin segera melepas atribut sebagai buruh tani yang selama ini dipandang sebelah mata oleh para pemilik lahan dan juga oleh pemerintah?

Negeriku... kapan akan mampu memberikan kesejahteraan kepada seluruh rakyatnya? #menghela-nafas-panjang.

23 komentar:

  1. Kita optimis saja..,Nnti kalai sy jadi presiden sy mau seperti khalifah Abu Bakar..!! Sejahtralah Indonesia..

    BalasHapus
  2. mbak,..aku miris kalo lihat nasib buruh tani,..hidup dengan harapan yg tak menentu dan tergantung kepada nasib tuannya juga tanaman yg digarapnya..satu lagi hidup mereka tak dipengaruhi harga jual produksi..payah kan..hiks3x

    BalasHapus
  3. oia,..kenapa ga tertarik bikin tulisan/buku/antologi tentang pertanian indonesia mbak,..??:)

    BalasHapus
  4. Klo aku ndak salah, buruh tani itu sistemnya bagi hasil kan Mbak? jadi dia ngurus sawah orang lain nanti klo panen dia dikasih bagiannya :)

    Untuk pertanyaannya, aku rasa dia pasti pemgen Mbak, terutama bisa punya sawah sendiri, tapi mau gimana lagi klo keadaannya gak memungkinkan untuk dia... wes iso mangan ae wes untung mungkin...

    BalasHapus
  5. wah kalo perumahan saya dulu juga gitu mba......tapi sekarang udah pada ditanami beton semua heheheheheh............

    BalasHapus
  6. Lucu memang, negara Indonesia dikenal sebagai negara pertanian namun para petaninya sendiri tidak sesejahtera istilahnya. Memperbanyak impor beras secara otomatis juga akan membunuh penghasilan para petani, negara swasembada beras kok impor beras. Aneh...

    BalasHapus
  7. topi bambu bukan CAPING mbak Reni?

    BalasHapus
  8. semoga pertanian Indonesia dapat menyeimbangkan teknologi dan petani

    BalasHapus
  9. mudah-mudahan saja semua kebutuhannya bisa tercukupi ya

    BalasHapus
  10. memang miris ya, mbak dengan nasib buruh tani... bahkan yg punya lahan persawahan aja masih banyak yg memprihatinkan... Katanya negeri kita ini kaya, tapi banayk yg blm merasakan negeri yg kaya ini.
    oh ya ... bbp bulan yg lalu kami membawa anak SMA kls XI utk mengetahui dan merasakan kehidupan para petani agar2 anak sekolah sekarang dapat mengerti banyak saudara kita yg hidupnya sangat memprihatinkan.

    BalasHapus
  11. semoga aja suatu saat nt akan ada pemimpin yang bs lebih peduli pada rakyatnya, Amin :)
    tp biasanya mba buruh tani seperti mereka walaupun pendapatan mereka sdikit mereka tetep bahagia ^^ mungkin karena mereka selalu bersyukur :P

    BalasHapus
  12. Di dekat rumahku ada perkebunan sayur. Dulu petaninya ya miskin-miskin.

    Lalu ada sebagian petani bergabung dalam koperasi. Dalam koperasi itu diajarkan cara menanam sayur yang cepat panen tapi tidak merusak tanah. Kalau pun tanah sedang tidak ditanami suatu tanaman, bisa ditanami tanaman lain supaya petani tidak menganggur.

    Teknologi pertanian saat ini sedang diarahkan supaya menghasilkan produk yang bermutu tinggi dan banyak produksinya, tetapi juga dapat dioperasikan secara sederhana oleh para petani. Tentu saja butuh penyuluh pertanian yang handal untuk mengkomunikasikan teknologi tersebut kepada para petani itu.

    BalasHapus
  13. saya jadi ingat buruh pabrik di daerahku yang dari senin ampe slasa kerja. bahkan ada yang kerjanya malam. :(

    BalasHapus
  14. ah,, mudah2an ya mbak.. Kita doakan saja agar Indonesia bisa sedikit demi sedikit berkembang dan kehidupannya merata tidak cuma 'orang kayak lebih kaya dan orang miskin makin miskin' >.<

    BalasHapus
  15. ngelus dada sambil berdoa "Ya Allah Sejahterakanlah Negri kami" Semoga kelak nasib buruh tani lebih diperhatikan & tidak ada diskriminasi

    BalasHapus
  16. assalamu alaikum ibu..

    miris hati saya baca postingan tentang buruh tani, kebetulan saya tinggal di daerah yang gak ada sawah (daerah saya tepi laut), tapi sepertinya saya bisa membayangkan mereka seperti para nelayan yang tinggal dekat rumah saya yang bekerja mencari ikan untuk kapal orang lain..

    aneh saja rasanya negeri kita begitu kaya hasil alam apalagi pagi tapi masih saja impor beras dari luar, negara ini akan susah berkembang..hanya bisa berdoa saja kelak negara ini akan lebih baik dari sekarang

    BalasHapus
  17. budaya agraris memang mengajari kita untuk nerimo
    seperti petani yang tak kenal manajemen
    tak pernah menghitung berapa costnya
    asal panen sudah seneng
    untuk buruhnya apalagi
    anehnya mereka sering enggan transmigrasi
    padahal di luar jawa lahan masih luas dan butuh orang orang ulet seperti mereka
    lagi lagi ini soal budaya agraris
    mangan ora mangan asal kumpul...

    BalasHapus
  18. upah buruh tani wanita lebih kecil mungkin dipikirnya tenaga wanita lebih lemah, pasti hasilnya juga lebih sedikit.... ah kasihan... moga lebih dapet perhatian dari pemerintah...

    BalasHapus
  19. Buruh tani perempuan dan laki2 upahnya beda? wah, baru tahu saya. Tapi mudah2an kedepannya. nasib buruh tani dapat di perbaiki...

    BalasHapus
  20. yup, memang buruh tani penghasilannya tidak seberapa. kadang bayarannya cuman bagi hasil dengan pemilik tanah, padahal yang kerja ekstra si buruh taninya.

    saya tahu karena nenek saya seorang petani, punya lahan dan diurus oleh orang lain. nenek tinggal dapet hasilnya.

    makanya, kadang miris juga ketika tau malah beras diimpor, harga gabah turun, dll.. yang semuanya merugikan petani dan kesejahteraan buruh tani

    BalasHapus
  21. mmmmh...


    (entah dengan cara bagaimana)semoga kesejahteraan para buruh tani bisa semakin ditingkatkan....

    BalasHapus
  22. negeri ini dulu bangga sekali disebut sebagia negara agraris, namun kenapa negeri ini sekarang melupakan sektor ini ya?

    BalasHapus
  23. Meskipun tak luas tetapi masih ada keindahannya ya Mb.
    Aku masih ingat kebun ku dulu waktu ibu masih ada ...banyak tanaman yang bisa dihasilkan tapi sekarang tinggal tanaman permanen saja mb.

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)