Sabtu, 13 Desember 2008

Jalan pagi

Saat itu aku duduk di kelas 5 SD. Sabtu pulang sekolah, aku dan beberapa teman cewek lainnya janjian dengan guru olahraga kami, Pak Tri, untuk olah raga jalan pagi pada hari Minggu. Pada hari yang dijanjikan, aku dan seorang sahabatku : Lelly, datang ke sekolah jam 04.30.

Ternyata di sekolah masih sepi, belum ada yang datang. Setelah menunggu beberapa saat lamanya akhirnya Pak Tri dan beberapa teman datang juga. Karena teman-teman yang lain tidak ada kabarnya, akhirnya kami memutuskan memulai jalan pagi kami.


Walaupun peserta jalan pagi ini tidak sebanyak rencana semula, kami tetap bersemangat melaksanakan jalan pagi. Ternyata waktu kami sampai di Stadion, teman-teman kami lainnya datang menyusul !! Wah..., jadi semakin semangat kami melakukan jalan pagi.

Pak Tri mengajak kami mengambil jalan ke arah timur kota. Saat itu di daerah timur kota masih banyak persawahan. Tidak seperti kondisi saat ini dimana persawahan makin menyusut dari hari ke hari.

Kami betul-betul menikmati acara jalan pagi kami. Semakin banyak persawahan yang kami lalui semakin tinggi semangat kami. Bahkan kami tak lagi lewat jalan raya, melainkan berjalan melalui pematang sawah !! Kami berjalan di antara tanaman padi yang tumbuh subur. Bahkan kami beberapa kali bertemu dengan ulat yang asyik jalan-jalan di tengah pematang yang kami lewati.

Kami juga melewati sungai. Karena tak ada jembatannya, beberapa di antara kami yang tak bisa melompati sungai tersebut diangkat oleh Pak Tri. Waktu kami kehausan dan melewati perumahan penduduk yang sangat sederhana, kami sempat mampir dan minta air putih. Acara jalan-jalan di desa itu betul-betul membuat kami betul-betul keasyikan sampai kami tidak memperdulikan matahari yang makin beranjak tinggi.

Saat kami masuk kembali ke kota, ternyata matahari betul-betul sudah tinggi. Jam sudah menunjukkan pukul 10 kurang beberapa menit !! Astaga...., ternyata lama juga kami jalan-jalan tadi. Sungguh, karena keasyikan kami sampai lupa waktu.

Kemudian, perasaan takut mulai menyelinap di hatiku. Bagaimana ya kalau nanti orang tuaku marah ? Mendekati rumah, aku semakin berdebar-debar. Aku berharap orang tuaku tidak mengetahui saat aku masuk rumah. Tapi ternyata harapanku sia-sia. Begitu masuk halaman rumah, orang tuaku sudah menyambutku di depan pintu.

Setelah ditanya dari mana saja aku sejak pagi, orang tuaku kemudian menjelaskan bahwa mereka tadi sangat khawatir karena aku yang pamit untuk jalan pagi tidak juga pulang sampai hari beranjak siang. Mereka sangat mencemaskan keselamatanku. Karena saat itu belum ada telepon, maka ortuku mendatangi rumah beberapa temanku untuk menanyakan keberadaanku. Bahkan ibuku sampai datang ke rumah Kepala Sekolahku (dengan naik becak) karena waktu aku pamit aku bilang pada ibuku bahwa Pak Tri yang akan memandu kami.

Sungguh aku menyesal karena ternyata aku sama sekali tidak memperhitungkan perasaan orang tuaku waktu aku keasyikan jalan pagi sampai lupa waktu. Bahkan aku sampai merepotkan mereka yang harus pontang panting mencari informasi tentang kepergianku ke rumah beberapa temanku.

Memang sih, mana ada orang yang jalan pagi sampai siang hari ?! Pasti sejak beberapa jam sebelum kedatanganku, orang tuaku mencemaskan apa yang terjadi padaku kok sampai siang aku belum kembali ke rumah. Hariku yang tadi indah..., jadi tak indah lagi karena tertutup penyesalan yang dalam.

Ternyata semua itu belum cukup. Senin pagi keesokan harinya, Kepala Sekolah memanggil kami semua yang kemarin ikut jalan pagi dan menasehati kami panjang lebar. Kami dinasehati untuk tidak lagi membuat orang tua kami cemas karena perilaku kami.

Kami juga dinasehati untuk tidak lupa waktu bila kami melakukan kegiatan yang kami sukai, sehingga tidak merepotkan orang lain. Apa yang terjadi akibat jalan pagi (yang sesungguhnya indah itu) tak pernah aku lupakan hingga kini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)