Minggu, 07 Juni 2009

Belajar dari kasus Ibu Prita Mulyasari

Heboh kasus Ibu Prita Mulyasari belum selesai. Suatu kasus yang membuat banyak orang tersentak, kaget dan tak percaya. Membuat banyak orang berpikir, sampai dimanakah batas yang diberikan kepada seorang pelanggan untuk mempertanyakan pelayanan yang diterimanya atau yang diberikan kepadanya. Seberapa luaskah kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan menyampaikan keluhan.

Dari kasus tersebut aku melihat bahwa yang dijadikan persoalan adalah pelayanan yang dianggap tidak memuaskan. Pelayanan pada dasarnya adalah kegiatan yang ditawarkan oleh lembaga atau perorangan kepada masyarakat (pelanggan), yang bersifat tidak berwujud dan tidak dapat dimiliki. Apabila suatu pelayanan yang diberikan dapat memuaskan pelanggan maka akan mengakibatkan loyalitas pelanggan yang besar

Pelayanan yang terbaik dan memuaskan sering disebut sebagai Pelayanan Prima. Menurut Swastika (2005), pelayanan prima mengandung tiga hal pokok, yaitu adanya pendekatan sikap yang berkaitan dengan kepedulian kepada pelanggan, upaya melayani dengan tindakan yang terbaik dan ada tujuan untuk memuaskan pelanggan dengan berorientasi pada standar layanan tertentu.

Untuk mencapai tingkat pelayanan yang prima maka pelaku pelayanan harus mampu melayani pelanggan secara memuaskan, baik dengan keterampilan pelaku pelayanan (kemampuan, sikap, penampilan, perhatian, tindakan, tanggung jawab, kecepatan, ketepatan, keramahan) maupun dengan memaksimalkan failitas-fasilitas penunjang (gedung, desain interior dan exterior serta peralatan/perlengkapan) yang mampu menimbulkan kenyamanan bagi konsumen. Suatu pelayanan kepada masyarakat akan dianggap berkualitas apabila sesuai dengan sendi-sendi pelayanan prima sebagai berikut:
  1. Kesederhanaan
  2. Kejelasan dan kepastian
  3. Keamanan
  4. Keterbukaan
  5. Efisien
  6. Ekonomis
  7. Keadilan
  8. Ketepatan waktu

Saat ini semua aparatur pemerintah yang memberikan pelayanan dituntut untuk memahami visi, misi dan standar pelayanan prima. Untuk mendukung hal itu telah diterbitkan Keputusan Menpan nomor 81 / 1995, yang juga dipertegas dalam Instruksi Presiden nomor I / 1995 tentang peningkatan kualitas aparatur pemerintahan kepada masyarakat. Oleh karena itu, kualitas pelayanan masyarakat dewasa ini tidak dapat diabaikan lagi, bahkan hendaknya sedapat mungkin disesuaikan dengan tuntutan era globalisasi.

Guna lebih mendorong aparatur pelayanan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka sejak tahun 1995 Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara memberikan Penghargaan Citra Pelayanan Prima yang dilakukan dua tahun sekali. Hal itu antara lain dilakukan melalui berbagai inovasi dan terobosan yang pada hakekatnya untuk mempermudah, mempercepat, dan meminimalkan biaya.

Segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah tersebut dengan harapan agar masyarakat dapat benar-benar mendapatkan pelayanan proporsional yang merupakan haknya, baik di bidang kesehatan, pendidikan, perijinan, perpajakan, surat-menyurat dan sebagainya. Keberhasilan unit pelayanan publik di suatu daerah/instansi juga diharapkan bisa diadopsi oleh daerah atau unit-unit lain.

Jika setiap unit pelayanan publik telah melakukan pelayanan yang mengacu pada pelayanan prima, maka kasus seperti Ibu Prita tidak perlu terjadi. Kenyataan itu menyadarkan kita bahwa ternyata pelaku pelayanan belum sepenuhnya mampu melayani dan menempatkan pelanggan sebagai orang yang harus dilayani dengan sebaik-baiknya. Sepertinya untuk mewujudkan pelayanan prima para pelaku pelayanan harus selalu diingatkan untuk berpegang pada motto : “pelanggan adalah raja”.

Semoga saja kasus Ibu Prita dapat menyadarkan kita semua untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan kepada pelanggan (masyarakat). Semoga keadilan dan kebenaran dapat ditegakkan dan untuk ke depannya, tak akan ada lagi kasus serupa.


37 komentar:

  1. Pelayanan atau service sering menjadi persoalan antara penyedia dan konsumen.Ketika pelayanan yang "kurang" maka bisa terjadi kritikan,saran,pengaduan,curhat,dll.Ketika curhat diimplementasikan dengan definisi lain,terjadilah kasus ibu prita. Yang menjadi persoalan, seandainya curhat itu diungkapkan melalui SMS,MMS, atau gossip..apakah ini juga akan dijerat???

    BalasHapus
  2. mestinya Undang-undang Pelayanan Publik sudah saatnya diberlakukan . Lihatlah Vietnam yang baru reda dari perang belasan tahun yang lalu, tapi sistem implementasi dan monitoring Pelayanan Publik mereka bisa setara dengan negara-negara maju, jangan bicara tentang Malaysia yang sudah punya aturan tentang Pelayanan Publik semenjak mereka bahkan belum merdeka.

    BalasHapus
  3. bener itu mbak saya jg ikut prihatin

    BalasHapus
  4. Kenapa kebeabasan berpendapan diberangus?

    BalasHapus
  5. Betul mbak Reni, semoga kasus mbak Prita tiada lagi. Mbak, selain mbak Prita, sepertinya ada kasus yang sama. Bedanya, ini berkaitan dengn Swalayan kalau gak salah. Wallahu'alam

    BalasHapus
  6. Kedepan kita harapkan ada UU perlindungan terhadap nasabah, selama ini UUnya ada tapi tidak dijalankan,kasihan prita dia sudah dirugikan malah rugi lagi dipenjara..

    BalasHapus
  7. nah pelayanan prima ini yang tidak didapat sehingga melahirkan keluhan berkepanjangan.
    sering kita berhadapan dengan lembaga pelayanan, tetapi kita tidak dilayani dengan baik, bahkan untuk menyampaikan keluhan pun tidak ada saluran.

    BalasHapus
  8. semoga cepet beres kasusnya ibu prita

    BalasHapus
  9. waduh. kasus yang unik.
    Uniknya begitu bu prita da masalah, para capres langsung unjuk gigi.

    N kayaknya para bloger juga kdu ati2 dengan parameter kasus ini.

    Kl blog ku khan tempatnya ngoceh asal, jadi boleh ngoceh semaunya
    -------------------
    wexs. ga nyambung ya....

    BalasHapus
  10. pelayanan RS terhadap pasien seharusnya ditingkatkan agar tak ada lagi kasus2 spt ini.

    BalasHapus
  11. Baca di blog ini nyaman...
    Isinya padat, seting hurufnya jelas...
    Di mata enak, mak byakkk...

    BalasHapus
  12. wah tapi kalau misalnya mba prita gak berhasil mengalahkan RS itu bisa2 perusahaan yang lain pada gak memperhatikan Pelayan Prima mba

    kan mereka bisa berpikir : ngapain melakukan pelayanan prima, tenang aja deh, kalau ada yang ngadu ke surat kabar, nanti kita tungtut aja ke pengadilan :D

    UU ITE nya dulu kali ya ...

    BalasHapus
  13. Ya beginilah kalau tjd disorientasi tujuan. Penyedia jasa seharusnya berfokus pd kepuasaan user/pelanggan, karena pelanggan telah mengeluarkan uang utk membayar jasa tsb. Ada banyak hal yang bs kita petik hikmahnya dr kasus ini.

    BalasHapus
  14. Pelanggan adalah raja bisa jadi cuma slogan aja, mbak. Karena klo gak dilakukan dengan hati, percuma aja

    BalasHapus
  15. @piet : andai pengaduan dan keluhan sebelumnya ditanggapi dg baik, kasusnya tidak akan berkembang spt itu.
    @buwel : kita doakan aja..
    @seti@wan : pengetahuan pak guru tentang pelayanan publik bagus juga.
    @ajie : sama, mas...
    @ardhiansyam : entahlah, aku juga heran.
    @ana : yg menyangkut swalayan aku kok gak tahu ya ? Tapi yg jelas RS Omni sdg berkasus dg mantan pasien lainnya (sdh meninggal) saat ini.
    @eri : bener bang, membuat orang lain jadi takut mengungkapkan kebenaran.
    @attayaya : makanya pelayanan prima harus semakin digalakkan pada institusi yg memberikan pelayanan.
    @devianty : amin..
    @kang dwi : kalau di blog yg lain, gak boleh ya ngoceh semaunya ? xixixi..
    @sang cerpenis : setuju...
    @masudiyanto : terima kasih, pak.
    @jonk : semoga Bu Prita memperoleh keadilan..
    @newsoul : bener sekali mbak.

    BalasHapus
  16. Aku kurang paham sebenarnya masalah UU-ITE ini, tp tadi nonton talkshow di TV, ada bagian dari UU itu yg "abu-abu". Inilah yg menjerat Ibu Prita 3 minggu di penjara dan sampe sekarang kasusnya masih menggantung.
    Hendaknya DPR dan Depkoinfo meninjau ulang UU-ITE tersebut...

    BalasHapus
  17. seharusnya tu rmh skt trima kasih ke ibu prita cz dg kritikan/keluhan spt itu, rmh sakit jd smkin trpacu tuk meningkatkan playanannya, bnr ndak?
    smg aja bu prita bebas tnpa syaratt

    BalasHapus
  18. kadang memang kita tidak bisa berbuat banyak saat kejadian berlangsung, apalagi keadaan sakit yg butuh perawatan cepat, selalu saja manggut isi ini itu utk administrasi, kebanyakan birokrasi kale....

    BalasHapus
  19. wah mbak,klo soal membuat pelanggan seneng,bukan cuma kasusnya yang di alamin mba prita,sepertinya ini jadi motifasi aku dech,aku juga tiap hari berhadapan ama pelanggan,,
    OP kan gtu,wehehehehhehe

    BalasHapus
  20. wahhh dimana2 lagi bahas bu Prita neh..sebenernya keluhan bu prita itu seperti apa sihh sampe dia masuk penjara???

    BalasHapus
  21. Memang betul, pelayanan terhadap pelanggan di kita sangat memprihatinkan, jikapun komplen, yang jadi terdakwa malahan pelanggan...
    mudah2n semuanya bisa berubah...

    BalasHapus
  22. prihatin bgt deh sama buk prita...
    iya kaan???!!!!

    BalasHapus
  23. wah ini mah pelajaran saya yang dkasi ke murid2...
    pada dasarnya Pelayanan Prima tercipta karena adanya kebutuhan manusia yang selalu ingin dipuaskan baik secara fisik, maupun emosional...

    seandainya semua pihak pemberi jasa mau berpikir bahwa customer adalah jantung perusahaan, maka ga da kejadian kaya' gini..yang selama ini terjadi karena pemberi jasa menganggap 'customer' lah yang butuh mereka

    BalasHapus
  24. keadilan dan kebebasan beropini memang masih sangat terbatas di negeri kita ini, bahkan bagi mereka yang jelas-jeas telah dirugikan, kalah dengan suatu sistem yang sebenarnya malah tidak jelas mengacu pada aturan yang mana.

    BalasHapus
  25. Benar mbak..jika pelayanan yang bersahabat..maka akan ada loyalitas yg tingi dari para pelanggan...nice post..

    BalasHapus
  26. Penyedia Jasa butuh Konsumen, Konsumen butuh Penyedia jasa/Produsen.

    Sebenarnya ini Hubungan yang seharusnya seimbang dan harus dijaga karena saling membutuhkannya.

    Tapi yang sering, karena keterbatasan Kemampuan SDM, dan karena merasa sudah Laku. Produsen/Penyedia jasa cenderung seenaknya, dan Konsumen yang Rugi.

    Memang ada YLKI, UU Perlindungan Konsumen dan sebagainya. Tapi Kurang bertaji. YLKI tak didukung kekuatan yang membumi kepada Konsumen, sedang bila mau bersandar pada UU, harus ditelaah juga UU-nya pro Konsumen tidak karena kita sama-sama tahu bahwa sebagian Produk UU kita ada muatan dari Para Empu kepentingan, entah Penguasa maupun Pengusaha.

    PR yang berat.

    BalasHapus
  27. yaah.. indonesia... pelayanan masih nol disegala bidang,...

    BalasHapus
  28. maaf.. baru bisa berkunjung mba..
    seminggu kemarin nemanin anak2 UAS jadi ngga bisa blogging...

    semoga kita semua dapat memetik hikmah dan pelajar berharga dari kasus ini.

    BalasHapus
  29. setuju bahwa pelayanan di rumah sakit ditingkatkan.
    tapi yang jadi pokok persoalan dalam kasus Prita adalah, pihak rumah sakit tidak bisa menerima kritik/komplain. bahwa komplain dianggap mencemarkan nama baik. kalau saja RS tsb mau menggunakan cara yg lebih persuasif (cara Bob Sadino menangani komplain sangat elegan), dan tidak langsung membawa ke ranah hukum, pasti kasus ini tdk akan berkepanjangan.
    sekarang kasus ini sudah mendunia (RS tsb mungkin tdk tau, bahwa sekarang ini era internet).

    satu hal lagi adalah, UU ITE No. 11 tahun 2008, khususnya pasal 27 ayat 3. Pasal karet ini harus direview dan direvisi - baik itu ditambah atau dikurangi - sehingga tidak multitafsir.
    coba liat skearang...Polisi salahkan Jaksa. Jaksa salahkan Polisi. masih mending sidang pertama Hakimnya menunda.. kalau tidak, pasti Hakim juga akan disalahkan.
    akhirnya..tinggal mencari kambing hitam..

    btw, nama international yang disandang RS tsb, katanya tanpa izin ya?

    mudah2an komen saya in tdk dianggap mencemarkan nama baik..hehe

    BalasHapus
  30. itu menurut saya hak kebebasan berbicara, perlunya ada tempat pelayanan kritik dan saran diRS. dan yg harus disikapi oleh pihak RS terhadap pelayanan RS. nah akibatnya jeleknya pelayanan. jangan salahkan ibu prita. salahkan pelayanan nya. jika tidak ingin diprotes harus berubah tuh RSnya. he3... kok jadi ngomel saya

    http://awalsholeh.blogspot.com/2009/06/dukungan-bagi-ibu-prita-mulyasari.html

    BalasHapus
  31. dukungan buat ibu prita..moga keadilan berpihak kepadanya...

    BalasHapus
  32. Undang-undang tersebut mestinya ada kontrolnya, bagaimana implementasinya di lapangan...
    Nice post mbak

    BalasHapus
  33. kalau Kasus Ibu Prita sampai gagal, berarti indonesia mengalami kemunduran. Itu sudah pasti. Bukankah manusia berhak mengutarakan keluhannya? keinginannya? Suaranya?

    Kalau memang Ibu Prita dipersalahkan atas dasar sarana yang salah dalam mencurahkan keluhan, lalu familiarisasikan dimana baiknya konsumen dan masyarakat bisa mengadu. Dan perkenalkan kepada kita arti respond yang benar benar megerti keluhan rakyat kecil. Bukankah sesuatu yang besar tidak akan ada artinya tanpa dukungan dan kerjasama kita yang kecil kecil ini?

    BalasHapus
  34. @fanda : perlu training khusus kayaknya utk para pemberi jasa ya ?
    @yudie : aku sendiri tak paham bener tentang UU itu mas.
    @dunia polar : setuju...
    @patahati : harusnya utk yang udah benar-2 profesional, kepuasan pelanggan adalah prioritas utama.
    @inuel : yuk kita belajar dari kasus bu Prita ini, agar kita lebih mampu memberikan pelayanan yg memuaskan.
    @farrell : beritanya gak bisa nyebrang laut ya, mbak >=? Hehehe..
    @ande fuadi : amin...
    @ferdivolutions : iyaaa...!!
    @kak ega : semoga besok murid-2 kak ega mampu memberikan pelayan prima sesuai ilmu yg telah mereka dapat...
    @tukang komen : itulah Indonesia..
    @dinoe : makasih.
    @ari : PRnya harus dikerjakan bersama biar lebih ringan ya ?
    @rangga : semoga ada perubahan ke arah yg lebih baik.
    @penny : itulah yg aku harapkan juga, mbak.
    @budiawan : ngeri juga ya baca UU ITE ?
    @awal sholeh : moga pihak RS belum datang.
    @erik : setuju...!!
    @kuyus : semoga dapat segera terjadi perubahan, mbak.

    BalasHapus
  35. MATINYA KEBEBASAN BERPENDAPAT

    Biarkanlah ada tawa, kegirangan, berbagi duka, tangis, kecemasan dan kesenangan... sebab dari titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menghirup udara dan menemukan jati dirinya...

    itulah kata-kata indah buat RS OMNI Internasional Alam Sutera sebelum menjerat Prita dengan pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.

    .......................................................................................................

    Bila kita berkaca lagi kebelakang, sebenarnya pasal 310 KUHP adalah pasal warisan kolonial Belanda. Dengan membungkam seluruh seguruh teriakan, sang rezim penguasa menghajar kalangan yang menyatakan pendapat. Dengan kejam penguasa kolonial merampok kebebasan. tuduhan sengaja menyerang kehormatan, nama baik, kredibilitas menjadi ancaman, sehingga menimbulkan ketakutan kebebasan berpendapat.

    Menjaga nama baik ,reputasi, integritas merupakan suatu keharusan, tapi alangkah lebih bijaksana bila pihak-pihak yang merasa terganggu lebih memperhatikan hak-hak orang lain dalam menyatakan pendapat.

    Dalam kasus Prita Mulyasari, Rumah sakit Omni Internasional berperan sebagai pelayan kepentingan umum. Ketika pasien datang mengeluhjan pelayanan buruk pihak rumah sakit, tidak selayaknya segala kritikan yang ada dibungkam dan dibawah keranah hukum.


    Kasus Prita Mulyasari adalah presiden buruk dalam pembunuhan kebebasan menyatakan pendapat.

    BalasHapus
  36. @blog watcher : dari segi pelayanan, RS OMNI jauh dari kata memuaskan. Karena RS OMNI tak bisa melayani pasien dg baik dan tak mampu menerima keluhan/pengaduan dengan baik pula. Intinya, RS OMNI harus banyak berbenah !!

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)