Senin, 17 Februari 2014

Berburu Masker

Jumat pagi, 14 Pebruari 2014, pukul 03.50 WIB kudengar teriakan ibu di jalan depan rumah. Ibu yang saat itu hendak beli sayur mayur tak jauh dari rumah kami berteriak-teriak karena kaget ada hujan abu. Ibu pun membatalkan niatnya untuk belanja sayur mayur dan kembali masuk ke rumah. Saat itu, kami semua menduga bahwa Gunung Kelud akhirnya meletus juga.

Buru-buru kuhidupkan HPku untuk mencari berita terakhir. Benar ternyata, Gunung Kelud meletus pada hari Kamis malam (13 Pebruari 2014) pukul 22.49 WIB. Kulihat di luar masih sangat gelap sehingga kami belum tahu seberapa banyaknya abu yang turun. Namun karena hujan abu masih terus turun, maka cahaya matahari terhalang sehingga kotaku tampak tetap gelap.

Untunglah saat itu di rumah kami masih menyimpan 6 buah masker sisa dari yang dibawa oleh suamiku waktu dia ke Yogya saat Merapi meletus tahun 2010 yang lalu. Pada pukul 06.10 WIB aku dengan diantar suami berangkat ke kantor dengan memakai masker sisa tersebut. Sebelumnya aku mampir membeli masker kain untuk Shasa. Untung saja toko itu sudah buka, walau pintunya belum dibuka sempurna tapi ternyata di dalamnya sudah penuh pembeli. Dan semuanya datang dengan tujuan sama : membeli maskter kain.

Selanjutnya kami menuju Apotek A untuk membeli masker sekali pakai, ternyata masih tutup. Kami pun menuju apotek B yang bukan 24 jam. Sampai di depan Apotek B kami membaca pengumuman yang ditempel di kaca depan : Masker Habis! Selanjutnya, kami menuju Apotek C. Saat aku masuk ke apotek itu aku kaget karena di dalamnya sudah penuh sesak. Semua berebut membeli masker sekali pakai. Kudengar bahwa harganya @Rp2.000,- dan maksimal pembelian 10 buah. Segera kusiapkan uang Rp20.000,-. Belum begitu lama, kudengar lagi maksimal pembelian 5 buah karena persediaan masker menipis. Segera kuganti uangku dengan Rp10.000,-. Kudengar seorang Ibu protes karena pembelian dibatasi 5 buah, alasannya masker di rumah sudah habis. Tapi petugas apotek tak peduli dan tetap menetapkan maksimal pembelian 5 buah.

Saat aku dan yang lain menunggu untuk dilayani, tiba-tiba di sebelahku datang seorang Ibu. Dia mendesak dan mendorongku, lalu berkata keras minta masker 5 buah. Petugas yang masih sibuk melayani yang lain tak mempedulikan teriakannya. Dia tetap saja teriak-teriak minta segera dilayani. Aku memandangnya dan berkata : "sabar bu, gantian ini." Tapi dia rupanya memang tak sabaran, saat petugas apotek lengah tiba-tiba dia merebut kotak masker yang ada di hadapan petugas. Untung petugas sigap dan menarik kembali kotak masker dari tangan ibu itu. Sayang, tak lama kemdian diumumkan bahwa : makser habis. Aku dan beberapa orang yang tadi masih menunggu (termasuk ibu yang teriak-teriak itu) buru-buru keluar dari apotek.

Aku dan suami memutuskan kembali ke Apotek A yang tadi masih tutup. Kami berencana untuk menunggu di depan apotek sampai apotek buka, supaya kami kebagian masker! Tapi saat kami sampai di Apotek A, rupanya apotek sudah buka dan sudah banyak pembeli di dalamnya. Aku yang takut tak kebagian lagi, buru-buru berlari masuk ke apotek. Alhamdulillah, makser masih ada seharga @Rp1.000,- dan maksimal pembelian 10 buah. Aku dan suami 'berpencar' dan masing-masing dari kami membeli 10 buah masker.

Selanjutnya kami menuju Apotek D tapi ternyata masker di sana sudah habis. Kami melanjutkan perjalanan ke Apotek E dan Alhamdulillah kami masih kebagian masker. Tapi di Apotek E ini, harga masker mahal karena dihargai @Rp.2.500,- ya sudah aku siapkan uang Rp25.000 untuk membeli 10 buah masker.

Sebelum menuju kantor, kami menuju ke rumah mertua untuk menyerahkan 10 buah masker kepada mereka. Untuk kedua orang tuaku kami sudah menyiapkan 10 buah masker juga. Aku merasa tenang karena mertua dan orang tua kami sudah mendapatkan masker. Selanjutnya aku menuju ke kantor karena tidak ada pengumuman libur. Untungnya saja sekolah-sekolah diliburkan saat itu. Aku sampai kantor pada pukul 07.05 WIB dalam kondisi "berselubung" abu! Sepatu, jaket, helm, kaki... semua putih tertutup abu!

Di kantor, teman-teman juga bercerita tentang susahnya mendapatkan masker. Malah ada beberapa teman yang belum berhasil membeli masker. Kata suamiku sih masker-masker di seluruh apotek memang sudah habis. Ternyata begini ya rasanya berburu masker.... Aku lantas membayangkan bagaimana nasib saudara-saudara kita yang berada di sekitar Gunung Kelud? Pasti mereka yang panik tak sempat berpikiran mencari masker, yang mereka pikirkan hanyalah bagaimana bisa menyelamatkan diri.

Aku saja sepanjang perjalanan mencari masker, melihat kondisi dan suasana kota yang putih abu-abu rasanya nelangsa banget. Aku sampai merinding melihat "kekacauan" yang terlihat di jalan raya. Lagi-lagi aku membayangkan... bagaimana nasib saudara-saudara kita yang menjadi korban letusan Gunung Kelud ya? Kondisinya pasti lebih parah daripada kotaku yang hanya kebagian abunya.

Begitulah ceritaku tentang kenangan berburu masker. Bagaimana ceritamu, sobat?

36 komentar:

  1. vey masih ada persediaan 2 masker sih. Jadi masih bisa dipakai saat berangkat kerja. Ada ibu-ibu yang cerita di apotek sudah banyak masker yang habis, makanya beliau memakai jilbabnya sebagai penutup hidung. Alhamdulillah sore , Bojonegoro diguyur hujan, udara jauh lebih bersih. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya di kantor juga ada yg pake jilbab utk penutup hidung dan mulut hehehe.
      Malah hari ini tadi di Radar Madiun ada foto anak sekolah memakai dasinya sebagai ganti masker utk nutup hidungnya.
      Hujan memang sangat membantu mengurangi debu ya? meskipun tak membuat debu berkurang hehehe

      Hapus
  2. Alhamdulillah stok masker di tempatku lumayan banyak mbak. Apotek banyak yang menyediakan masker

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah kalo gitu ya Mak Ika.. jadi gak perlu berburu masker seperti aku dan warga di kotaku.

      Hapus
  3. wah..wah..mmg suasana kepanikan kdg bs bikin org kehilangan kendali ya mak #mbayangin ibu yg ngrebut tadi. alhamdulillaah sy ga rebutan. cm harganya satu 3.000.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mak... ibu2 itu panik dan takut kalo ga kebagian masker. Mungkin dia bingung karena sepagi itu masih banyak apotek yang tutup, sementara apotek yang buka 24 jam sudah mulai kehabisan stock maskernya

      Hapus
  4. Ya ... masker menjadi langka ya Mbak ...
    Mudah-mudahan bencana segera berlalu ...

    Saya dengar untuk mengganti masker ... bisa dipakai saputangan yang dibasahi Mbak ... katanya lebih efektif ... (begitu menurut relawan PMI yang pernah saya baca)

    Salam saya Mbak Reni

    (17/2 : 12)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener Om NH... masker jadi barang langka... sampai2 saudaraku yang di Jakarta kirim masker ke Madiun hehehe.

      Hapus
  5. Mungkin karena diluar dugaan akan terjadi spt ininya, mbak ..... jd beberapa apotik nggak stock banyak ......mudah2an bencana ini segera berakhir ya, mbak....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, gak ada yang menduga spt ini Mak.
      Untung di rumah masih punya stock 6 masker... buat 'modal' untuk beraktivitas seharian itu.

      Hapus
  6. Perlu perjuangan ya untuk beli masker? @2500 untuk satu masker, alamakkk...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyaa... penjualnya pinter banget melihat peluang mendapatkan keuntungan besar ya? hahaha

      Hapus
  7. Di siak juga pake masker mbk..kbakaran hutan bkn kelud

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semoga kabut asap di Siak juga segera berakhir mbak.... bikin sesak nafas banget itu

      Hapus
  8. Jadi barang langka ya mbak. Belinya berdua suami mbak jadi mbak reni beli 5, suami beli 5 :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan mbak, aku beli 10 dan suami beli 10... jadi kami dapat 20 hehehe

      Hapus
  9. dulu sewaktu tsunami aceh, bantuan masker itu udah too much mba.. kita ngga usah sampe beli, malah dibagi2in. saya sendiri punya beberapa kotak. mungkin krn waktu itu bencananya super duper dahsyat kali yah, jadi banyak orang asing yg ikut membantu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masker ini habis pada hari pertama setelah terjadinya erupsi, jadi pada belum punya stock masker di rumah. Apalagi gak ada yang mengira bakal dapat kiriman abu dari kelud. Tapi setelahnya ada juga sih satu dua yang jual, walau tak banyak.

      Hapus
  10. Halo, Mbak Reni, apa kabar? :)
    Lama nian tidak singgah ke mari hiks

    Alhamdulilah masih tersedia masker dan masih bisa membeli meski rebutan. Iya, ya, Mbak, sungguh nggak bisa membayangkan saudara-saudara kita yang ada di Kelud sana yang terkena imbasnya lebih dekat :(

    Inilah kenapa saya kadang sebal setengah mati dengan orang2 yang selalu mengungkit2 azab dan mengait2kan dengan ayat2 Alquran surat sekian dan jam sekian.

    Owh ya, Mbak, hibahbuku insha Allah akan menggalang dana untuk pemenuhan buku di salah satu di desa sana yang terkena musibah. Sama kayak waktu ke Sinabung, dana yang terkumpul di sana nantinya dibelikan buku dan alat tulis lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kemarin aja sudah ada yg spt itu lo Mbak... bencana erupsi Kelud ini sudah dikaitkan juga dengan ayat2 Al Quran.

      Hapus
  11. Ya, Allah, Bun. Ternyata bener cerita kawan saya kalau apotek sudah banyak yang kehabisan masker. Tapi, baru ini saya dapat gambaran lengkap gimana susahnya berburu masker. Surabaya juga kena dampaknya, Bun, kampus saja jadi kampus putih :). Untunglah saya lagi di luar kota.
    Semoga Bunda Reni dan sekeluarga tetap diberi kesehatan { }

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh iya... di daerah 2 yang terkena dampak abur vulkanik Kelud memang kehabisan masker. Sedih ya pas lagi butuh tapi gak bisa mendapatkannya.

      Hapus
  12. Tahun lalu, waktu charity act for Rokatenda (korban meletusnya Rokatenda), karen jarak dari lokasi pengungsian dan kota kami jauh, jadi masih bisa bersenang-senang membeli masker hueheuheu...

    Saya pribadi menyimpan beberapa masker kain yang biasa dipakai untuk keluar kota (sering ke luar kota), juga beberapa syal yang memang sering dipakai juga untuk dijadikan masker, jadi masih bisa tertolong dengan itu hueheuheu...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah mbak Tuteh sering ke luar kota ya? Pasti segala macam perlengkapan utk bepergian selalu siap ya?

      Hapus
  13. Sama saja ya Mbak Reni, ditempatku juga susah cari masker, tiap ke apotik ada tulisan masker habis..jadi saya sempat pake slayer sajaa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sekarang sudah gak sulit mencari masker kan Mak?
      Aku kemarin akhirnya dapat kiriman masker dari saudaraku di Jakarta hehehe

      Hapus
  14. Saya juga dengar cerita tentang orang yang nyari2 masker. Semoga gak sampai mengalami gangguan pernapasan ya, Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin... semoga saja tidak mbak. Terimakasih utk doanya yaa...

      Hapus
  15. mudah2an sudah bisa komentar. Tahu nggak sih, kalo koment di sini sulit?
    apa kabar? masih diselimuti asap/debu vulkanik kah, Madiun?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oya? Masak? Wahh... aku baru tahu ini.
      Saat ini jalan2 di Madiun masih banyak pasirnya...

      Hapus
  16. sekarang sudah gimana kondisi disana mbak ? moga abunya sudah tak lagi menyirami kota mediun dan seluruh kota lain yg terkena dampak ya mbak dan gunung keludpun cukup batuk2nya...amiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah sekarang sudah nyaris normal kembali. Hanya jalan2 masih banyak yg tertutup pasir.

      Hapus
  17. serius, sedih banget baca ni tulisan. kebayang gimana lain yang gak dapet :( Alhamdulilah udah mulai surut, ya, Bu.
    Semoga gak meletus lagi. Amin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bayangkan... gimana keadaan saudara2 kita yang jadi korban dari erupsi Kelud ya? Betapa menyedihkannya... aku aja yang cuma kebagian sedikit abunya sudah merasa sedih.

      Hapus
  18. Sampai di kantor serasa putrei abu ya Jeng, untuk mendampingi masker saya pilih sapu tangan Jeng aromanya serasa aroma rumahan.
    Salam

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya.. bener. Persis seperti Upik Abu hehehe.

      Hapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)