Senin, 07 September 2009

Tentang Public Figure

Gambar diambil dari sini

Kerumunan wartawan itu masih saja mengejar sang public figure, untuk mendapatkan penjelasan. Meskipun sang public figure berusaha untuk mengelak, tapi para wartawan pantang menyerah. Dan, kalau sang public figure tidak sabar, maka akan terjadi 'kekerasan' yang dilakukan oleh sang public figure. Tentu saja hal ini akan menjadi berita besar.

Aku bayangkan betapa beratnya kehidupan seorang public figure yang selalu disorot oleh banyak orang. Segala sepak terjangnya menjadi pembicaraan. Segala gerak geriknya diamati dan dinilai. Apapun perkataannya didengarkan banyak orang. Mereka nyaris tak punya ruang untuk diri sendiri bersembunyi. Sungguh melelahkan.

Demi menjaga image baik, mereka seringkali harus melupakan kekesalan di hati saat tampil di depan umum. Menyimpan rapat-rapat persoalan kehidupan mereka dan menggantinya dengan senyuman terindah. Bahkan bila perlu mereka tak sungkan berbohong untuk menutupi hal-hal buruk yang sedang mereka alami. Terkadang, demi tetap mendapatkan predikat "baik" maka mereka rela mengesampingkan perasaannya sendiri dan mengikuti apa kata orang lain.

Seringkali kita dibuat terkejut jika tiba-tiba pasangan yang selama ini kita anggap romantis dan harmonis kehidupan rumah tangganya ternyata berantakan di tengah jalan. Padahal, selama ini kita hanya disuguhi dengan wajah mereka yang cerah ceria seakan tiada duka. Ditambah lagi dengan sikap mereka yang tak lepas dari kemesraan. Kemudian tiba-tiba kita akan dihadapkan pada fakta bahwa ternyata kehidupan rumah tangga mereka telah sekian lama terbelit kemelut. Betapa besar usaha yang telah mereka lakukan untuk menyembunyikan keadaan rumah tangga yang diambang kehancuran dari sorotan publik. Tetapi setelah perpisahan itu terjadi, mereka masih dikejar-kejar pertanyaan seputar alasan perpisahan itu oleh para pemburu berita. Haruskah segala hal yang menyangkut rumah tangga itu menjadi konsumsi publik?

Saat public figure mengalami duka yang mendalam, mereka pun masih harus bertenggang rasa saat begitu banyaknya orang yang ingin tahu tentang dukanya itu. Mereka terus menerus diminta untuk menyampaikan kepada masyarakat tentang perasaan mereka, tentang segala hal yang menyangkut rasa duka itu. Rasanya segala hal tentang mereka, harus diberitakan kepada publik.

Semua itu sering kulihat dalam infotainment di televisi. Bagaimana kisah-kisah seputar kehidupan sang public figure disampaikan secara gamblang. Ada yang suka memojokkan, ada yang suka mengupas kehidupan public figure itu secara detil. Ada juga yang menyampaikan berita secara berlebihan, bahkan ada yang sampai bisa membentuk opini publik. Pertanyaanku, untuk apa semua itu?

Kalau untuk pembelajaran bagi masyarakat, rasanya juga kurang tepat. Untuk menyampaikan secara detil sosok sang public figure kepada para penggemarnya, rasanya harus juga diperhatikan bagaimana perasaan sang public figure yang kehidupan pribadinya dibeber begitu rupa. Apakah memang kita adalah masyarakat yang sangat ingin tahu kehidupan pribadi orang lain ? Bagaimana kalau kehidupan kita yang dibeberkan sedemikian rupa?

Bagaimana jika hal seperti itu kita alami? Bagaimana rasanya jika hidup kita ternyata bukan milik kita? Bagaimana rasanya jika semua orang ingin tahu segala sesuatu tentang diri kita? Apa yang kita pikirkan, jika ternyata kita terpaksa menggadaikan perasaan kita demi menjaga image baik dimata orang lain?

Hal ini membuatku menjadi makin sadar batapa berat sebenarnya tekanan yang dihadapi oleh seorang publlic figure. Tekanan dari media massa yang terus menerus memberitakan kehidupan mereka. Tekanan dari dalam, yang lebih didasarkan akan ketakutan kehilangan popularitas, karena kehilangan popularitas berarti juga kehilangan banyak uang. Kehidupan tak lagi mudah bagi mereka.

Hal seperti itulah yang seringkali digunakan sebagai 'permakluman' jika suatu saat mereka tersandung kasus narkoba. Memang dengan mengkonsumsi psikotropika, mereka dapat membebaskan diri sesaat dari beratnya tekanan yang mereka hadapi. Anehnya, terkadang ada juga public figure yang sengaja bertingkah aneh-aneh hanya demi meraih popularitas mereka. Kehidupan mereka menjadi demikian rumitnya.

Aku bukan hendak menunjuk media massa sebagai pemicu utama makin beratnya tekanan yang dihadapi oleh public figure. Namun, media massa memang berperan sangat besar dalam hal ini. Media massa bisa mengangkat seseorang, namun bisa juga menghancurkan. Media massa mempunyai kemampuan yang sangat besar dalam membentuk opini publik, dan hal inilah yang sangat disadari oleh para public figure.

Kalau sudah begini..., aku sangat mensyukuri keberadaanku sebagai warga negara biasa. Untung aku bukan public figure yang harus dengan susah payah menjaga image. Aku juga tak perlu pusing, karena tak ada media massa yang selalu ingin tahu segala hal tentang diriku. Jadi..., siapa bilang menjadi orang biasa tidak menyenangkan ? Bagiku, kehidupanku sebagai orang biasa sangat menyenangkan. Meskipun tak berlimpahan materi, aku bisa melakukan banyak hal tanpa harus sibuk menjaga image.

Itu menurutku, mungkin saja menurut orang lain tidak begitu. Bagaimanapun sudut pandang setiap orang memang berbeda, dan itu sah-sah saja.

25 komentar:

  1. Itulah kehidupan public figure bu... hampir gak da privasi....
    Btw, aku juga gak suka acara infotainment di TV.

    BalasHapus
  2. Yah...memang public figure ini untuk public sis,dan mereka pasti dah siap dari awal dengan segala resikonya.
    Btw saya se7 dengan idenya "enakan jadi rakyat biasa".siip deh.Nggak ada yang perhatiin ya.

    BalasHapus
  3. aha susah memang jadi orang begitu, lebih enak yang biasa aja... punya privasi dan aman sentosa...

    BalasHapus
  4. Menjadi orang biasa2 saja memang lebih enak. Privasi lebih terjamin. Tapi orang2 biasa juga kadang terusik privasinya jika sedikit saja dikenali publik meski dia bukan selebriti. Perimbangan pers dalam mengekspose seseorang memang bermata dua. Bisa positif mempopulerkan seseorang sampai ada yg benar2 jadi public figure tapi juga bisa menjadikan seseorang menjadi tersiksa dan kehilangan ruang dan waktu pribadi.

    BalasHapus
  5. kayaknya, kayaknya ni mbak public figure tu dunianya smpit ya gk bbas gerak. apa itu resiko mereka atau media yg ambisi ya

    BalasHapus
  6. Iya nih aku juga milih jadi orang biasa,... bebas....
    Meskipun terkadang seorang guru juga harus menjadi public figur, paling tidak dihadapan para siswanya.

    BalasHapus
  7. Public figure, bukan dunia kita ya mbak. Nice posting.

    BalasHapus
  8. enag jadi orang biasa aja lah :d hehehe gak pperlu nahan2 apa sok baik pas lagi kesel..... hehhe

    BalasHapus
  9. yah yang paling enak kalo bisa hidup tenang gak mikir apapun tapi juga tidak kurang pangan, sandang dan papan......weeeehhehehe.....only when i sleep!!!

    BalasHapus
  10. kadang kasian ya sama mereka
    apalagi media skrg ampun2an deh menakutkannya...

    BalasHapus
  11. Memang setiap hal dalam hidup memiliki 2 sisi, mbak. Yg enak dan yg tak enak/kurang enak. Ambil yg satu berarti ambil juga sisi satunya. Hanya kitalah yg bisa memilih, dan apapun pilihan kita, selalun ada konsekuensinya. Para public figure mungkin memilih jalan itu demi uang. Sedang kita memilih jalan biasa karena memilih kebebasan.

    BalasHapus
  12. assalamualaikum,
    bener-bener cape ya mbak, kayaknya ga bisa nyantey, selalu jd incaran.
    salam kenal mbak.
    wassalam

    BalasHapus
  13. assalamualaikum,
    bener-bener cape ya mbak, kayaknya ga bisa nyantey, selalu jd incaran.
    salam kenal mbak.
    wassalam

    BalasHapus
  14. salam sobat
    public figure,,yang banyak disorot, kehidupan pribadinya..daripada profesinya.

    Ada AWARD sederhana untuk mba RENI,,mohon diterima ya,,di blog NURANURANIKU. trims

    BalasHapus
  15. EmNk btl Lebih eNax jadI orang Biasa Mbak

    BalasHapus
  16. Ini sebenarnya lg ngomongin ttg Anang - Krisdayanti ya, mbak..?

    duuuhhh...gak nyandak mbak..
    enak jd org biasa aja deh..

    BalasHapus
  17. Ada enak dan nggaknya tentunya MBAK....
    Tergantung cara menyikapinya....:)

    BalasHapus
  18. Enakan jadi rakyat BIASA yang sejahtera YA....^_^

    BalasHapus
  19. Apa enaknya ya menjadi public figure.
    Yang jelas privacy mereka sangat terganggu .

    nice sharing

    BalasHapus
  20. emang gak selalu enak jadi orang top ya. makanya, aku suka pake nama samaran kalo nulis cerpen. takut jadi top. ha haha...lebay deh.

    BalasHapus
  21. iya juga mbak, tapi jadi public figur kliatanya asik lo mbak... hehe...

    BalasHapus
  22. Masalah dalam keluarga adalah aib, dan itu harus disembunyikan dari pengetahuan orang lain. dan orang yang tau pun juga seharusnye ikut menjaga aib.
    tapi kalo didalam dunia artis malah kebalik ya? hal seperti itu menjadi suatu berita yang sangat menarik dan dikejar-kejar.
    Mengembalikan Jati Diri Bangsa

    BalasHapus
  23. Kasihan sekali kadang melihat public figure ,ketenangan privasinya otomatis terganggu..jadi orang biasa2 aja deh,lebih nyaman ,walau privasi terganggu pasti hanya sebatas keluarga ,tetangga bukan dimedia..

    BalasHapus
  24. padahal public figure juga kan cuma manusia biasa yg gak sempurna, kasian kalo mesti jaim mulu kaya'orang hidup yg selalu musti bersandiwara hiks tapi mang udah konsekuensi begitu kali yah

    BalasHapus
  25. setuju mbak. gak mudah jadi public figure, istilahnya .. public figure itu milik masyarakat, bukan milik dirinya sendiri lagi. Itu bagian dari resikonya. Bagian dari keberuntungannya, dia dikenal plus banyak duit. he he he ..

    Iya untung, aku bukan public figure juga. JAdi artist di fesbuk saja sudah pusing ya mbak? wk wk wk .. GR mode on.

    Tapi gini gini, aku juga suka pusing kalau bicara soal image. Apalagi tahun tahun kebelakang, aku banyak sekali dituntut untuk tampil perfect. Huaaa .. capek sekali. Harus slalu nurutin perintah dan keinginan semua orang. Kalau kasih usulan, dianggap ngeyel.

    Lama lama .. yah jadi cuek dech, be yourself aja. Like it or not, this is me.
    Nah disitu imageku sempat naik turun. *kayak artist aja* Tapi aku tetep cuek sampai sekarang.
    resikonya banyak, jadi bahan omongan .. lalu dicap salah melulu, dan masih banyak lagi. Sekarang juga masih dicap "elek" aja .. sing penting plong.

    Kata orang .. biar waktu yang akan membuka kebenaran. JAdi .. cuek saja. ha ha ha

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)