Seperti yang aku tulis kemarin, kali ini aku ingin membuat catatan kedua dari karya Emha Ainun Nadjib. Catatan ini masih aku ambil dari dalam bukunya yang berjudul Seribu Masjid Satu Jumlahnya : Tahajjud Cinta Seorang Hamba. Mari kita simak bersama....
SYAIR PENJUAL KACANG
Al-Habib, seorang yang dikasihi oleh banyak orang dan senantiasa didambakan kemuliaan hatinya, malam itu mengimami shalat Isya suatu jamaah yang terdiri dari para pejabat negara dan pemuka masyarakat.
Berbeda dengan adatnya, sesudah tahiyyat akhir diakhiri dengan salam, Al-Habib langsung membalikkan tubuhnya, menghadapkan wajahnya kepada para jamaah dan menyorotkan matanya tajam-tajam.
"Salah seorang dari kalian keluarlah sejenak dari ruangan ini," katanya, "Di halaman depan sedang berdiri seorang penjual kacang godok. Keluarkan sebagian dari uang kalian, belilah kacang beberapa bungkus."
Beberapa orang langsung berdiri dan berlari keluar, dan kembali ke ruangan beberapa saat kemudian.
"Makanlah kalian semua," lanjut Al-Habib, "Makanlah biji-biji kacang itu, yang diciptakan oleh Allah dengan kemuliaan, yang dijual oleh kemuliaan dan dibeli oleh kemuliaan."
Para jamaah tak begitu memahami kata-kata Al-Habib, sehingga sambil menguliti dan memakan kacang, wajah mereka tampak kosong.
"Setiap penerimaan dan pengeluaran uang," kata Al-Habib, "hendaknya dipertimbangkan berdasarkan nilai kemuliaan. Bagaimana mencari uang, bagaimana sifat proses datangnya uang ke saku kalian, untuk apa dan kepada siapa uang itu dibelanjakan atau diberikan, akan menjadi ibadah yang tinggi derajatnya apabila diberangkatkan dari perhitungan untuk memperoleh kemuliaan."
"Tetapi ya Habib," seseorang bertanya, "apa hubungan antara kita beli kacang malam ini dengan kemuliaan?"
Al-Habib menjawab, "Penjual kacang itu bekerja sampai nanti larut malam atau bahkan sampai menjelang pagi. Ia menyusuri jalanan, menembus gang-gang kota dan kampung-kampung. Di malam hari pada umumnya orang tidur, tetapi penjual kacang itu amat yakin Allah membagi rejeki bahkan kepada seekor nyamuk pun. Itu taqwa namanya. Berbeda dari sebagian kalian yang sering tak yakin akan kemurahan Allah, sehingga cemas dan untuk menghilangkan kecemasan hidupnya ia lantas melakukan korupsi, menjilat atasan serta bersedia melakukan dosa apa saja asal mendatangkan uang."
Suasana menjadi hening. Para jamaah menundukkan kepala dalam-dalam. Dan Al-Habib meneruskan, "Istri dan anak penjual kacang itu menunggu di rumah, menunggu dua atau tiga rupiah kerja semalaman. Mereka ikhlas dalam keadaan itu. Penjual kacang itu tidak mencuri atau memperoleh uang secara jalan pintas lainnya. Kalau ia punya situasi mental pencuri, tidaklah ia akan tahan berjam-jam berjualan."
"Punyakah kalian ketahanan mental setinggi itu?" Al-Habib bertanya, "Lebih muliakah kalian dibanding penjual kacang itu, atau ia lebih mulia daripada kalian? Lebih rendahkah derajat penjual kacang itu dibanding kalian, atau di mata Allah ia lebih tinggi maqam-nya dari kalian? Kalau demikian, kenapa di hati kalian selalu ada perasaan dan anggapan bahwa seorang penjual kacang adalah orang rendah dan lebih kecil?"
Dan ketika akhirnya Al-Habib mengatakan, "Maha mulia Allah yang menciptakan kacang, sangat mulia si penjual kacang itu dalam pekerjaannya, serta mulia pulalah kalian yang membeli kacang berdasar makrifat terhadap kemuliaan..." - salah seorang berteriak, melompat dan memeluk tubuh Al-Habib erat-erat.
Berbeda dengan adatnya, sesudah tahiyyat akhir diakhiri dengan salam, Al-Habib langsung membalikkan tubuhnya, menghadapkan wajahnya kepada para jamaah dan menyorotkan matanya tajam-tajam.
"Salah seorang dari kalian keluarlah sejenak dari ruangan ini," katanya, "Di halaman depan sedang berdiri seorang penjual kacang godok. Keluarkan sebagian dari uang kalian, belilah kacang beberapa bungkus."
Beberapa orang langsung berdiri dan berlari keluar, dan kembali ke ruangan beberapa saat kemudian.
"Makanlah kalian semua," lanjut Al-Habib, "Makanlah biji-biji kacang itu, yang diciptakan oleh Allah dengan kemuliaan, yang dijual oleh kemuliaan dan dibeli oleh kemuliaan."
Para jamaah tak begitu memahami kata-kata Al-Habib, sehingga sambil menguliti dan memakan kacang, wajah mereka tampak kosong.
"Setiap penerimaan dan pengeluaran uang," kata Al-Habib, "hendaknya dipertimbangkan berdasarkan nilai kemuliaan. Bagaimana mencari uang, bagaimana sifat proses datangnya uang ke saku kalian, untuk apa dan kepada siapa uang itu dibelanjakan atau diberikan, akan menjadi ibadah yang tinggi derajatnya apabila diberangkatkan dari perhitungan untuk memperoleh kemuliaan."
"Tetapi ya Habib," seseorang bertanya, "apa hubungan antara kita beli kacang malam ini dengan kemuliaan?"
Al-Habib menjawab, "Penjual kacang itu bekerja sampai nanti larut malam atau bahkan sampai menjelang pagi. Ia menyusuri jalanan, menembus gang-gang kota dan kampung-kampung. Di malam hari pada umumnya orang tidur, tetapi penjual kacang itu amat yakin Allah membagi rejeki bahkan kepada seekor nyamuk pun. Itu taqwa namanya. Berbeda dari sebagian kalian yang sering tak yakin akan kemurahan Allah, sehingga cemas dan untuk menghilangkan kecemasan hidupnya ia lantas melakukan korupsi, menjilat atasan serta bersedia melakukan dosa apa saja asal mendatangkan uang."
Suasana menjadi hening. Para jamaah menundukkan kepala dalam-dalam. Dan Al-Habib meneruskan, "Istri dan anak penjual kacang itu menunggu di rumah, menunggu dua atau tiga rupiah kerja semalaman. Mereka ikhlas dalam keadaan itu. Penjual kacang itu tidak mencuri atau memperoleh uang secara jalan pintas lainnya. Kalau ia punya situasi mental pencuri, tidaklah ia akan tahan berjam-jam berjualan."
"Punyakah kalian ketahanan mental setinggi itu?" Al-Habib bertanya, "Lebih muliakah kalian dibanding penjual kacang itu, atau ia lebih mulia daripada kalian? Lebih rendahkah derajat penjual kacang itu dibanding kalian, atau di mata Allah ia lebih tinggi maqam-nya dari kalian? Kalau demikian, kenapa di hati kalian selalu ada perasaan dan anggapan bahwa seorang penjual kacang adalah orang rendah dan lebih kecil?"
Dan ketika akhirnya Al-Habib mengatakan, "Maha mulia Allah yang menciptakan kacang, sangat mulia si penjual kacang itu dalam pekerjaannya, serta mulia pulalah kalian yang membeli kacang berdasar makrifat terhadap kemuliaan..." - salah seorang berteriak, melompat dan memeluk tubuh Al-Habib erat-erat.
1987, Emha Ainun Nadjib
dalam buku Seribu Masjid Satu Jumlahnya : Tahajjud Cinta Seorang Hamba (hal. 61)
dalam buku Seribu Masjid Satu Jumlahnya : Tahajjud Cinta Seorang Hamba (hal. 61)
Semoga ada faedah dan manfaatnya. Terima kasih.
hiks....masih banyak melakukan kesalahan :(
BalasHapusserasa mendengarkan langsung dari Emha, gaya bicaranya khas banget.
BalasHapusTFS mba :)
mbak, cerita bangus banget ya utk pencerahan kita.
BalasHapussmg pekerjaan yang kita jalani saat ini mendapatkan kemuliaan juga ya, mbak
BalasHapuswaw kern banget... terharu. q tunggu yang ke 3 mbak....
BalasHapusemha ainun najib..
BalasHapusdia salah satu penulis yang luar biasa
chika suka puisi2 nya
termasuk tulisan yang diatas
hikmahnya begitu luar biasa^^
makasih sharingnya mba
Seringkali kita memang melihat dari luarnya saja atau merendahkan derajat orang2 dari kalangan bawah padahal jika dibandingkan dengan pajabat2 yang korupsi derajatnya lebih tinggi di mata Allah. Makasih Mba atas pencerahannya....
BalasHapusSetelah membaca versi satu dan dua, saya jadi kepikiran untuk membaca bukunya..
BalasHapusmalam mbak....
BalasHapusbaca ini jadi berniat ngubek2 toko buku buat beli..
intinya semua yg diliputi oleh kemuliaan akan selalu membawa berkah kemuliaan yg berlipat ganda begitu maksudnya ya mbak?
BalasHapuskadang memang cara penyampaian atau dakwah para ulama dahulu sulit dipahami oleh org awam, padahal ada seribu makna yg berarti didalamnya :)
BalasHapussaya juga merasa sebagai muridnya Cak Nun sudah lama Mbak. Buku-bukunya membuat hidup.
BalasHapusups..benar-benar cerita yang bagus mbak......
BalasHapussebuah pencerahan yang berati bagai kehidupan ini kadang manusiahaya memandang dari sudut pandang mata telanjang bukan dari mata batin kita yang kadang kita tertipu oleh pandangan kita
BalasHapuscerita yang mengadung banyak makna dan pengetahuan hidup sejati
BalasHapuswah dalem nih, inspirasi dari penjual kacang bisa menyangkut ke masalah keimanan, ketaqwaan, dan ketahanan mental..
BalasHapussebenernya apapun pekerjaan kita, asal dilakukan dengan mengharap ridho Allah semata insya Alloh rejekinya berkah..
Saya sangat suka dengan lagu2 Emha Ainun Nadjib. Tapi untuk bukunya sendiri, saya belum pernah baca. Dari sinopsis diatas saya dapat mengambil kesimpulan bahwa apapun yang kita lakukan asal mengharapkan ridho Ilahi, Insyaallah akan berbuah berkah
BalasHapusmencerahkan nurani :)
BalasHapusthanks :D
mencerahkan.. :)
BalasHapusthanks :D