Selasa, 31 Desember 2013

Review : CineUs, Antara Persahabatan dan Film



Judul : CineUs
Penulis : Evi Sri Rezeki
Penerbit : Teen@Noura
Cetakan : Pertama (Agustus 2013)
Tebal : 304 halaman
ISBN : 978-602-7816-56-5
Harga : Rp. 48.500

CineUs bercerita tentang persahabatan 3 orang remaja : Lena, Dania dan Dion. Ketiganya dipersatukan oleh minat dan cita-cita yang sama : menjadi movie maker! Bertiga, mereka bahu membahu untuk mendirikan Klub Film di sekolah mereka.

Bukan hal mudah bagi ketiganya untuk menjalankan Klub Film yang mereka dirikan. Untuk mencari anggota saja mereka sudah kesulitan. Pun, kegiatan-kegiatan mereka sepi peminat. Apalagi dukungan dari sekolah sangat minim bagi mereka. Singkat cerita, Klub Film dan segelintir orang yang terlibat di dalamnya dianggap sebagai orang yang aneh di sekolah.

Klub Film makin sering berhadapan dengan masalah semenjak Lena memutuskan bertaruh dengan Adit, mantan pacarnya yang juga seorang movie maker. Lena berupaya keras mencari jalan agar bisa mengalahkan Adit dalam Festival Film Remaja. Hingga akhirnya dia berhasil menemukan Rizki, yang ahli dalam membuat animasi dan story board.

Sayangnya, bergabungnya Rizki dan sahabatnya (Ryan) tidak membuat Klub Film terlepas dari masalah. Silih berganti masalah menghampiri mereka, mulai dari kehilangan anggota Klub Film, munculnya klub tandingan : Movie Club, kehilangan basecamp, rusaknya properti mereka sampai terpecah belahnya persahabatan mereka.

Bagaimanakah mereka bisa menyelesaikan berbagai masalah yang menghimpit mereka? Mampukah mereka membuat film untuk ajang Festival Film Remaja tersebut? Mampukan Lena mengalahkan Adit di ajang Festival Film Remaja?

*****

Salah satu daya tarik novel ini adalah tema yang diangkat! Menarik sekali membaca kisah tentang sekelompok anak muda yang begitu tertarik pada dunia film. Menarik juga mengetahui perjuangan mereka dalam mewujudkan impian bisa membuat film dengan segala keterbatasan yang mereka miliki.

Daya tarik kedua adalah tentang tulusnya persahabatan yang terjalin antara Lena, Dania dan Dion. Persahabatan itu digambarkan sangat natural, karena tak digambarkan selalu rukun. Tak jarang muncul salah paham, ketersinggungan dan amarah di antara mereka, namun hebatnya kasih sayang yang tulus di antara mereka mampu merekatkan mereka kembali. Persahabatan itu kian terasa tulus karena Dion adalah penderita ADHD.

Uniknya, tokoh utama dalam novel ini : Lena, tidak digambarkan sebagai sosok gadis idaman yang sempurna sebagaimana umumnya. Justru dia digambarkan sebagai gadis yang 'freak', emosian, tukang bolos, langganan dihukum guru karena terlambat masuk sekolah, bukan dari keluarga kaya dan juga bukan siswa yang cemerlang secara akademis. Namun, dia memiliki ketulusan, keberanian dan mimpi yang diperjuangkannya.

Selain itu, tokoh Rizki juga digambarkan unik. Rizki bukan pelajar yang tampan dan tidak menjadi cowok idola di sekolah. Bahkan Rizki digambarkan cowok berambut panjang, hobi main game dan doyan bolos. Dibalik penampilan fisiknya, ternyata Rizki adalah cowok yang lemah lembut, santun, pemaaf dan talented.

Harus diakui bahwa karakter dari masing-masing tokohnya cukup kuat. Masing-masing tokoh memiliki peran yang penting dalam novel ini. Tak ada tokoh yang sekedar tempelan yang tak memiliki peran di dalamnya. Munculnya tokoh Adit dan Romi membuat konflik kian memanas dan menambah daya tarik ceritanya.

Novel yang mengambil sudut pandang Lena sebagai orang pertama ini enak dibaca dengan gaya bahasa yang tidak njlimet. Alur maju memudahkan pembaca mengikuti jalan ceritanya. Memang ada sedikit flashback, saat pembaca diajak untuk mengetahui latar belakang perseteruan Lena dan Adit yang membuat mereka saling bertaruh untuk menang di ajang Festival Film Remaja.

Cerita mengalir runut dan logis. Di awal, pembaca mulai diperkenalkan dengan berbagai hal tentang Klub Film dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Selanjutnya, satu persatu konflik bermunculan dan memuncak di tengah cerita. Di akhir, satu persatu masalah terselesaikan dan pembaca dapat menutup buku dengan tersenyum.

Novel ini memang banyak keunikannya. Sampul depannya saja sudah unik, dengan desain sampul berlipat di bagian atas. Selain itu, sudah hal yang umum jika novel miskin dengan ilustrasi. Namun, novel CineUs ini pada setiap awal chapternya ada ilustrasi gadis yang memegang klepper atau gadis yang terbelit pita film. Selanjutnya di beberapa halaman juga ada ilustrasi yang menggambarkan lokasi dalam novel tersebut. Lumayan untuk membantu pembaca membangun imajinasinya.

Singkat kata, novel ini sangat menarik. Namun tak ada gading yang tak retak. Aku menemukan sedikit kesalahan ketik di beberapa halaman, termasuk di dalamnya 2 kata yang tak terpisahkan oleh spasi. Selain itu, ada sedikit inkonsistensi dalam cara Rizki menyebut dirinya sendiri. Di awal-awal sempat Rizki menyebut dirinya dengan istilah "aku" (hal. 40 dan 68), namun selanjutnya dia terbiasa tampil dengan menyebut dirinya dengan "saya". Sementara untuk dialognya dengan Ryan, Rizki lebih menggunakan kata "gua".

Dari segi cerita, hanya ada 2 kejadian yang menurutku tidak ditindaklanjuti dengan baik. Yang pertama adalah soal Lena yang mendapat hukuman skorsing seminggu dari sekolah. Dalam masa itu tidak digambarkan bagaimana reaksi kedua orang tuanya dan apa saja yang dilakukan Lena selama masa skorsing itu. Padahal, di awal skorsing digambarkan kekhawatiran Lena jika kedua orang tuanya mengetahui hukuman skorsing itu (hal. 65 dan 81).

Yang kedua adalah soal kejadian tak biasa di kantin, antara Romi dan Blok Poros (hal. 55). Lena yang melihat kejadian tersebut tidak merasa penasaran dan tidak melakukan apapun untuk mencari tahu. Bahkan saat sikap Romi mulai aneh dan kemudian bersama Blok Poros membentuk Movie Club, Lena tak juga sadar bahwa itu semua ada kaitannya dengan kejadian di kantin itu. Saat Ryan bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi antara Romi dan Blok Poros pun Lena seolah tak ingat sama sekali dengan kejadian di kantin itu. Padahal biasanya saat kita merasa aneh dengan sesuatu hal, dan kemudian di belakang hari menemukan benang merah dari kejadian aneh tersebut pasti akan berpikir : "Pantas saat itu bla... bla... bla...." Atau "Oh, jadi pada saat itu sebenarnya bla... bla... bla...." Atau "Oalah, jadi ini  maksudnya kejadian saat itu?"

Memang, jika dibandingkan banyaknya kelebihan novel ini, maka kekurangannya sangat tidak berarti. Namun aku berharap untuk cetakan berikutnya beberapa kesalahan ketik yang ada di dalamnya bisa diperbaiki.

Satu pelajaran yang aku ambil dari novel ini adalah :
Untuk menjadi "seseorang", kita tak harus memiliki penampilan fisik yang sempurna ataupun kecerdasan yang luar biasa. Untuk menjadi "seseorang" kita hanya perlu menjadi diri sendiri, tulus dan berani memperjuangkan mimpi.




46 komentar:

  1. Whuaaa... keren *thumb*
    Aku juga suka dgn cerita di mana tokoh utama bukanlah seseorang yg sempurna. Keknya tokoh sempurna itu adanya di sinetron hahahaha.
    Good luck mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener.. daya tarik tokohnya bagiku luar biasa, karena Lena bener2 manusiawi sekali hehehe...

      Hapus
  2. selamat tahun baru, maaf lama ngga berkunjung keaktifan ngeblog berkurang karena kesibukan kerja

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat tahun baru juga Pak... terimakasih sudah mampir lagi kesini :)

      Hapus
  3. Hmmm
    Belum baca Karya Mbak Evi, jadi gk bisa ikut Review... :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga baru beli bukunya sehari sebelum DL kok hehehe

      Hapus
  4. memang lbh baik menjadi diri sendiri ya mbak, nggak capek jadinya beda kl hrs memerankan atau meniru niru org lain terus :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mbak... menjadi diri sendiri memang jauh lebih nyaman :)

      Hapus
  5. perjuangkan dan gapai mimpi yang tinggi,
    tapi tetap menjadi diri sendiri untuk menggapainya,,
    pelajaran yang bisa diambil ya mbak,,
    joss

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mimpi hanya akan tinggal jadi mimpi jika kita tidak segera bangun utk berlari mengejarnya :)

      Hapus
  6. Belum baca, tapi sepertinya menarik.. Thanks review nya :)

    BalasHapus
  7. Saya sangat setuju bahwa tokoh-tokoh dalam Cineus ini hadir dengan karakter yang kuat, begitu juga pendapat istri saya yg rebutan baca. Bukunya sampe sobek oleh anak bungsu saya. Sampulnya joss banget ya Mbak, pas di toko buku jadi mencorong mencuri perhatian. Memang unik temanya. Dan memang ada beberapa hal yg bisa digali lagi. Mungkins sengaja ditahan buat dijawab di lanjutannya kali ya Mbak. Salam dingin dari Bogor :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah, sampe berebut baca ya Mas. Seru juga yaa...
      Memang, tokoh2nya kuat sekali karakternya dan aku suka karena mereka sangat "manusiawi".

      Hapus
  8. iya, mba.. paling ga enak kalo ga konsisten antara saya, aku dan gue.. hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, aku baca beberapa novel dan menemukan inkonsistensi spt itu juga.
      Mungkin niat awal utk membedakan satu tokoh dengan lainnya, tapi seringkali malah slip sendiri.

      Hapus
  9. wah, pelajaran yang bisa diambilnya berharga banget :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Seperti itulah yang aku dapatkan dari novel ini :)

      Hapus
  10. Jadi diri sendiri adalah pilihan yang terbaik, bebas dari masalah yang seharusnya tidak ada!

    BalasHapus
  11. Hmmm...salut deh buat Mbak Reny yang jago nulis review buku... semoga sukses ya... Btw, met tahun baru 2014... keep the spirit high Mbak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selamat tahun baru juga mbak Rita... semoga sudah mulai nulis lagi :)

      Hapus
  12. aku gak ikutan mbak :( Semoga sukses ya mbak Reni

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih utk doanya mbak...
      Tapi kenapa mbak Lidya gak ikutan juga kali ini?

      Hapus
  13. untuk menjadi seseorang memang tidak harus ditunjang oleh fisik yang serba oke

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah spirit yg aku dapatkan dari buku ini Mas :)

      Hapus
  14. untuk menjadi diri sendiri hanya perlu bercermin...
    :)

    BalasHapus
  15. Halooooo mbak reniii apa kabar nih mbak? lama aku nggak mampir kesini hhe... *ketauan jarang ngeblog

    aku mau koment tentang inkonsistennya deh mbak, klo menurutku pribadi sih kayanya masih wajar deh tokoh rizki itu nyebut dirinya beda2, misal dia nyebut dirinya gue klo sama temennya karena masih sepantaran, tp kan bisa juga dia nyebut dirinya saya atau aku didepan orang tuanya yg mungkin lebih disegani atau dihormatin sama dia :) tp menurutku lho itu

    Btw, moga menang mbak reviewnya, dan nggak lupa tak ucapin Selamat Tahun baru :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masalahnya yg di novel ini kata aku dan saya digunakan berganti2 saat berbicara pd orang yang sama. Mungkin yang pas "aku" itu salah ketik, karena tokohnya selalu menyebut dirinya dg kata "saya" :)

      BTW makasih banyak utk doanya yaa...

      Hapus
  16. saya sennag dengan kisah persahabatan di novel ini. Trus tokoh2nya yang digambarkan secara fisik 'tidak sempurna'. Karena biasanya tokoh utama suka ditampilkan sesempurna mungkin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu dia mbak... tokoh2nya sangat manusiawi sekali dg ketidaksempurnaan mereka. Jadinya nyaman banget bacanya :)

      Hapus
  17. kurang lebih, saya setuju sama pendapat mba reni :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pendapat yang mana mbak? Apakah semua yang aku tulis di atas?

      Hapus
  18. Kadang geje juga kalau tokohnya lebay...
    memang benar, menjadi diri sendiri jauh lbh menyenangkan :)

    sukses buat reviewnya ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selain jauh lebih menyenangkan, juga jauh lebih mudah ya mbak :)

      Hapus
  19. saya nggak sempat ikutan lomba ini, keburu deadline....selamat berlomba ya semoga menjadi yang terbaik...keep happy blogging always...salam dari Makassar :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Awalnya aku gak tahu kalo ternyata DL lomba ini diperpanjang, jadi aku sudah hopeless. Untung sehari sebelumnya aku tahu kalo ternyata DLnya tgl 31 Des. Jadinya tgl 30 Des pulang kantor lgsg mampir beli novelnya. Untungnya lagi, masih ada... walau tinggal satu2nya. hehehe... Untungnya juga, bisa langsung kelar dibaca, sehingga tgl 31 Des bisa langsung buat reviewnya.

      Hapus
  20. nicepost . .
    salam kenal mbak . . :)

    BalasHapus
  21. Makasih nih Mba, cerita seperti ini memang mantap kalau dibaca.

    BalasHapus
    Balasan
    1. memang temanya bagus banget menurutku :)

      Hapus
  22. mba reni baca bukunya banyak bangeeettt.. aku aja satu buku bisa berbulan-bulan baru selesai hahaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Soalnya baca buku disambi jalan2 terus sih hehehe....

      Hapus
  23. Terima kasih sudah mengapresiasi novel CineUs. Semoga nanti berkenan mengapresiasi sekuelnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih juga utk kunjungannya di reviewku ini :)
      Semoga saja sekuelnya aku juga bisa baca.

      Hapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)