Kurang lebih 2 minggu lalu, Ibuku menelpon di kantor. Ibu bercerita bahwa pagi itu ada teman Shasa waktu SD dulu yang datang ke rumah Ibu dengan ditemani ibunya. Mereka datang untuk meminjam loyang dan oven. Ibu menuturkan bahwa sebelum ketemu Ibu untuk menyampaikan maksudnya itu, dia (dan ibunya) sudah bolak balik 2 kali ke rumah Ibu tapi tak ketemu. Kedatangan pertama, saat Ibu masih ikut senam lansia. Kedatangan kedua, saat Ibu sedang belanja ke pasar. Baru kedatangan yang ketiga mereka bertemu Ibu.
Pada Ibuku, teman Shasa menuturkan bahwa dia mendapat tugas untuk membawa kue "yang dihias" ke sekolah. Karena menurut perhitungan Ibunya, membeli jauh lebih mahal daripada membuat sendiri maka mereka memutuskan untuk membuat sendiri. Karena tidak punya oven dan loyang maka mereka harus mencari pinjaman. Dan, akhirnya mereka berniat untuk meminjam pada Eyangnya Shasa (Ibuku).
Ibuku yang sudah mengenal teman Shasa saat SD itu dan juga sudah tahu latar belakang keluarganya (baca Tamu Tak Diundang) dari ceritaku dan Shasa, jatuh iba. Apalagi mengingat mereka sampai bolak balik 3 kali ke rumah Ibu, sementara rumah mereka jauh sekali. Kalau loyang Ibu punya banyak, tapi oven di rumah Ibu sangat besar sehingga tak memungkinkan untuk diboyong ke rumah teman Shasa. Karena Ibu merasa kasihan dan ingin membantu, maka Ibu pun mencari pinjaman oven kecil ke tetangga.
Untunglah, ada tetangga yang mempunyai oven kecil yang bisa dengan mudah diangkut dengan naik motor. Sebelum mereka beranjak pulang, Ibuku mengajarkan cara membuat kue berikut cara menghiasnya. Tak lupa Ibu juga berpesan agar segera setelah selesai oven dan loyang itu dikembalikan, apalagi oven itu barang pinjaman milik tetangga Ibu. Saat itu, teman Shasa dan Ibunya menyanggupi akan segera mengembalikannya sesegera mungkin.
Namun... janji tinggal janji. Setelah beberapa hari tak ada kabar, Ibuku meminta tolong pada Shasa untuk menghubungi temannya itu. Shasa diminta untuk menanyakan kapan temannya itu akan mengembalikan oven dan loyang yang dipinjamnya itu. Setelah beberapa hari, akhirnya oven itu dikembalikan, tapi teman Shasa baru mengembalikan oven saja, loyangnya belum dikembalikan. Oven itu langsung dikembalikan ke rumah tetangga Ibu tanpa mampir dan memberitahu Ibuku. Barulah malam-malam Ibuku mendapat SMS dari tetangganya bahwa oven sudah dikembalikan. Tapi, tetangga Ibu itu tak menjelaskan tentang kondisi oven yang dikembalikan itu.
Sementara itu, Ibuku masih menunggu loyangnya dikembalikan. Sudah beberapa kali Shasa menanyakan kepada temannya itu kapan loyangnya akan dikembalikan. Teman Shasa "mengaku" bahwa sebenarnya sudah 4 kali (pada malam hari) ke rumah Ibuku untuk mengembalikan loyang itu, tapi rumah Ibuku selalu sepi. Jelas ini aneh, karena Bapak-Ibuku tak pernah keluar rumah pada malam hari. Kalaupun ada acara, tidak pada ke-empat hari yang diakui oleh teman Shasa itu. Jadi, jelas bahwa teman Shasa berbohong untuk menutupi alasan mengapa belum mengembalikan loyang yang dipinjamnya.
Beberapa hari yang lalu, akhirnya aku memutuskan untuk bicara langsung dengan teman Shasa itu. Aku menelepon teman Shasa itu untuk memintanya segera mengembalikan loyang itu. Saat itu teman Shasa meminta maaf dan berjanji akan segera mengembalikan. Tapi dia sempat beralasan karena kesibukannya yang membuatnya tak bisa langsung mengembalikan loyang itu. Tapi lagi-lagi kepadaku teman Shasa itu juga "mengaku" sudah 4 kali ke rumah Ibuku untuk mengembalikan loyang.
Aku dan Ibuku berharap hari minggu kemarin dia bisa mengembalikan loyang. Kami berpikir, jika di hari biasa, tentunya dia sibuk sekolah di pagi hari. Sementara kalo sore atau malam dia mungkin saja sibuk membantu orang tuanya. Jadi, seharusnya pada hari minggu pagi dia bisa meluangkan waktu ke rumah Ibuku untuk mengembalikan loyang itu. Namun sayang..., sampai sekarang pun loyang itu belum juga dikembalikan dan itupun tanpa ada kabar darinya.
Memang, harga loyang itu tak seberapa. Tapi masalah kepercayaan dan tanggung jawab yang dipertaruhkan di sini. Ibuku sampai bela-belain cari oven di rumah tetangga karena kasihan dan ingin membantu teman Shasa itu. Ibu juga meminjamkan loyangnya karena niat tulus ingin membantunya. Tapi ternyata teman Shasa itu malah tidak menjaga kepercayaan yang diberikan Ibuku kepadanya. Dia pun tak bertanggungjawab untuk segera mengembalikan barang-barang yang dipinjamnya. Lebih mengecewakan lagi, selama ini tak ada inisiatif darinya untuk memberi kabar pada kami jika dia belum bisa mengembalikan barang-barang itu.
Terus terang, simpatiku kepadanya hancur sudah. Padahal selama ini aku selalu mendorong Shasa untuk selalu membantunya, mengingat latar belakang keluarganya. Waktu 2 minggu membuat kepercayaanku kepadanya kian lama kian menipis. Seperti kata pepatah "sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak kan percaya".
Pada Ibuku, teman Shasa menuturkan bahwa dia mendapat tugas untuk membawa kue "yang dihias" ke sekolah. Karena menurut perhitungan Ibunya, membeli jauh lebih mahal daripada membuat sendiri maka mereka memutuskan untuk membuat sendiri. Karena tidak punya oven dan loyang maka mereka harus mencari pinjaman. Dan, akhirnya mereka berniat untuk meminjam pada Eyangnya Shasa (Ibuku).
Ibuku yang sudah mengenal teman Shasa saat SD itu dan juga sudah tahu latar belakang keluarganya (baca Tamu Tak Diundang) dari ceritaku dan Shasa, jatuh iba. Apalagi mengingat mereka sampai bolak balik 3 kali ke rumah Ibu, sementara rumah mereka jauh sekali. Kalau loyang Ibu punya banyak, tapi oven di rumah Ibu sangat besar sehingga tak memungkinkan untuk diboyong ke rumah teman Shasa. Karena Ibu merasa kasihan dan ingin membantu, maka Ibu pun mencari pinjaman oven kecil ke tetangga.
Untunglah, ada tetangga yang mempunyai oven kecil yang bisa dengan mudah diangkut dengan naik motor. Sebelum mereka beranjak pulang, Ibuku mengajarkan cara membuat kue berikut cara menghiasnya. Tak lupa Ibu juga berpesan agar segera setelah selesai oven dan loyang itu dikembalikan, apalagi oven itu barang pinjaman milik tetangga Ibu. Saat itu, teman Shasa dan Ibunya menyanggupi akan segera mengembalikannya sesegera mungkin.
Namun... janji tinggal janji. Setelah beberapa hari tak ada kabar, Ibuku meminta tolong pada Shasa untuk menghubungi temannya itu. Shasa diminta untuk menanyakan kapan temannya itu akan mengembalikan oven dan loyang yang dipinjamnya itu. Setelah beberapa hari, akhirnya oven itu dikembalikan, tapi teman Shasa baru mengembalikan oven saja, loyangnya belum dikembalikan. Oven itu langsung dikembalikan ke rumah tetangga Ibu tanpa mampir dan memberitahu Ibuku. Barulah malam-malam Ibuku mendapat SMS dari tetangganya bahwa oven sudah dikembalikan. Tapi, tetangga Ibu itu tak menjelaskan tentang kondisi oven yang dikembalikan itu.
Sementara itu, Ibuku masih menunggu loyangnya dikembalikan. Sudah beberapa kali Shasa menanyakan kepada temannya itu kapan loyangnya akan dikembalikan. Teman Shasa "mengaku" bahwa sebenarnya sudah 4 kali (pada malam hari) ke rumah Ibuku untuk mengembalikan loyang itu, tapi rumah Ibuku selalu sepi. Jelas ini aneh, karena Bapak-Ibuku tak pernah keluar rumah pada malam hari. Kalaupun ada acara, tidak pada ke-empat hari yang diakui oleh teman Shasa itu. Jadi, jelas bahwa teman Shasa berbohong untuk menutupi alasan mengapa belum mengembalikan loyang yang dipinjamnya.
Beberapa hari yang lalu, akhirnya aku memutuskan untuk bicara langsung dengan teman Shasa itu. Aku menelepon teman Shasa itu untuk memintanya segera mengembalikan loyang itu. Saat itu teman Shasa meminta maaf dan berjanji akan segera mengembalikan. Tapi dia sempat beralasan karena kesibukannya yang membuatnya tak bisa langsung mengembalikan loyang itu. Tapi lagi-lagi kepadaku teman Shasa itu juga "mengaku" sudah 4 kali ke rumah Ibuku untuk mengembalikan loyang.
Aku dan Ibuku berharap hari minggu kemarin dia bisa mengembalikan loyang. Kami berpikir, jika di hari biasa, tentunya dia sibuk sekolah di pagi hari. Sementara kalo sore atau malam dia mungkin saja sibuk membantu orang tuanya. Jadi, seharusnya pada hari minggu pagi dia bisa meluangkan waktu ke rumah Ibuku untuk mengembalikan loyang itu. Namun sayang..., sampai sekarang pun loyang itu belum juga dikembalikan dan itupun tanpa ada kabar darinya.
Memang, harga loyang itu tak seberapa. Tapi masalah kepercayaan dan tanggung jawab yang dipertaruhkan di sini. Ibuku sampai bela-belain cari oven di rumah tetangga karena kasihan dan ingin membantu teman Shasa itu. Ibu juga meminjamkan loyangnya karena niat tulus ingin membantunya. Tapi ternyata teman Shasa itu malah tidak menjaga kepercayaan yang diberikan Ibuku kepadanya. Dia pun tak bertanggungjawab untuk segera mengembalikan barang-barang yang dipinjamnya. Lebih mengecewakan lagi, selama ini tak ada inisiatif darinya untuk memberi kabar pada kami jika dia belum bisa mengembalikan barang-barang itu.
Terus terang, simpatiku kepadanya hancur sudah. Padahal selama ini aku selalu mendorong Shasa untuk selalu membantunya, mengingat latar belakang keluarganya. Waktu 2 minggu membuat kepercayaanku kepadanya kian lama kian menipis. Seperti kata pepatah "sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak kan percaya".
Bikin hilang simpati ya mak, jd males dah kalau mau bantu lg, mikir 1000 kali ya mak
BalasHapusIya Mak Inda.... memang jadinya mau bantu lagi kok jadi males ya?
HapusIya ya mba, kepercayaan itu mahal dan sangat berharga. Jadi pelajaran buat kita semua jika meminjam barang segera dikembalikan walaupun nilainya mungkin tidak seberapa :(
BalasHapusBetul Mak Kania... kepercayaan itu mahal harganya dan sekali ternoda, sulit untuk bisa percaya lagi
Hapusgak lagi lagi deh bantuin orang kaya gitu mbak...
BalasHapusdaripada kecewa berkepanjangan, ujung-ujungnya takut gak jadi ikhlas...
Nah itu dia... sekarang jadinya ga ikhlas bantuin dia kemarin :)
HapusBaru mampir udah suka sama tulisannya :)
BalasHapusAlhamdulilladah... terimakasih sudah mampir dan suka dengan tulisannya :)
Hapusjadi, kepercayaan adalah kuncinya ya...
BalasHapusBenar.. kepercayaan adalah kuncinya :)
HapusLancung itu apa ya mbak?
BalasHapusLancung itu mungkin artinya tidak jujur atau curang gitu deh :)
Hapusmales kalo ada orang spt ini...nggak bakalan aku pinjamkan lagi deh..kepercayaan dibuang sia2
BalasHapusIyaaa... aku juga sudah gak simpati dan gak ingin bantuin dia lagi kok
HapusSy jg pernah mak, wkt itu tetangga sy pinjam spd onthel sy utk anaknya sekolah, kr spdnya rusak. Ktanya utk bbrp hr nyatanya sp sebulan lebih itupun dikembalikan dg keadaan banyak yg peyok sana sini plus bbrp jari-jari rodanya banyak yg putus. Dan mrkpun tdk minta maaf sedikitpun... jd gemessss banget... tp mau marah kok tetangga,jd serba salah mak...
BalasHapusNah... kalau sudah seperti itu jadinya kan kapok, kalau dia mau minjem lagi barang lainnya kan kitanya jadi mikir2 ya Mak.
HapusMampir blogwalking Mak, bukan masalah loyangnya sih yang bikin kesel tapi karena orangnya nggak amanah ya Mak...semoga sekarang udah nggak kesel lagi. Salam kenal :)
BalasHapusIya, loyangnya sih murah. Ga seberapa harganya. Tapi kecewa aja karena kepercayaan yang telah diberikan ternyata disia-siakan
Hapusbukan soal loyangnya ya Mak, tapi karena orangnya nggak amanah itu yang bikin kesel, semoga sekarang keselnya udah hilang Mak. Salam kenal :)
BalasHapusMenjadi orang yang amanah itu tak mudah ternyata ya?
HapusSalam kenal kembali :)
wahh sayang banget ya Mbak, kalau sudah begitu gak akan percaya lagi
BalasHapusIya mbak Ninik... kepercayaan yang sudah retak kan gak bisa utuh lagi
Hapusmanusia ya Mbak. Terkdang kita bermaksud menolong karena kasihan, namun yang ditolong kurang bisa .., ngg gimana ya. Tahu sendiri deh :)
BalasHapusYa begitulah mbak... maksud hati ingin menolong malah kecewa jadinya.
HapusJadi pengalaman berharga ini hehehe
Loyang yg g merek murah mak..50ribu juga ada...heheh
BalasHapus*puk2
Mak Echaaa... ga usah dibahas deh harga loyangnya hahaha....
Hapuswes Mak, kalau perlu datangi rumahnya
BalasHapusApa harus gitu ya Mak? Tapi kok rasanya males banget mau kesana. :(
HapusIh, kok bisa begitu ya, Mba Reni? Lagian ibunya itu kenapa bisa ga punya rasa malu spt itu ya? Emang dikemanakan loyangnya? Terus, apakah ibunya Mba Reni sudah mengecek kondisi oven si tetangga setelah dikembalikan olehnya? Jangan2 malah mengecewakan juga.
BalasHapusBetul sekali, Mba Reni, sekali lantjung ke ujian, seumur hidup orang tak akan percaya.
Mak Al.... itulah.. kan kudunya ibunya juga ngasih tahu anaknya agar segera mengembalikan barang2 yang dipinjamnya itu.
HapusWis pokoke kecewa banget mak...
Hmmmmm... aku pernah nih ngerasain.~ buku kesayanganku hilang gak dikembalikan. Manalagi bukunya udah gak dijual dimana mana. Jadi anti minjemin buku ke temen sekarang. Kalau sudah begitu hanya satu yang bisa diambil hikmahnya, yaitu kesabaran~ Pasti rezeki akan ditambahkan bagi mereka yang ditindas. (Ditindas mungkin terlalu ekstrim.)
BalasHapusWaaa... bukuuuu... aku pasti juga akan nyesel banget kalau hal yang sama kejadian pada bukuku. Sampe kapanpun kayaknya aku ga akan bisa mengikhlaskannya.
HapusMasalah kepercayaan langsung luntur ya mak kalau begini
BalasHapusBener banget Mak Lid... dan pasti akan susah untuk kembali spt dulu
Hapusmemang bener sih mbak, bukan masalah barangnya...
BalasHapustapi masalah kita sudah mempercayakan barang kita kepadanya, jadi pasti berasa kecewa banget deh :(
Gak papa lah mbak, minimal kita jadi tahu pribadi teman Shasa yang sebenarnya :)
betul mba, ketika kita sudah merasa dikhianati, maka kita akan tdk percaya lagi
BalasHapusitulah manusia kadang lupa kalau sekali saja kita tdk amanah menganggap sesuatu yang kita pinjam tdk seberapa nilainya, orang akan berpikir 1000 kali untuk bisa membantunya lagi saat sangat memerlukan bantuan orang lain
BalasHapussulit beri kepercayaan ke org kalo di kesempatan kedua dia melanggar lagi :D
BalasHapusVani juga pernah mengalami hal yang serupa Mba...dan memang rasanya nyesek banget..
BalasHapusYa Tuhaaan. . .
BalasHapusTega pisaaan. Udah dibantu kok ya, MakRen. Hiks
Nama langsung jelek ya mba kalau udah kaya gitu. Ga akan bisa dipercaya lagi.
BalasHapusBanyak nih mba kejadian kayak gini, niat orang mau baik yah jadi rugi. Sebenernya gak rugi juga sih karena harga barangnya ga seberapa, tapi ya itu jadi gak bisa dipercaya. Kemarin aku juga abis ngomongin ini nih di LegaTalk, curhat puaaaasss :D
BalasHapusNice post sist! Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari pengalaman ente sist. Thx for sharing yaa ^^
BalasHapusMenjaga kepercayaan ini yg emang sulit
BalasHapusIkhlasin aja Mak Reni :) anggap sedekah. Insya Allah mak dapat rezeki pengganti yang lebih baik. Siapa tau loyang itu lebih dbutuhkan oleh ibu temannya Sasha. Yang sudah terjadi jadikan pembelajaran aja..
BalasHapusSering kta marah dengan seperti ini, meski halkecil kalau barang yang sangat kita btuhkan itu sangat menyebalkan. Semoga segera kembali ya
BalasHapussalam kenal mbak..kunjungi balik ya
BalasHapuskalau hilang rasa percaya susah untuk memulihkannya lagi mbak...
BalasHapusini sekaligus juga mengingatkan aku untuk selalu menjaga kepercayaan orang lain..
thanks for sharing mbak reni ^_^
Duh, hilang deh kepercayaan kalo seperti ini. Padahal keluarga mb Ren sudah bantu dg ikhlas ya, malah diabaikan seperti itu.
BalasHapusterima kasih telah berbagi info....
BalasHapusinfonya sangat bermamfaat.....
salam kenal dan salam sukses..
.
Niat baik tidak selalu di terima dengan baik pula ya mbak.
BalasHapus