Egi Anak Bau Kencur bercerita tentang kisah seorang Erisa Gun Indrawan, atau biasa disebut Egi, seorang anak tunggal yang tomboy namun baik hati. Semenjak meninggalnya sang Papa, Egi hidup bersama Mama (yang seorang dokter) dan juga Neneknya.
Egi sangat mencintai sepak bola dan futsal. Kecintaan Egi pada bola rupanya "menurun" dari Papanya, yang seorang anggota tim sepak bola. Meski Mama telah melakukan berbagai cara untuk menghalangi Egi bermain dan bertanding bola, tapi Egi tetap saja tak bisa menghentikan kecintaannya pada bola.
Akhirnya, saat kelulusan SMP membuat Egi sadar. Nilai-nilainya yang jauh dari memuaskan adalah buah dari ketidakseriusannya belajar karena perhatiannya lebih tercurah pada bola. Nasehat sahabatnya untuk menjadi anak kebanggaan Mama serta kesadarannya untuk membuat Mama dan juga Nenek bangga padanya, memunculkan tekat di hati Egi untuk lebih serius sekolah dan melupakan hobi bolanya.
Akibat nilainya yang pas-pasan, Egi diterima di sebuah sekolah swasta. Itupun Egi menempati peringkat 208 dari 209 siswa yang diterima. Meski begitu, Egi tetap bersyukur dia masih diterima di sekolah itu dan sejak itu Egi membulatkan tekad untuk mampu menunjukkan prestasi sebaik-baiknya selama di SMA.
Selanjutnya kisah Egi berputar pada kisah persahabatannya dengan Mini dan ketertarikan Egi pada saudara kembar Mini yaitu Mono. Kebetulan, Mono adalah cowok idola karena menjabat sebagai Ketua OSIS di SMA itu. Hingga akhirnya, setelah Nenek meninggal, Egi dan Mamanya pindah ke Kota Malang, kota kelahiran Mamanya. Sejak saat itu pula, Egi harus berpisah dengan sahabat tercinta dan juga pria yang diam-diam dicintainya.
Awal mula ketertarikanku untuk mendapatkan buku ini adalah karena pengarangnya, Rhegita Resih Kemuning. Saat aku mengetahui bahwa buku ini adalah karya seorang anak (yang saat itu masih kelas 6 SD) aku benar-benar penasaran ingin memilikinya. Apalagi setelah mengetahui bahwa cover buku tersebut adalah murni hasil coretan tangannya. Keinginanku semakin kuat karena aku ingin memberikan buku ini buat Shasa-ku, agar terdorong lagi semangatnya untuk belajar menulis.
Sungguh, aku salut kepada pengarangnya, Rhegita, yang mampu menulis kisah ini. Untuk ukuran anak kelas 6 SD, ceritanya mengalir dengan cukup lancar, walau sedikit ada lompatan-lompatan kecil di tengah-tengah ceritanya. Daya imajinasinya luar biasa, karena dia sudah bisa membuat cerita kehidupan remaja-remaja SMA lengkap dengan romantikanya. Apalagi endingnya adalah di saat Egi sudah lulus kuliah dan bekerja.
Yang menarik adalah Rhegita mampu menyelipkan pesan moral dalam kisah yang dituliskannya ini. Biasanya, jika membaca cerita remaja, yang lebih banyak diceritakan adalah romantikanya. Jarang sekali aku menemukan cerita remaja yang ada hikmah yang dapat dipetik di dalamnya. Namun, Egi Anak Bau Kencur ini memang beda.
Rhegita ~pengarangnya~ mampu menggambarkan munculnya kesadaran Egi yang berawal dari penyesalan akibat nilai ujiannya SMPnya yang buruk. Penyesalan itu berbuah pada kesadaran Egi untuk bisa menjadi anak baik serta membanggakan Mama serta Neneknya. Bahkan di akhir cerita digambarkan Egi telah tumbuh sebagai wanita yang membaktikan dirinya bagi orang-orang lain yang membutuhkan. Keharmonisan hubungan kakak-adik Mono dan Mini juga patut diteladani, di tengah makin tipisnya ikatan kekeluargaan dewasa ini.
Keunikan lain dari buku ini adalah munculnya "ilustrasi" di beberapa halaman. Ilustrasi yang (kupikir) dibuat sendiri oleh Rhegita ini sebagaimana covernya, terlihat sekali hasil coretan anak-anak. Mungkin pengarang ingin "menggambarkan" cerita secara lebih nyata lewat coretan tangannya.
Sebagai karya perdana aku patut mengacungkan jempol pada penulisnya. Hanya saja, ada beberapa hal yang kurasa perlu dibenahi untuk perbaikan ke depannya. Yang pertama, pemilihan kata dan penempatan kata yang terkadang tidak tepat. Hal yang dapat kumaklumi karena penulisnya saat itu masih kelas 6 SD. Jujur saja, aku pribadi belum tentu dapat membuat buku seperti ini.
Yang kedua adalah "penempatan" bola di akhir beberapa kalimat itu rasanya kurang tepat. Kurasa lebih tepat jika gambar bola itu ditempatkan di setiap akhir bab, sehingga jelas-jelas memisahkan cerita satu dengan lainnya. Walau sejatinya aku salut dengan munculnya gambar bola itu, karena dengan jelas dapat menggambarkan Egi si pecinta bola hanya saja penempatannya yang perlu di atur lagi.
Yang terakhir adalah penggunaan kata ganti orang pertama yang belum konsisten. Terkadang, penulis menggunakan kata "aku" tapi terkadang memilih menggunakan kata "Egi". Sehingga terkesan bahwa aku dan Egi adalah dua pribadi yang berbeda.
Oya, ada satu rasa penasaranku yang belum tertuntaskan di buku ini. Di awal diceritakan bahwa Mama suka bercerita tentang kisah masa lalu Mama dengan Papa, dan juga sahabat mama yang bernama Tante Isna. Diceritakan bahwa Mama selalu memotong cerita ketika terucap nama Tante Isna. Di akhir cerita diceritakan bahwa pada akhirnya Mama dan sahabatnya : Tante Isna yang lama terpisah pada akhirnya bertemu kembali. Tapi, tidak ada penjelasan mengapa dulu mama sering memotong cerita bila menyebutkan nama Tante Isna? *bener-bener dibuat penasaran aku jadinya*
Terlepas dari kekurangannya, yang sejujurnya sangat aku maklumi karena penulisnya adalah anak kelas 6 SD, aku merekomendasikan buku ini untuk dibaca para remaja, apalagi harganya yang sangat terjangkau. Ada banyak pesan moral yang dapat dipetik darinya daripada sekedar membaca cerita-cerita remaja lainnya yang seringkali isinya hanya masalah cinta-cintaan saja.
Dari segi "kemasan" aku suka dengan kertas yang dipakai, meski bukan kertas putih (mungkin untuk menekan biaya) tapi kertasnya lumayan bagus. Huruf yang dipilih juga memudahkan untuk membaca, apalagi spasinya cukup lebar sehingga tidak membuat mata cepat lelah.
Akhir kata, terimakasih kepada Mozaik selaku penerbit buku ini, yang telah mengabulkan keinginanku untuk memberikan buku ini kepada Shasa-ku. Walau awal mula Shasa menolak membaca buku ini saat pertama kali kusodorkan padanya, namun setelah membacanya dia tak mau berhenti sebelum menyelesaikannya. Dia sangat menikmati membaca kisahnya dan ikut larut di dalam keceriaan Egi. Dan kini, Shasa mulai terpacu untuk belajar menulis lagi dan semoga saja kelak Shasa akan mampu menerbitkan buku. Khusus kepada Rhegita Resih Kemuning, terimakasih sudah menginspirasi.
Egi sangat mencintai sepak bola dan futsal. Kecintaan Egi pada bola rupanya "menurun" dari Papanya, yang seorang anggota tim sepak bola. Meski Mama telah melakukan berbagai cara untuk menghalangi Egi bermain dan bertanding bola, tapi Egi tetap saja tak bisa menghentikan kecintaannya pada bola.
Akhirnya, saat kelulusan SMP membuat Egi sadar. Nilai-nilainya yang jauh dari memuaskan adalah buah dari ketidakseriusannya belajar karena perhatiannya lebih tercurah pada bola. Nasehat sahabatnya untuk menjadi anak kebanggaan Mama serta kesadarannya untuk membuat Mama dan juga Nenek bangga padanya, memunculkan tekat di hati Egi untuk lebih serius sekolah dan melupakan hobi bolanya.
Akibat nilainya yang pas-pasan, Egi diterima di sebuah sekolah swasta. Itupun Egi menempati peringkat 208 dari 209 siswa yang diterima. Meski begitu, Egi tetap bersyukur dia masih diterima di sekolah itu dan sejak itu Egi membulatkan tekad untuk mampu menunjukkan prestasi sebaik-baiknya selama di SMA.
Selanjutnya kisah Egi berputar pada kisah persahabatannya dengan Mini dan ketertarikan Egi pada saudara kembar Mini yaitu Mono. Kebetulan, Mono adalah cowok idola karena menjabat sebagai Ketua OSIS di SMA itu. Hingga akhirnya, setelah Nenek meninggal, Egi dan Mamanya pindah ke Kota Malang, kota kelahiran Mamanya. Sejak saat itu pula, Egi harus berpisah dengan sahabat tercinta dan juga pria yang diam-diam dicintainya.
*****
Awal mula ketertarikanku untuk mendapatkan buku ini adalah karena pengarangnya, Rhegita Resih Kemuning. Saat aku mengetahui bahwa buku ini adalah karya seorang anak (yang saat itu masih kelas 6 SD) aku benar-benar penasaran ingin memilikinya. Apalagi setelah mengetahui bahwa cover buku tersebut adalah murni hasil coretan tangannya. Keinginanku semakin kuat karena aku ingin memberikan buku ini buat Shasa-ku, agar terdorong lagi semangatnya untuk belajar menulis.
Sungguh, aku salut kepada pengarangnya, Rhegita, yang mampu menulis kisah ini. Untuk ukuran anak kelas 6 SD, ceritanya mengalir dengan cukup lancar, walau sedikit ada lompatan-lompatan kecil di tengah-tengah ceritanya. Daya imajinasinya luar biasa, karena dia sudah bisa membuat cerita kehidupan remaja-remaja SMA lengkap dengan romantikanya. Apalagi endingnya adalah di saat Egi sudah lulus kuliah dan bekerja.
Yang menarik adalah Rhegita mampu menyelipkan pesan moral dalam kisah yang dituliskannya ini. Biasanya, jika membaca cerita remaja, yang lebih banyak diceritakan adalah romantikanya. Jarang sekali aku menemukan cerita remaja yang ada hikmah yang dapat dipetik di dalamnya. Namun, Egi Anak Bau Kencur ini memang beda.
Rhegita ~pengarangnya~ mampu menggambarkan munculnya kesadaran Egi yang berawal dari penyesalan akibat nilai ujiannya SMPnya yang buruk. Penyesalan itu berbuah pada kesadaran Egi untuk bisa menjadi anak baik serta membanggakan Mama serta Neneknya. Bahkan di akhir cerita digambarkan Egi telah tumbuh sebagai wanita yang membaktikan dirinya bagi orang-orang lain yang membutuhkan. Keharmonisan hubungan kakak-adik Mono dan Mini juga patut diteladani, di tengah makin tipisnya ikatan kekeluargaan dewasa ini.
Keunikan lain dari buku ini adalah munculnya "ilustrasi" di beberapa halaman. Ilustrasi yang (kupikir) dibuat sendiri oleh Rhegita ini sebagaimana covernya, terlihat sekali hasil coretan anak-anak. Mungkin pengarang ingin "menggambarkan" cerita secara lebih nyata lewat coretan tangannya.
Sebagai karya perdana aku patut mengacungkan jempol pada penulisnya. Hanya saja, ada beberapa hal yang kurasa perlu dibenahi untuk perbaikan ke depannya. Yang pertama, pemilihan kata dan penempatan kata yang terkadang tidak tepat. Hal yang dapat kumaklumi karena penulisnya saat itu masih kelas 6 SD. Jujur saja, aku pribadi belum tentu dapat membuat buku seperti ini.
Yang kedua adalah "penempatan" bola di akhir beberapa kalimat itu rasanya kurang tepat. Kurasa lebih tepat jika gambar bola itu ditempatkan di setiap akhir bab, sehingga jelas-jelas memisahkan cerita satu dengan lainnya. Walau sejatinya aku salut dengan munculnya gambar bola itu, karena dengan jelas dapat menggambarkan Egi si pecinta bola hanya saja penempatannya yang perlu di atur lagi.
Yang terakhir adalah penggunaan kata ganti orang pertama yang belum konsisten. Terkadang, penulis menggunakan kata "aku" tapi terkadang memilih menggunakan kata "Egi". Sehingga terkesan bahwa aku dan Egi adalah dua pribadi yang berbeda.
Oya, ada satu rasa penasaranku yang belum tertuntaskan di buku ini. Di awal diceritakan bahwa Mama suka bercerita tentang kisah masa lalu Mama dengan Papa, dan juga sahabat mama yang bernama Tante Isna. Diceritakan bahwa Mama selalu memotong cerita ketika terucap nama Tante Isna. Di akhir cerita diceritakan bahwa pada akhirnya Mama dan sahabatnya : Tante Isna yang lama terpisah pada akhirnya bertemu kembali. Tapi, tidak ada penjelasan mengapa dulu mama sering memotong cerita bila menyebutkan nama Tante Isna? *bener-bener dibuat penasaran aku jadinya*
Terlepas dari kekurangannya, yang sejujurnya sangat aku maklumi karena penulisnya adalah anak kelas 6 SD, aku merekomendasikan buku ini untuk dibaca para remaja, apalagi harganya yang sangat terjangkau. Ada banyak pesan moral yang dapat dipetik darinya daripada sekedar membaca cerita-cerita remaja lainnya yang seringkali isinya hanya masalah cinta-cintaan saja.
Dari segi "kemasan" aku suka dengan kertas yang dipakai, meski bukan kertas putih (mungkin untuk menekan biaya) tapi kertasnya lumayan bagus. Huruf yang dipilih juga memudahkan untuk membaca, apalagi spasinya cukup lebar sehingga tidak membuat mata cepat lelah.
Akhir kata, terimakasih kepada Mozaik selaku penerbit buku ini, yang telah mengabulkan keinginanku untuk memberikan buku ini kepada Shasa-ku. Walau awal mula Shasa menolak membaca buku ini saat pertama kali kusodorkan padanya, namun setelah membacanya dia tak mau berhenti sebelum menyelesaikannya. Dia sangat menikmati membaca kisahnya dan ikut larut di dalam keceriaan Egi. Dan kini, Shasa mulai terpacu untuk belajar menulis lagi dan semoga saja kelak Shasa akan mampu menerbitkan buku. Khusus kepada Rhegita Resih Kemuning, terimakasih sudah menginspirasi.
Judul : Egi Anak Bau Kencur (warna-warni remaja masa kini)
Penulis : Rhegita Resih Kemuning
Penerbit : Mozaik Indie Publisher
Cetakan : Pertama, Desember 2012
Tebal : 131 halaman
Harga : Rp. 35.000
Penulis : Rhegita Resih Kemuning
Penerbit : Mozaik Indie Publisher
Cetakan : Pertama, Desember 2012
Tebal : 131 halaman
Harga : Rp. 35.000
si egi bau kencur yo, bu..?
BalasHapusenak dong kalo dibikin sayur bening...
*sampluk panci
waooww ... ini karya anak kelas 6 SD ?
BalasHapuswah ini tergolong kecil-kecil sudah berkarya, apalagi sudah mampu menyelipkan pesan moral yang belum tentu bisa saya lakukan ketika saya seusianya.
Mudah-mudahan Mbak Shasa bisa berkarya seperti ini, apalagi mendapat bimbing langsung dari seniornya eh keleiru dari Bunda yang sangat lihai mengolah kata menjadi kalimat
Kelas 6 SD? hmm.. aku kelas 6 SD kemana ya? hehehe
BalasHapusKeren bgt penulisnya. Salut ama imajinasinya yg mampu menjangkau problem2 remaja yg notabene blm dialaminya..
lama bgt gak mampir dimari, mhn maaf mbak biasalah org dgn kesibukan gak jelas hehehe
wow! Karya anak kelas 6 SD.. Hebat euy!
BalasHapusJamannya aku sd msh ngumpulin kertas surat.. Boro2 kepikiran bikin blog kayak Sasha.. Hehe..
Ayo Sha.. Pasti bs jg bikin buku tulisan2nya ;-)
Wah ini buku yg ngarang anak2.? Hebat euy anak2 jaman sekarang ya
BalasHapussalut untuk anak2 sekarang, semoga anak-anak Indonesia bisa punya kegiatan positif seperti ini ^.^
BalasHapusKls 6 SD......sdh menghasilkan karya luar biasa ..... subbahanallah.
BalasHapusKeistimewaan yg tdk semua org memilikinya.
Hadiah yg tepat utk Shasa, mbak
calon penulis best seller nih kayaknya dia yaa :D
BalasHapusahh saya jadi malu nih, naskah belum juga sempurnah -___-
hebat bgt, Mbak. Kelas 6 SD udah bisa bikin buku. Salut! :)
BalasHapuspadahal kencur itu enak ya mbak untuk bikin karedok :)
BalasHapushebat banget ternyata anak SD sudah bisa bikin buku...
BalasHapusAnak bau kencur nantinya bisa hebat komentar juga dong di blog saya myfamilylifestyle.blogspot.com
BalasHapusSmg anak saya bisa spt ini juga ah.. Hebat banget!
BalasHapusSmg anak sy spt itu juga.. Aamiin..
BalasHapuspenulisnya kelas 6 sd?
BalasHapuskeren! huhuhu
anak - anak sekarang imajinasi dan inspirasi nya sangat luar biasa ya
BalasHapuskelas 6sd sdh bisa nulis buku. nanti tamat sma dia pasti sdh jadi penulis besar ya Mb Reni..duh keren banget ini anak
BalasHapusKeren2 ... anak sekecil itu sudah bisa menghasilkan buku,semoga kelak anakku bisa mengikuti jejak penulis kecil ini :)
BalasHapusenakan beras kencur kalau diminum :)
BalasHapusbagus nih bukunya
BalasHapuslumayan panjang ya reviewnya
BalasHapussemoga ada di toko buku togamas
BalasHapuscocok buat teman membaca buku ini
BalasHapusHebat ya penulisnya, kecil2 dah pinter nulis> kita yang tua kalah nih :D
BalasHapusmkasih sobat buat informasinya saya suka banget deh ,,,keren pokonya ....
BalasHapus