Sabtu, 12 Desember 2015

Pusing dengan Kurikulum 2013

Shasa, putri semata wayangku kini sudah duduk di bangku SMA. Hari ini adalah hari terakhirnya mengikuti UAS di kelas X. Itu berarti sudah 1 semester yang dilewati Shasa di bangku SMAnya. Namun, sejauh yang aku amati... Shasa (dan mayoritas temannya) cukup pusing dengan Kurikulum 2013 selama 1 semester ini. Mereka keteteran mengikuti Kurikulum 2013 ini.

Memang, bagi Shasa dan teman-teman seangkatannya, baru pada tahun inilah mereka mengenal dan merasakan kurikulum 2013. Sejak SD sampai lulus SMP mereka hanya mengenal KTSP. Perubahan dari KTSP ke Kurikulum 2013 mereka rasakan cukup drastis dan ternyata mayoritas dari mereka kurang menyukai kurikulum 2013.

Memang kulihat perbedaan antara Kurikulum 2013 dengan KTSP cukup signifikan. Walau di awal memasuki SMA dulu, pihak sekolah sudah memberikan sosialisasi peminatan Kurikulum 2013, ternyata murid-murid kelas X masih banyak yang belum siap dengan Kurikulum 2013. Dan ternyata, bukan hanya murid-murid yang pusing dengan kurikulum 2013 itu, namun aku sebagai orangtua murid juga ikutan pusing.

Maklum saja, sejauh yang aku amati, Shasa dan teman-temannya di sekolah nyaris tidak pernah mendapatkan materi pelajaran dari guru. Waktu di sekolah lebih banyak diisi murid-murid dengan presentasi dan presentasi. Jika tidak presentasi, mereka akan sibuk dengan tes. Pulang sekolah, mereka akan disibukkan dengan berbagai tugas kelompok dan ekskul. Pulang ke rumah, mereka harus mengerjakan tugas/PR.

Nah,urusan mengerjakan tugas/PR ini juga memusingkan. Bagaimana tidak pusing, jika mereka dituntut untuk bisa mengerjakan sekian banyak soal sendirian, sementara di sekolah saja mereka tidak dapat materinya. Intinya, murid-murid dituntut belajar mandiri. Tapi bagaimana bisa anak-anak belajar mandiri jika bertemu dengan soal-soal matematika, fisika, kimia yang memerlukan rumus untuk mengerjakannya? Mungkin untuk soal-soal biologi, sejarah, ekonomi dan sebagainya mereka masih bisa mencari jawaban lewat internet. Tapi kalau rumus bagaimana?

Kondisi seperti itulah yang membuatku terpaksa (sekali lagi... terpaksa) mendaftarkan Shasa pada sebuah lembaga bimbingan belajar (bimbel). Tujuannya hanya agar Shasa ada yang mengajari untuk memahami soal-soal matematika, fisika dan kimia. Karena saat ini sangat mustahil berharap guru-guru di sekolah Shasa mengajari murid-muridnya.

Terus terang saja, aku tak paham apa yang hendak dicapai melalui Kurikulum 2013 ini. Aku tak paham anak-anak itu mau dibawa kemana oleh Kurikulum 2013. Yang aku tahu hanyalah Shasa dan teman-temannya setiap hari hanya berburu dengan waktu. Pagi berangkat ke sekolah untuk presentasi atau tes. Siang pulang sekolah mereka langsung sibuk dengan aneka tugas kelompok ataupun ekskul. Jika masih ada waktu, mereka bisa mengikuti bimbel usai kerja kelompok atau ekskul. Pulang ke rumah pada malam hari mereka harus segera mengerjakan tugas-tugas sekolah atau PR mereka.

Apakah dengan mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk itu diharapkan murid-murid akan bisa memahami pelajaran? Jangan berharap terlalu banyak. Mereka yang sudah kelelahan seharian beraktivitas, bisa saja mengerjakan tugas-tugas itu sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Terkadang mereka hanya menyalin jawaban (yang entah mereka dapat darimana) tanpa sempat memahaminya. Bahkan beberapa teman Shasa ada yang memilih untuk tidak mengerjakan tugas/PR mereka dengan alasan tugas-tugas tersebut jarang sekali diperiksa oleh guru di sekolah.

Aku benar-benar pusing dan gagal paham dengan Kurikulum 2013 ini. Yang aku lihat hanyalah anak-anak yang pontang panting kesana kemari untuk mengerjakan aneka tugas. Setiap hari mereka baru bisa tidur setelah lewat tengah malam karena sebelumnya masih sibuk mengerjakan tugas sekolah mereka. Jam tidur mereka sangat sedikit, hingga tak mengherankan jika pada akhirnya Shasa dan banyak temannya yang jatuh sakit karena kelelahan. Dan aku frustrasi karena tak tahu apa yang bisa aku lakukan.

Dalam kondisi seperti ini, aku jadi iri dengan Dek Irul (Siti Hairul Dayah) dan keenam anaknya. Sejak awal, Dek Irul (dan suami) memutuskan untuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah formal. Mereka memilih untuk bersekolah di rumah (homescholling). Dek Irul mengatur sendiri jam belajar anak-anaknya, menyusun sendiri materi pelajarannya sampai menilai kemajuan pelajaran anak-anaknya. Yang mengasyikkan, tentu saja semua itu dilakukan sesuai dengan perkembangan dan mood masing-masing anak. Sehingga anak-anak bisa belajar dengan hati senang dan minim tekanan/tuntutan diluar kemampuan mereka.

Membandingkan Shasa dan teman-temannya (yang seringkali harus terengah-engah dalam proses belajar mereka) dengan anak-anak dek Irul yang mengikuti homeschooling (yang belajar sesuai kemampuan masing-masing) tentu saja sangat berbeda. Di sekolah umum, guru tak memiliki waktu untuk memperhatikan masing-masing anak secara penuh. Berbeda dengan dek Irul yang paham betul dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing anak, sehingga dek Irul bisa memberikan pendidikan/pelajaran sesuai dengan karakter masing-masing anak.

Tapi memang tak mudah untuk menjalani homeschooling seperti dek Irul dan anak-anaknya. Dibutuhkan disiplin dan motivasi yang kuat agar kegiatan belajar di rumah itu tidak melenceng arahnya. Terus terang saja, aku tak sanggup untuk menjalani seperti apa yang dek Irul lakukan sehingga aku hanya bisa pasrah pada sistem pendidikan formal yang kini dijalani Shasa. Dan terus terang saja, aku salut dengan dek Irul yang sampai saat ini konsisten menjalankan homeschooling untuk anak-anaknya.

10 komentar:

  1. semoga lancar skolahnya ya shasa cantik...

    BalasHapus
  2. Saya saja pusing meski anak saya masih balita
    Entah kedepannya bagaimana dengan nasib sekolah anak saya

    BalasHapus
  3. jadi tertarik juga home schooling ya

    BalasHapus
  4. Mbak Reni dan Shasa apa kabar..? Ah, Shasa sudah besar yaa.. :)

    Aduh mbak Reni, pendidikan di Indonesia yang kerap berubah-ubah ini jadi membuat pusing orangtua ya...

    Vania baru kelas 2SD, entah apa nanti yang akan dia hadapi di SMP dan SMA.. semoga ke depan semakin baik... semoga.. aamiin..

    Semangat selalu, ya Sha...

    BalasHapus
  5. Shasa sekarang mah udah pinter ya Mbak, sudah mandiri pula. Iya salut ya sama Mbak Irul, begimana setiap harinya ya, kepingin live streaming sama beliau

    BalasHapus
  6. semangat Shasa, insyaAllah dimudahkan ya mb Ren

    BalasHapus
  7. itu hebatnya homeschooling mba...Sasha semangaaat yaaaa

    BalasHapus
  8. saya aja sebagai guru bingung sama kurtilas mbak...aku juga pengen homeschooling kalo intan gedhe..tapi ga tau jg suami setuju atau kagag..

    BalasHapus
  9. sekolah harusnya menyenangkan ya, tapi sekarang jadi kurang menyenangkan karena banyak aturan ini itu

    BalasHapus
  10. Pakai kurikulim ini jadi terasa banget dikejar2 materi ya, Mbak Ren.
    Semoga anak2 bisa menikmati, ya. Meski aku yakin ngga gampang.

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)