Taqabbalallahu minna waminkum
Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1434 H.
Mohon Maaf lahir dan bathin
Halo sahabat blogger... Nice to see you again. Akhirnya... setelah beberapa hari fokus dengan Idul Fitri, aku bisa kembali menjenguk rumah mayaku ini. Bagaimana dengan cerita Idul Fitrinya? Pasti seru kan? Aku juga pengen bagi-bagi cerita nih tentang warna-warni Idul Fitri. Ternyata Idul Fitri meninggalkan banyak cerita, bukan sekedar cerita kemacetan di jalan aja lho.
Idul Fitri pasti sangat dinanti, apalagi "budaya" Bangsa Indonesia yang suka kumpul-kumpul dengan keluarga besar. So, semua pastilah tak ingin melewatkan kesempatan emas ini. Demi bisa berkumpul dengan keluarga, apapun akan dilakukan termasuk "pengorbanan" untuk bisa mudik. Demi bisa kumpul keluarga juga, tak jarang muncul "masalah" jika kota tempat tinggal orang tua dan mertua berbeda kota. Namun, meski rumah orang tua dan mertua berada dalam satu kota yang sama pun juga bisa muncul masalah lho.
Aku punya pengalaman pribadi soal ini. Dulu, saat eyang suami-ku masih ada, setiap Idul Fitri kami pasti melewatkan hari pertama Idul Fitri dan sholat Ied bersama keluarga suami di rumah Eyang Jombang. Biasanya kami meluncur kembali ke Madiun pada hari pertama (sore hari) atau hari kedua (pagi hari). Jadi, kami baru berlebaran dengan kedua orang tuaku setelah kami sampai ke Madiun. Biasanya, begitu sampai Madiun, aku dan Shasa akan langsung menginap di rumah orang tuaku, sementara suami pulang ke rumah. Hal itu terjadi selama 14 tahun pernikahan kami, dan selama itu kedua orang tuaku tak pernah protes. Baru pada tahun ini, kami melewatkan Idul Fitri di Madiun saja, karena mertua dan orang tua semua tinggal di Madiun sementara Eyang yang tinggal di Jombang sudah meninggal dunia.
Meski orang tua dan mertua sama-sama tinggal di Madiun, kami harus "adil" membagi waktu untuk keduanya. Aku dan suami membuat kesepakatan bahwa selama liburan Idul Fitri aku dan Shasa menginap di rumah orang tuaku. Suami tetap tinggal di rumah seperti biasa. Setiap pagi, suami akan ke rumah orang tuaku untuk sarapan sekaligus menjemputku dan Shasa dan diajak ke rumah mertua-ku. Kami biasanya berada di rumah mertua sampai sore dan kembali lagi ke rumah orang tuaku. Begitu setiap hari selama liburan Idul Fitri. Dengan begitu, kami bisa tetap berkumpul dengan keluarga besar orang tuaku dan juga mertuaku.
Meski sudah diatur sedemikian rupa, namun tetap saja muncul "masalah". Semua saudara sepupu Shasa "menuntut" agar Shasa selalu ada 24 jam bersama mereka, mumpung mereka berada di Madiun. Namun, Shasa juga harus membagi waktu agar bisa berkumpul dengan keluarga dari pihak Ayahnya dan juga dari pihak Ibunya. Namanya juga anak-anak, mereka maunya bermain terus mumpung bisa kumpul. Tapi karena Eyang Shasa dari kedua belah pihak tinggal di Madiun (berbeda dengan sepupu-sepupunya yang Eyang2nya berbeda kota) maka Shasa mau tak mau harus wira-wiri.
Adikku yang mertuanya tinggal di Solo sempat bingung juga pada Idul Fitri kali ini karena liburan Idul Fitri lebih banyak jatuh pada saat puasa, bukan setelah Idul Fitrinya. Jika dia berangkat ke rumah mertua dulu dan baru berangkat ke Madiun setelah Sholat Ied, itu berarti dia hanya bisa di Madiun selama 3 hari sementara di rumah mertua 6 hari. Jika dia di rumah mertua hanya 5 hari dan di Madiun selama 4 hari, itu berarti dia pulang sebelum berlebaran dengan mertuanya. Setelah berdiskusi dengan suami, akhirnya pada malam takbiran mereka berangkat ke Madiun, jadi mereka melakukan sungkeman dengan mertua sebelum Idul Fitri.
Seorang teman yang tinggal di Palembang lain lagi ceritanya. Dia selama ini tinggal di Palembang bersama dengan mertuanya, sementara orang tuanya tinggal di Magetan. Dia inginnya bisa melewatkan Idul Fitri di Magetan bersama keluarga besar orang tuanya di Magetan alasannya karena sehari-hari dia sudah melewatkan waktu bersama dengan mertuanya di Palembang. Dia ingin bisa berkumpul bersama keluarganya pada hari istimewa itu. Sayangnya, selama ini keinginan itu tak dapat terwujud, karena suaminya tetap menginginkan melewatkan Idul Fitri bersama keluarga besarnya di Palembang. Sementara temanku itu baru bisa mudik ke Magetan beberapa hari setelah Idul Fitri, di saat keluarga besarnya sudah tak lagi berkumpul di Magetan dan sudah pulang ke kota mereka masing-masing.
Cerita seorang teman lain lagi. Suaminya selama ini menuntut agar Idul Fitri hari pertama berada di kota kelahirannya dengan orang tuanya di Tuban. Idul Fitri tahun ini pun mereka ribet karena wira-wiri hanya agar bisa berlebaran hari pertama di Lamongan. Mereka berangkat Jumat (2 Agustus) ke Magelang, rumah orang tua temanku. Kemudian hari Selasa (6 Agustus) mereka berangkat ke Tuban dari Magelang. Setelah sholat Ied dan berlebaran di Tuban, mereka kembali ke Magelang pada hari Kamis (7 Agustus) sore hari. Baru pada hari Sabtu (10 Agustus) mereka kembali ke Madiun.
Begitulah... warna-warni Idul Fitri yang aku ketahui. Keinginan untuk bisa melewatkan hari istimewa bersama keluarga memang perlu untuk dibicarakan oleh setiap pasangan. Jika semua sudah sepakat, tak perlu ada pihak-pihak (khususnya orang tua) yang merasa "dikalahkan" karena tak bisa berkumpul dengan semua anak/menantu/cucu di hari istimewa itu.
Bagaimana denganmu sahabat? Adakah cerita serupa?
Idul Fitri pasti sangat dinanti, apalagi "budaya" Bangsa Indonesia yang suka kumpul-kumpul dengan keluarga besar. So, semua pastilah tak ingin melewatkan kesempatan emas ini. Demi bisa berkumpul dengan keluarga, apapun akan dilakukan termasuk "pengorbanan" untuk bisa mudik. Demi bisa kumpul keluarga juga, tak jarang muncul "masalah" jika kota tempat tinggal orang tua dan mertua berbeda kota. Namun, meski rumah orang tua dan mertua berada dalam satu kota yang sama pun juga bisa muncul masalah lho.
Aku punya pengalaman pribadi soal ini. Dulu, saat eyang suami-ku masih ada, setiap Idul Fitri kami pasti melewatkan hari pertama Idul Fitri dan sholat Ied bersama keluarga suami di rumah Eyang Jombang. Biasanya kami meluncur kembali ke Madiun pada hari pertama (sore hari) atau hari kedua (pagi hari). Jadi, kami baru berlebaran dengan kedua orang tuaku setelah kami sampai ke Madiun. Biasanya, begitu sampai Madiun, aku dan Shasa akan langsung menginap di rumah orang tuaku, sementara suami pulang ke rumah. Hal itu terjadi selama 14 tahun pernikahan kami, dan selama itu kedua orang tuaku tak pernah protes. Baru pada tahun ini, kami melewatkan Idul Fitri di Madiun saja, karena mertua dan orang tua semua tinggal di Madiun sementara Eyang yang tinggal di Jombang sudah meninggal dunia.
Meski orang tua dan mertua sama-sama tinggal di Madiun, kami harus "adil" membagi waktu untuk keduanya. Aku dan suami membuat kesepakatan bahwa selama liburan Idul Fitri aku dan Shasa menginap di rumah orang tuaku. Suami tetap tinggal di rumah seperti biasa. Setiap pagi, suami akan ke rumah orang tuaku untuk sarapan sekaligus menjemputku dan Shasa dan diajak ke rumah mertua-ku. Kami biasanya berada di rumah mertua sampai sore dan kembali lagi ke rumah orang tuaku. Begitu setiap hari selama liburan Idul Fitri. Dengan begitu, kami bisa tetap berkumpul dengan keluarga besar orang tuaku dan juga mertuaku.
Meski sudah diatur sedemikian rupa, namun tetap saja muncul "masalah". Semua saudara sepupu Shasa "menuntut" agar Shasa selalu ada 24 jam bersama mereka, mumpung mereka berada di Madiun. Namun, Shasa juga harus membagi waktu agar bisa berkumpul dengan keluarga dari pihak Ayahnya dan juga dari pihak Ibunya. Namanya juga anak-anak, mereka maunya bermain terus mumpung bisa kumpul. Tapi karena Eyang Shasa dari kedua belah pihak tinggal di Madiun (berbeda dengan sepupu-sepupunya yang Eyang2nya berbeda kota) maka Shasa mau tak mau harus wira-wiri.
Adikku yang mertuanya tinggal di Solo sempat bingung juga pada Idul Fitri kali ini karena liburan Idul Fitri lebih banyak jatuh pada saat puasa, bukan setelah Idul Fitrinya. Jika dia berangkat ke rumah mertua dulu dan baru berangkat ke Madiun setelah Sholat Ied, itu berarti dia hanya bisa di Madiun selama 3 hari sementara di rumah mertua 6 hari. Jika dia di rumah mertua hanya 5 hari dan di Madiun selama 4 hari, itu berarti dia pulang sebelum berlebaran dengan mertuanya. Setelah berdiskusi dengan suami, akhirnya pada malam takbiran mereka berangkat ke Madiun, jadi mereka melakukan sungkeman dengan mertua sebelum Idul Fitri.
Seorang teman yang tinggal di Palembang lain lagi ceritanya. Dia selama ini tinggal di Palembang bersama dengan mertuanya, sementara orang tuanya tinggal di Magetan. Dia inginnya bisa melewatkan Idul Fitri di Magetan bersama keluarga besar orang tuanya di Magetan alasannya karena sehari-hari dia sudah melewatkan waktu bersama dengan mertuanya di Palembang. Dia ingin bisa berkumpul bersama keluarganya pada hari istimewa itu. Sayangnya, selama ini keinginan itu tak dapat terwujud, karena suaminya tetap menginginkan melewatkan Idul Fitri bersama keluarga besarnya di Palembang. Sementara temanku itu baru bisa mudik ke Magetan beberapa hari setelah Idul Fitri, di saat keluarga besarnya sudah tak lagi berkumpul di Magetan dan sudah pulang ke kota mereka masing-masing.
Cerita seorang teman lain lagi. Suaminya selama ini menuntut agar Idul Fitri hari pertama berada di kota kelahirannya dengan orang tuanya di Tuban. Idul Fitri tahun ini pun mereka ribet karena wira-wiri hanya agar bisa berlebaran hari pertama di Lamongan. Mereka berangkat Jumat (2 Agustus) ke Magelang, rumah orang tua temanku. Kemudian hari Selasa (6 Agustus) mereka berangkat ke Tuban dari Magelang. Setelah sholat Ied dan berlebaran di Tuban, mereka kembali ke Magelang pada hari Kamis (7 Agustus) sore hari. Baru pada hari Sabtu (10 Agustus) mereka kembali ke Madiun.
Begitulah... warna-warni Idul Fitri yang aku ketahui. Keinginan untuk bisa melewatkan hari istimewa bersama keluarga memang perlu untuk dibicarakan oleh setiap pasangan. Jika semua sudah sepakat, tak perlu ada pihak-pihak (khususnya orang tua) yang merasa "dikalahkan" karena tak bisa berkumpul dengan semua anak/menantu/cucu di hari istimewa itu.
Bagaimana denganmu sahabat? Adakah cerita serupa?
kalau cerita dari saya, Lebaran tahun ini tidak mudik ke madiun mbak. Hiks-hiks
BalasHapusWow.....seru ya, mbak ngumpul Bareng keluarga besar,.....jadi ngiri nih....
BalasHapusKalo saya tetap jadi org perantauan gak ada ngumpul bareng keluarga, tapi tak apa2 lah.... Teman2 , tetangga dan murid2 sdh cukup meramaikan suasana di rumah..... Jadi ya rame banget hingga malam dan esok harinya
@Yanuar catur >> la... kenapa gak ke Madiun? Trus mudik kemana?
BalasHapus@Hariyanti Sukma >> Tetap ngadain open house spt biasa ya mbak? Masak apa saja kali ini?
minal aidin walfaidzin mbak reni :)
BalasHapusMomen Lebaran yang sangat 'luar biasa', berkesan, penuh dinamika, dan spesial sekali. Bagi yang telah berkeluarga tentu diatur dengan bijak dalam menjalani saat Idul Fitri di tengah-tengah keluarga besar.
BalasHapusMengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1434 H mohon maaf lahir dan batin.
Salam cemerlang!
@Ninda >> maaf lahir batin juga yaa..
BalasHapus@Herdoni Wahyono >> begitulah.. kudu bijak mengatur jadwal untuk ortu dan mertua agar tak ada yang merasa "dikalahkan" hehehe
Mohon maaf lahir dan Batin ya Mbak Reni, :D
BalasHapusHihihihi... iya ya Mba.. Selalu ada kerepotan itu.. Pinginnya bisa ngabisin waktu libur sama-sama seluruh keluarga. Tapi karena gak satu tempat, jadi bingung juga...
BalasHapusAnyway, Mohon maaf lahir batin ya Mba Reni.... Salam buat Suami dan Shasa.. ^_^
Taqabballallahu minna wa
BalasHapusminkum…
Mohon maaf lahir dan batin
ya :)
Minal aidin walfaidzin juga mbaak...
BalasHapuspengalaman kaya gitu mungkin hal yang sering di alami banyak orang, kadang suka di gilir tiap tahun nya apakah tahun skrg mudik di kampung mertua atau orang tua...
beruntung mereka mbak msh punya ortu masing masing yg bisa dikunjungi Saat Lebaran :)
BalasHapusCeritanya memang berwarna-warni. . .
BalasHapusSenang punya saudara banyak ya, Mba. tapi kalau beda kota semuanya punyeeeng. . :)
Maaf lahir batin ya, Mba. :)
klo udah berkeluarga ribet yah Mbak, berbagi nya harus adil seadil-adilnya, hehehh.
BalasHapusklo saya mah gak ada mudik2 tahun ini :D
Until thn ini aku jg hrs bulak balik dr rmh ibuku k rmh mertuaku, mohon maaf lahir & bat in :)
BalasHapusmasih suasana lebaran khan,
BalasHapusjadi nggak apa2 kan kalo aku mohon dimaaafkan lahir batin kalau aku ada salah dan khilaf selama ini,
back to zero again...sambil lirik kiri kanan nyari ketupat....salam :-)
BalasHapusTaqabbalallahu minna waminkum
Selamat Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1434 H.
Mohon Maaf lahir dan bathin ya mbak
Salam :)
idul.fitri.saat.terbaik.untuk.bermaafan
BalasHapusTaqabballallahu minna wa
BalasHapusminkum…
Mohon maaf lahir dan batin
mbakku :)
btw idul fitri memang selaluu ada warna-warni tersendiri, suka dan duka...barakallah
Saya Idul Fitri tetep ndekem di rumah saja mbak Ren..
BalasHapusminal aidzin ya.. salam buat Shasa
Minal Aidin Wal Faizin. Mohon Maaf lahir dan bathin ya bu.
BalasHapusMemang lebaran tahun ini, bagi PNS, liburannya lebih panjang di depan daripada dibelakang. Akibatnya hal ini menjadi sesuatu yang memusingkan bagi mereka yang mau mudik.
lama gk mampir.., dan belum terlambat tuk ngucapin..
BalasHapus“Ƭαqobbαlαllαhu minnαα ωα minkum
(Semogα Alloh menerimα αmαlku dαn αmαl kαliαn).”
Merayakan hari raya bersama keluarga besar tercinta memang bahagiannya tiada dua...
BalasHapusSalam saya Bu Reni
Mohon Maaf Lahir Batin
maaf lahir batin ya mbak
BalasHapuswah menarik ceritanya mbak. memanfaatkan moment lebaran utk berjumpa dgn keluarga. kalo bukan lebaran, jarang ada momen yang tepat ya. paling2 pas liburan.
BalasHapusmohon maaf lahir batin bunda :)
BalasHapushihi
maaf baru mampir lagi :D
biasa, riweuh edisi halal bihalal