Minggu, 06 Juni 2010

Kisah Seorang Mantan Guru Les Tari

Pagi itu, saat aku sedang menyiapkan sarapan pagi di dapur, bel rumahku berbunyi. Suamiku pun segera beranjak ke depan untuk membukakan pintu sementara Shasa sedang menyelesaikan acara mandi paginya. Tak lama kemudian suamiku ke dapur dan mengatakan bahwa tamu itu sedang mencariku.

Terus terang, aku paling sebel kalau ada tamu yang datang pagi-pagi buta, di saat aku sedang sibuk. Pagi hari adalah waktu tersibukku, karena sebelum semua berangkat kerja aku sudah harus menyelesaikan beberapa pekerjaan terutama menyiapkan sarapan. Sebenarnya pagi itu aku tak masuk kantor, karena masih cuti gara-gara aku menderita konjungtivitis kemarin itu, tapi karena kondisi mataku yang masih merah dan bengkak itu maka aku meminta suamiku mengatakan bahwa aku tak bisa menemui tamu itu.

Akhirnya suamiku kembali menemui tamu itu dan mengatakan bahwa aku sedang sakit mata dan tak bisa menemui. Tapi rupanya tamu itu tetap ngotot ingin bertemu denganku. Akhirnya, dengan perasaan dongkol aku mematikan komporku dan bergegas ke kamar untuk ganti baju. Aku penasaran juga siapa sih yang ngotot ingin bertemu denganku pagi-pagi buta begitu dan tetap memaksa bertemu denganku meskipun aku sedang sakit mata..?

Saat aku sampai ke depan, ternyata tamu itu adalah mantan guru  les tariku saat aku masih SMP dulu. Beliau aku minta masuk ke rumah tapi menolak, sehingga kami ngobrol di teras rumah. Pertama kali beliau menanyakan apakah aku masih ingat tarian Surung Dayung, karena menurut beliau tarian itu akan dilestarikan lagi. Aku tak ingat bahwa aku pernah diajari tarian tersebut, tapi beliau ngotot mengatakan bahwa aku pernah diajarinya. Bahkan beliau berkata sudah menemui Tanti, adik kelasku yang juga teman menariku dulu, dan ternyata Tanti juga sudah lupa.

Setelah berbasa-basi sejenak tentang tarian, beliau pun menanyakan apakah aku punya uang untuk dipinjamnya. Kemudian dia menyebutkan sejumlah nominal uang yang bagiku cukup besar. Dengan tak enak hati, aku katakan bahwa aku tak punya uang sebesar itu. Meskipun saat itu tanggal muda, tapi aku dan suami sama-sama belum terima gaji karena kami masih sakit mata sehingga kami belum ada yang masuk kantor. Beliau mengatakan bahwa uang itu akan dipakainya untuk menebus obat suaminya yang terkena strooke. Namun karena aku memang sedang tak mempunyai uang sebanyak itu, aku pun terpaksa tak bisa memberinya pinjaman.

Akhirnya setelah sekali lagi memintaku untuk mengingat Tari Surung Dayung itu, beliau pun berlalu dari rumahku dengan mengayuh sepedanya. Tak lama setelah beliau berlalu, aku segera menelepon Tanti untuk menanyakan apakah benar beliau sudah ke rumah Tanti. Selain itu aku juga penasaran, apakah beliau juga sudah pernah meminjam uang kepada Tanti. Ternyata Tanti terkejut bukan main waktu tahu beliau datang ke rumahku juga. Rupanya selama ini beliau sudah sering meminjam sejumlah uang kepada Tanti, tapi karena Tanti tak punya uang sebesar yang disebutkan oleh beliau, maka Tanti hanya memberi beliau uang sekedarnya, walaupun hal itu ditentang keras oleh Ibunya Tanti.

Tak puas dengan cerita Tanti, aku segera menelepon Ibuku dan menceritakan pengalaman pagi itu lengkap dengan cerita dari Tanti. Kebetulan Ibuku mengenal guru les menariku itu, apalagi usia Ibuku hampir sama dengan usia beliau itu. Dari Ibu aku tahu bahwa ternyata suami dari mantan guru  les menariku itu menikah lagi. Memang, beliau itu tergolong terlambat menikah dan akhirnya menemukan jodohnya seorang pria yang usianya jauh lebih muda. Sepanjang pernikahan itu, beliau tidak dikaruniai anak. Mungkin itu sebabnya suaminya menikah lagi dan dari pernikahan keduanya ini suaminya mendapatkan seorang anak lelaki.

Rupanya, selama ini beliau yang menanggung semua biaya hidup suami beserta istri kedua dan anaknya. Bahkan, anak lelaki yang sering diajaknya bersepeda melewati rumah kami itu ternyata anak dari istri keduanya. Mungkin saja, uang pensiun yang diterimanya sudah tak mampu mencukupi kebutuhan suami beserta anak dan istri keduanya, sehingga beliau terpaksa mondar-mandir kesana kemari untuk mencari pinjaman uang. Walaupun hal itu terpaksa beliau lakukan dengan menceritakan kebohongan dan membuang harga dirinya. Sementara teman-teman seumurnya telah menikmati masa pensiun dalam ketenangan, beliau justru masih harus berpikir untuk bisa bertahan.

Ternyata, hidup tak selamanya indah. Beliau yang dulu keras dan galak, ternyata harus menjalani hari tuanya dengan meminta belas kasihan dari berbagai pihak. Kehidupan beliau yang dulu mudah ternyata kini sudah tak sama lagi. Kisah hidup beliau ini menjadi pelajaran bagiku untuk mengingat bahwa roda itu selalu berputar. Seseorang ada kalanya di atas dan ada kalanya di bawah, tak sepantasnya kita tinggi hati saat sedang di atas. Harapku semoga saja beliau bisa mendapatkan kebahagiaan di hari tuanya. Amien...

31 komentar:

  1. Ya ampun...tega banget suaminya. Cuma bisa ngelus dada, masih ada laki-laki yg ngga gentle kaya gitu.

    BalasHapus
  2. astaghfirullah...

    jahat banget suaminya, udah nikah lagi, gak bertanggung jawab pula,

    mb, tapi aku gak suka istilah mantan guru, bagiku guru adalah guru, gak ada yang mantan, sampai kapanpun, tapi itu hanya pendapatku..

    BalasHapus
  3. iya mba semoga saya juga bisa menyiapkan diri untuk bekal saya dimasa tua nanti.......plus bekal untuk anak saya jika saatnya ia yang "beraksi" dimasanya *wkwkwkwkwk bahasanya*.....

    BalasHapus
  4. Begitu cintanya Ibu itu sama suaminya ya mbak...moga beliau selalu diberi kekuatan dan kesabaran menghadapi cobaan itu...amin

    BalasHapus
  5. Duh Kasihan Ya Guru menarinya Mbak Reni, Moga bahagia deh nantinya..

    BalasHapus
  6. Astaghfirullohal'Adzhiim..

    BalasHapus
  7. kasihan sekali itu bu guru, harusnhya udah istirahat

    BalasHapus
  8. Sungguh tragis kehidupannya. Semoga Allah memberinya jalan keluar. Amien...

    BalasHapus
  9. Sebuah pelajaran hidup yang sangat berharga ya mba...

    * Selamat malam mba Reni ?

    BalasHapus
  10. Begitulah Cinta...
    Deritanya Tiada Akhir... cry....(hehe...)

    Eta teh kumaha salakina. Masih aya keneh salaki siga kitu ... ee... (marah2 ...keluar bahasa asal..)

    BalasHapus
  11. pengaaman adalah guru yang paling berharga :)

    BalasHapus
  12. pastikan kita adalah yang terbaik

    BalasHapus
  13. mampir pagi nih mbak...

    BalasHapus
  14. perjalanan hidup yang penuh lika-liku, semoga ibu di karuniai dan juga suaminya bisa sadar dgn memperbaiki kekeliruannya ..amin

    BalasHapus
  15. astagfirullah..suami yang tidak bertanggung jawab, kenapa tidak minta pisah aja ya Mb..aku rasa itu lebih baik dari pada seperti ini..menikmati masa tua dgn seperti itu..

    Ngomong2 belum sembuh ya Mb..semoga lekas sembuh ya..

    BalasHapus
  16. miris bacanya mbak.. bener mbak, semoga dihari tua nanti, hidup kita ngak sampe harus mengharap belas kasihan orang lain, apalagi untuk menjamin hidup orang lain

    BalasHapus
  17. berkunjung mencari info terbaru
    terima kasih

    BalasHapus
  18. mengingatkan kita ... bahwa selain belas kasihan, kewaspadaan jg perlu diperhatikan

    BalasHapus
  19. aimin,,,
    semoga suaminya sadar,,,
    dan mudah2an aku nanti gak seperti itu

    BalasHapus
  20. Jadi semangat buat membangun kesuksesan, untuk bekal dihari tua

    BalasHapus
  21. aku turut bersimpatik sama nasib mantan guru tari mbak, ternyata hidup memang begitu ya...berubah terus...

    BalasHapus
  22. Sungguh menyedihkan mbak... Demi suami, istri laen dan anak2nya beliau harus begitu. Semoga mendapatkan yg terbaik aja mbak.

    BalasHapus
  23. kisah yang tragis...
    duh suami begini amit2 deh..

    BalasHapus
  24. itulah kehidupan mbak kadang diatas kandang dibawa

    BalasHapus
  25. mengerikan sekali harus hidup dengan cara begitu...g tu hrs simpati atau bagaimana, dilema juga siy...

    BalasHapus
  26. manusia memiliki rejekinya masing-masing kita harus ikhlas, kalo iri hati tidak bagus

    juga perlu bersyukur atas apa yang sudah kita miliki, kita sering melupakan hal ini

    BalasHapus
  27. masih banyak lelaki yang kayak gitu di sunia ini.
    semoga saya gag kayak gt.

    BalasHapus
  28. Cuma bisa berdoa semoga Ibu Guru Tari itu berbahagia, dan Allah membuka pintu hati suaminya yang PEMALAS (menurut gw coz tega banget masa menggantungkan idup kepada istri).

    Semoga kita semua bisa mengambil hikmah dari kejadian itu

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)