Senin, 30 September 2013

Tugas Sekolah dan Tanggung Jawab

Aku baru mampir ke rumah mayanya mbak Mugniar dan membaca tulisannya yang berjudul "Memang Harus Berbagi Tugas Dengannya". Mbak Mugniar menceritakan pengalamannya dan suami dalam membantu anak-anak mereka mengerjakan tugas-tugas sekolah. Urusan prakarya anak-anak yang masih SD lebih sering diselesaikan oleh Mbak Mugniar dan suami. Menurut pengakuan mbak Mugniar, tanpa bantuan orang tua maka prakarya itu nyaris mustahil bisa diselesaikan oleh anak-anak sendiri tepat waktu.

Rupanya, masih menurut mbak Mugniar, hal serupa juga dilakukan oleh wali murid yang lain. Hasilnya adalah [hampir] semua prakarya anak yang terkumpul di sekolah adalah hasil karya orang tua. Hal itu terungkap lewat tulisan mbak Mugniar di blognya seperti di bawah ini :

Pernah, saya dan papanya anak-anak harus sama-sama begadang menyelesaikan dua buah prakarya sekaligus. Keterlaluan kan. Ruang-ruang kelas penuh dengan gantungan dan tempelan hasil karya para orangtua murid.

Jujur, apa yang dilakukan mbak Mugniar dan suami juga kualami. Saat Shasa SD dulu, aku dan suami seringkali direpotkan dengan tugas-tugas prakarya Shasa. Aku ingat saat SD dulu Shasa pernah diminta membuat hiasan dinding yang terbuat dari biji-bijian. Akhirnya, aku yang harus menempelkan aneka macam biji-bijian dan membentuknya menjadi sebuah pemandangan! Suamiku saja saat itu sudah angkat tangan karena tidak telaten, apalagi Shasa. Akhirnya aku harus menyelesaikan prakarya itu sendiri.

Di lain waktu, Shasa mendapat prakarya membuat hiasan dinding (lagi!). Kali ini dengan menempelkan potongan kertas warna-warni yang lebarnya 0,5 cm dan membentuknya menjadi sebuah pemandangan. Betapa repotnya membentuk gambar pemandangan dengan memasang kertas sekecil itu dan membuatnya jadi sebuah gambar pemandangan!

Masih banyak lagi prakarya yang harus dikerjakan Shasa saat SD dulu, dan pada akhirnya aku dan ayahnya yang mengerjakannya. Mungkin benar seperti kata mbak Mugniar pada postingannya itu bahwa melalui prakarya itu diharapkan orangtuanya tergerak untuk peduli dan membantu pendidikan anaknya. Namun sejujurnya itu membebani orang tua juga.

Aku dan mbak Mugniar mungkin masih bisa meluangkan waktu untuk membantu anak-anak mengerjakan tugas sekolah (prakarya) mereka. Kami sama-sama tak tega membiarkan anak mengerjakan sendiri tugasnya yang sepertinya terlalu berat untuk anak seusia mereka. Tanpa bantuan orang tua, hampir mustahil pekerjaan rumah itu mampu diselesaikan sendiri oleh anak-anak.

Bagaimana soal tanggung jawab anak-anak? Bukankah tugas sekolah itu dimaksudkan juga untuk melatih memberikan tanggung jawab pada anak-anak? Apabila ternyata tugas sekolah itu diselesaikan oleh orang tuanya berarti anak-anak tidak menjalankan tanggung jawabnya. Apakah seperti itu?

Jika tugas sekolah yang diberikan sekolah sesuai dengan tingkat kemampuan anak-anak, aku setuju untuk menyerahkan sepenuhnya untuk diselesaikan sendiri oleh anak-anak. Tapi jika tugas sekolah itu jauh di atas kemampuan anak-anak, apakah orang tua akan lepas tangan tanpa membantunya? Bagaimana jika tugas sekolah itu tak mampu diselesaikan oleh anak-anak, sehingga mereka jadi takut masuk sekolah? Apakah jika terjadi seperti itu yang disalahkan orang tua yang dianggap tidak peduli dengan pendidikan anak? Apakah sekolah mau disalahkan karena memberikan tugas yang jauh di atas kemampuan anak?

Jika memang ingin mengajarkan tanggung jawab pada anak-anak, harusnya sekolah memberikan tugas seusai dengan tingkat kemampuan anak-anak. Itu menurutku....

Namun, sepanjang bulan Agustus kemarin aku 'terusik' oleh sebuah tayangan 'layanan masyarakat'. Dalam tayangan itu diceritakan seorang anak laki-laki yang bercerita pada ibunya bahwa anak-anak diharuskan mengenakan baju yang bercirikan Indonesia. Hal itu dimaksudkan untuk merayakan HUT Republik Indonesia. Ibunya pun memberikan usul agar anaknya membuat baju Burung Garuda, karena Burung Garuda adalah lambang negara.

Yang kemudian terjadi adalah sang anak sibuk sendiri menggunting kain untuk dijadikan bulu-bulu Burung Garuda. Saat sang Ibu melongok ke kamarnya untuk meminta sang anak tidur karena sudah malam, sang anak menolak karena masih sibuk menjahitkan helai demi helai bulu-bulu Burung Garuda itu ke sebuah kaos coklat. Akhirnya saat jam 10 malam sang Ibu masuk ke kamar anaknya, sang anak terlihat tertidur kecapekan dalam posisi duduk dan masih memegang bajunya yang belum jadi.

Keesokan harinya di sekolah, sang anak menangis di depan kelas waktu bercerita pada Ibu Guru bahwa bajunya belum jadi. Bulu-bulu yang terpasang jumlahnya belum sesuai dengan bulu Burung Garuda seperti lambang negara. Akhirnya, Ibu Guru pun menanyakan pada murid-murid yang lain, siapa yang mau membantu anak tersebut memasangkan bulu-bulu yang belum selesai.

Ingat tidak tayangan 'layanan masyarakat' itu? Saat itu, aku berpikir bahwa mungkin harus seperti itulah orang tua membiarkan anak menyelesaikan tanggung jawabnya sendiri. Tanpa dibantu sama sekali! Aku sempat juga berpikir bahwa mungkin apa yang aku dan suami lakukan dulu dengan membantu tugas prakarya Shasa waktu SD adalah tindakan yang salah!

Namun, setelah membaca tulisan mbak Mugniar tersebut... aku merasa lega! Aku merasa ada teman yang berpikiran sama denganku. Kini aku tak lagi terusik dengan tayangan 'layanan masyarakat' yang dulu sempat mengusik-ku itu.

37 komentar:

  1. tetangga saya juga sering heboh sendiri karna harus menyelesaikan tugas anaknya. Kalo jaman saya dulu ya dikerjain sendiri, malah sering di ejekin temen. Katanya hasil karya saya bagus pasti dibikinin ibuknya hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, aku dan suami sering heboh juga seperti itu. Di saat Shasa sudah tertidur kelelahan, aku dan ayahnya masih harus berjibaku menyelesaikan prakaryanya. Tentu saja sambil mikir kenapa juga anak2 SD dapat prakarya yang rumit spt itu.

      Hapus
  2. Jaman saya sekolah, saya tak pernah merepotkan orang tua untuk bantu saya mengerjakan prakarya, tapi ketika saya jadi orang tua, saya hampir selalu mengerjakan prakarya anak saya Mbak.
    Saya kurang tau persisi, ini karena tugas yang terlalu banyak ataukah saya yang salah mendidik anak sehingga lambat mandiri...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itulah yang terjadi juga padaku Pak Mars.
      Kalau aku pikir bukan karena anaknya yang belum mandiri tapi karena beban prakarya itu tidak mampu diselesaikan sendiri oleh anak2 tepat waktu... apalagi masih ditambah dengan adanya tugas2 sekolah lainnya. Rasanya kok anak SD saja tiap hari selalu kecapekan mengerjakan tugas sekolah ya?

      Hapus
  3. Jadi serba salah memang ya mbak. Rasanya lebih mudah zaman saya SD dulu. Dulu kalo ada tugas, saya dibantu bapak tapi saya masih bisa mengerjakannya .. eh .. kecuali waktu belajar bikin kruistik di kelas 3 SD ... mana belajarnya pake dimarah2in Ibu lagi :D

    Saya dilema .. soalnya kalo gak dibantu ya model gurunya seperti itu. Dan bakal pengaruh ke nilai anak. Nanti pun dia marah kalo melihat teman2nya yang lain punya prakarya cantik2. Kalo dibantu ya ... koq gak ada gunanya?

    Untungnya di kelas 5 dan 6 sulung saya tidak perlu lagi ribet begitu. Anak kedua saya pun tak saya sekolahkan di SD yang sama dengan kakaknya. Sekarang prakarya yang diminta gurunya masih lebih logis. RUpanya ini terjadi di banyak tempat ya mbak.

    MEmang beban pendidikan anak2 sekarang makin berat. Saya bingung dengan pemerintah. Apa itu lantas jadi jaminan bahwa mutu anak2 sekarang akan lebih baik dari anak2 jaman dulu? Kan tidak juga. Dulu kita lebih fun, lebih banyak waktu buat bermain tapi toh tak menjadikan kita generasi yang bodoh?

    Kayak pelajaran Bhs Inggris, anak sulung saya sekarang duduk di bangku SMP (kelas 1), bbrp hari yl dia bilang, "Ma, kenapa Bahasa Inggrisnya begitu?
    "Begitu bagaimana?" tanya saya.
    "Sama dengan waktu di SD," jawabnya.

    Lah ... kalo sama ngapain anak2 sejak kelas 1 dan 2 SD disuruh belajar bahasa Inggris? Anak2 dulu kan belajarnya sejak SMP tapi tidak juga bodoh kan? Trus memang pelajaran bahasa Inggrisnya anak SD kalo saya liat, koq sama dengan pelajaran saya waktu SMP, tidak lantas menjadi jauh lebih mudah?

    Berat dan aneh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku dulu waktu SD juga pernah disuruh buat rajutan mbak. Aku lembur sampe malam tapi gak jadi, malah aku yg tertidur karena kecapekan. Tapi pagi harinya waktu aku bangun... rajutan itu telah diselesikan oleh Ibuku. Rupanya beliau tak tega melihatku yang bersusah payah mengerjakan prakarya itu namun tak juga berhasil menyelesaikannya.

      Memang pengalamanku selama ini, khususnya sewaktu Shasa masih SD, jenis prakarya / pekerjaan tangan yang diberikan bener2 sulit. Aku aja sebagai orang tua kesulitan utk menyelesaikannya, apalagi Shasa. Namun, semenjak SMP ini Shasa sudah jauh lebih mandiri dan lebih mampu mengerjakan tugas-tugas prakarya yang dibebankan kepadanya.

      Soal Bahasa Inggris kelas 1 SMP yang seperti itu apa karena kurikulum baru ya mbak? Kan saat ini anak2 kelas 7 sudah mulai menjalani kurikuluk 2013? Jadi mungkin bobot materi sudah 'dikurangi' sehingga terkesan mengulang pelajaran saat SD dulu. Tapi, aku tidak tahu juga sih apa bener seperti itu.

      Hapus
    2. Mungkin ya mbak ...karena di SD kan sekarang mau ditiadakn ya ... tapi anak saya yang SD masih ada tuh bhs Inggrisnya. Gpp sih menurut sy asal tdk membebani ...

      Hapus
    3. Oya? Bahasa Inggris di SD mau ditiadakan? Wah baru tahu aku mbak... Aku juga sepakat selama tidak membebani murid2 :)

      Hapus
    4. Ada beberapa tuh mbak yang mau dikurangi di SD ... tapi penerapannya masih penjajakan ...

      Hapus
    5. Nah aku baru tahu soal pengurangan materi pelajaran SD itu.
      Aku sih setuju aja jika dikurangi karena beban anak2 SD sekarang berat juga.

      Hapus
  4. Saya rasa jaman sekarang dengan jaman kita SD dulu berbeda banget ya Mbak, karena kemandirian jaman dulu sangat terasa sekali sampai sekarang.Namun demikian bukan berarti anak sekarang kurang mandiri, melainkan tugas-tugas yang diberikan sekolah anak sekarang jauh lebih banyak, waktunya singkat bla bla bla. Belum lagi kegiatan anak-anak sekarang jauh lebih banyak menyita waktu dibanding jaman kita dulu.

    Yang saya ingat, dulu kalo tugas yang diberikan sekolah paling tidak jaraknya seminggu atau lebih dari itu. Dan belajarnyapun nggak serumit jaman sekarang. bahkan sangat jarang ada anak yang belajar jaman dulu, kebanyakan mengandalkan daya ingat. Selebihnya, anak-anak menikmati dunianya bermain, kalo malam mengaji di mushola dan sewaktu-waktu membantu orang tua. Bahkan saya dulu punya kesempatan membatu menggembalakan kerbau. Jadi tanggung jawab sekolah, tugas di rumah, bermain dan mengaji bisa kita jalankan dengan nyaman. Nggak ada waktu untuk nonton tipi (emang nggak punya), nggak ada waktu untuk berhapean (emang belum jamannya), nggak ada waktu ngenet (apalagi)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya Pak, memang jaman dulu dan sekarang jauh berbeda. Aku dulu juga masih sempat bermain dan punya banyak waktu baca2 buku atau majalah.

      Sementara Shasa sekarang tiap hari sibuk dengan pekerjaan rumah dan les. Apalagi sekarang godaan utk anak2 memang besar seperti TV, HP dan komputer ya pak... hehehe

      Hapus
  5. berbagi tugas itu harus ya mbak, walaupun porsik lebih besar tapi setidaknya suami mau dimintai bantuan kalau ada tugas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bener mbak... memang jauh lebih mudah jika suami mau membantu.

      Hapus
  6. Iya saya juga perna terlibat dlm tugas sekolah yoga, tapi saya berusaha agar dia dulu mengerjakan semampunya. Iya tuh hampir semua guru memberikan tugas tambahan, Kalo saya berusaha menimalis PR utk siswa saya, krn jam pulangnya aja sudah sore, kasihan mereka.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selama tugas sekolah (prakarya) itu bisa dikerjakan sendiri oleh Shasa aku juga akan melepasnya mbak, cuma waktu SD dulu seringnya prakarya yang harus dikumpulkan anak2 itu kok ya susah2 banget ya?
      Enak kalau semua guru pengertian seperti mbak Sukma jadi ga ada murid2 yang tertekan dan keberatan dg tugas2 sekolahnya

      Hapus
  7. iklan yg mana tu Mbak?? belum pernah lihat keknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepertinya iklan tayangan masyarakat itu sudah tayang deh.
      Kayaknya hanya tayang pas Agustus kemarin dalam rangka HUT RI

      Hapus
  8. Jika demikian ...
    menurut pendapat saya ... Tugasnya yang harus disesuaikan ...
    seharusnya tugas yang diberikan harus bisa dibuat oleh anak seusia sekolah
    *tergantung perkembangan motorik anak-anak"

    Salam saya Bu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah aku setuju sama Om Nh... emang harusnya tugas prakarya itu disesuaikan dengan kemampuan anak, perkembangan motoriknya. Dengan begitu orang tua gak perlu lagi membantu anak2 mengerjakan prakarya itu ya Pak :)

      Hapus
  9. Dan satu lagi ...
    Berkaitan dengan iklan itu ...
    Ini salah satu tugas yang menurut saya masih terlalu berat untuk dikerjakan oleh anak seusia tokoh iklan itu ...
    (ini tugas agak berlebihan)

    Idenya sih saya suka banget ...

    (tapi kalau tokohnya anak SMP mungkin saya bisa mengerti ...)

    Salam saya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk iklan itu... justru sang Ibu yang mengusulkan sang anak membuat dan memakai baju Burung Garuda
      Dan si anak "mengeksekusi" sendiri ide dari ibunya itu
      Padahal teman2 lainnya datang ke sekolah dengan menggunakan baju adat di nusantara yang bisa didapatkan dari nyewa di salon2
      Jadi, anak itu tampil berbeda sendiri di sekolah

      Hapus
  10. Kami sebatas menemani dan membantu apabila anak minta tolong, dan alhamdulillah, anak-anak lebih suka kerja sendiri hanya minta pendapat saja. Kami selalu menekankan tugas atau pr dari guru hendaknya dikerjakan semaksimal mungkin dan catat yang tidak bisa, tanyakan nanti kegurunya. Yang penting dikerjakan tentang hasil tidak harus sempurna.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selama ini yan banyak aku dan ayahnya bantu mengerjakan adalah tugas2 prakarya Pak. Entah mengapa tugas2 prakarya itu kok rasanya terlalu sulit dikerjakan oleh anak2 seusia Shasa saat itu. Kalau utk tugas sekolah lainnya (PR matapelajaran) biasanya dikerjakan sendiri oleh Shasa

      Hapus
  11. Waktu Fauzan kls 1 SD, saya masih suka bantu kalau ada tugas prakarya. Kelas 2 SD, malah gurunya yang langsung meminta saya untuk membuat prakarya, karena dia tau kalau saya suka gunting2 kertas, hehehe.
    Masih di kelas 2, Fauzan pernah tidak saya buatkan tugas prakaryanya, karena ngga mungkin di kerjain anak seumurnya. Dan saya bilang ke gurunya dan untungnya mau mengerti. Tidak sampai mengurangi nilai Fauzan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jadi memang benar ya mbak... banyak anak2 yang mendapatkan prakarya yang jauh di atas kemampuan mereka....
      Kenapa ya seperti itu? Apakah kurikulum yang menuntut anak2 bisa membuat prakarya2 itu?

      Hapus
  12. biasanya kl ada tugas prakarya, sy suka minta anak2 untuk mengerjakan dulu. Nanti baru saya atau ayahnya yg bantuin kl mrk ada kesulitan.

    Dan ttg iklan itu, kl aja semua guru pengertian kyk di iklan itu. Masalahnya ada juga guru yg gak peduli usaha yg dilakukan anak. Pokoknya hrs selesai sesuai waktu yg ditentukan, kl enggak bakal ada sanksi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sebenarnya saat2 itu sih Shasa juga bantu mbak... cuma bantuannya gak berarti. Paling2 bantuin gunting2, nyiapkan alat2... yang lebih banyak sih nemenin aja... hahaha...

      Hapus
  13. Waktu SD dulu, sering jg dapet tugas prakarya mbak, tapi aku mengerjakannya sendiri, suka soalnya, dan orang tuaku ga mgkn bantuin jg sih, repot sama adik2 hihihihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah hebat nih, gak ngerepotin orang tua.

      Hapus
  14. Kadang anakku malah udah tidur, akunya masih lembur heuheuheu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah berarti tambah satu lagi kan yang sibuk ngerjain prakarya anaknya hehehe

      Hapus
  15. Jadi inget masa kecil nich saya hehehe :)

    Masa-masa paling indah, masa-masa di sekolah :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lo.. kok malah nyanyi? hehehe...
      Soalnya baca tulisan itu aku jadi ingat syair lagu.

      Hapus
  16. Wah tugas sekolah mesti bikin sendiri dong, yang jujur :D

    Selamat Iedul Adha, dan selamat liburan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, aku juga maunya spt itu... tapi mau gimana lagi? Saat anak sudah kelelahan dg tugas2 sekolah lainnya, sementara prakarya yang terhitung sulit utk anak seumurannya tetap harus dikumpulkan (dalam waktu mepet) mau tak mau orang tua harus turun tangan, jika tak ingin nilai anaknya dikurangi.

      Hapus
  17. memang anak sekarang mesti di dampingi terus kalau belajar... tidak mau belajar sendiri

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)