Judul : For Better or Worse
Penulis : Christina Juzwar
Penerbit : PT Bentang
Cetakan : Pertama (Agustus 2013)
Tebal : viii + 352 halaman
ISBN : 978-602-7888-56-2
Harga : Rp. 59.000
Rumah tangga yang dibina Martin dan July berjalan dengan sempurna dan menyenangkan. Suami dengan pekerjaan yang mapan, istri yang mengabdikan diri sepenuhnya untuk keluarga, dua anak (cowok dan cewek) yang manis, sehat dan pintar.
Namun, tak selamanya kehidupan berjalan mulus dan tanpa kendala. Kedamaian dan kenyamanan rumah tangga mereka terhempas akibat berita buruk : Martin kena PHK! Tumbangnya tiang penyangga ekonomi keluarga membuat kehidupan rumah tangga mereka tak lagi sama. Kecemasan, kegamangan dan ketidakberdayaan membuat hidup mereka tak lagi terasa tenang dan nyaman.
Kondisi rumah tangga mereka kian memburuk saat Martin tak kunjung mendapatkan pekerjaan baru. Hal itu membuat Martin mulai frustrasi dan berubah perangainya. Dia yang semula ayah yang hangat dan penuh cinta pada kedua buah hatinya berubah menjadi ayah yang kasar dan cuek. Martin juga berubah menjadi suami yang dingin dan temperamental.
Ketegangan demi ketegangan dan pertengkaran demi pertengkaran membuat rumah tangga mereka kian memburuk. Ernest anak pertama mereka jadi berubah menjadi kian pendiam dan mulai bertindak agresif di sekolah. Sementara Emilia anak bungsu mereka juga kian banyak tingkah yang memancing kemarahan orang lain.
Keadaan yang kian sulit dari hari ke hari membuat July nekad untuk mencari pekerjaan, meskipun Martin melarangnya. Saat akhirnya July mendapatkan pekerjaan ternyata keadaan rumah tangga mereka tak menjadi lebih baik. Martin yang tak rela July bekerja benar-benar lepas tangan dan tak mau membantu kesulitan July mengurus rumah tangga dan anak-anak mereka. July harus rela pontang-panting membagi waktunya untuk bekerja dan mengurus keluarganya.
Keberadaan Vincent, bos sekaligus mantan pacar July saat kuliah dulu, membuat Martin semakin marah dan menuntut July untuk segera mundur dari pekerjaannya. Sementara Vincent, yang masih sangat mencintai July dan masih sangat berharap July kembali padanya, tak henti menunjukkan perhatian dan kepeduliannya untuk menarik kembali hati July padanya. Kelembutan dan perhatian Vincent itu mau tak mau membuat July merasa menemukan tempat yang nyaman untuk mencurahkan segala beban hidupnya.
Puncaknya, July tak dapat lagi menahan semua kepedihan hatinya saat menyaksikan kemesraan Martin dengan seorang wanita. Jika sebelumnya July selalu berusaha untuk mengalah dan memahami beratnya beban yang dipikul Martin, maka kali ini kesabaran July sudah habis. Jika sebelumnya July bisa memaafkan segala perbuatan dan kata-kata kasar Martin yang menyakitkan, namun kali ini berat bagi July untuk memaafkan Martin.
Menarik untuk menyimak bagaimana akhir dari badai yang menerjang rumah tangga Martin dan July. Akankah Vincent dapat memenangkan kembali hati July? Akankah July mau memaafkan dan menerima kembali Martin?
Pada awal aku membaca novel ini aku sudah tersenyum-senyum sendiri membaca kehebohan rumah tangga Martin dan July di pagi hari. Karena kisah yang menjadi pembuka cerita itu membuatku ingin berkata, "oh yeah... aku pun begitu!" saat menghadapi rutinitas kehebohan di pagi hari.
Aku (dan mungkin semua wanita yang berstatus "ibu") akan sependapat dengan aku (dan July) bahwa pagi hari adalah momen paling "kacau" sepanjang hari. Saat semua harus bergegas memulai aktivitas pagi, teriakan, kehebohan, kepanikan, dan lain-lain selalu saja muncul hal-hal yang mampu membuat kita geleng-geleng kepala atau malah kadang emosi.
Saat July mengalami kerepotan membagi waktu untuk pekerjaan dan urusan rumah tangga (misal membantu mengerjakan PR) sekali lagi aku ingin berkata, "oh yeah... aku pun begitu!" Itu sebabnya, aku merasa tokoh July dalam novel ini begitu nyata karena problem yang dihadapinya tak jauh beda dariku (dan kebanyakan wanita lainnya).
Masalah yang diangkat dalam novel ini juga bukan masalah yang "diawang-awang". Siapa saja bisa mengalami masalah seperti yang dihadapi Martin, atau mungkin sudah banyak yang mengalaminya. Meski suamiku tak punya pengalaman di-PHK seperti Martin, aku merasa bahwa mungkin saja reaksiku tak jauh berbeda dari July. Dan, aku ngeri membayangkan jika suamiku berubah perangainya seperti Martin akibat beratnya beban menjadi korban PHK.
Membaca novel karya Christina Juzwar ini membuatku merenung, bahwa sejatinya tak ada rumah tangga yang tak lepas dari masalah. Semua pasti punya masalah, hanya saja masalah yang dihadapi berbeda-beda. Reaksi yang muncul dari munculnya masalah itupun pasti akan berbeda-beda pula. Tak banyak yang pada akhirnya memilih untuk bercerai, bahkan sepertinya pilihan untuk bercerai kian trend saja akhir-akhir ini. Buktinya, angka perceraian meningkat dari tahun ke tahun.
Sementara bagi yang memilih bertahan, tentu saja harus siap dengan segala "resiko"nya. Setiap masa kelam tentu saja akan sangat berat dilalui, dan bagi yang memilih bertahan harus memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Selain itu, perlu ada keyakinan bahwa "badai pasti berlalu". Meskipun kelak badai itu meninggalkan banyak kerusakan, namun semuanya dapat dibangun kembali, meski harus mulai dari nol lagi.
Novel ini mengajarkan bahwa setiap pilihan harus dipertimbangkan dengan matang. Pilihan jangan diambil berdasarkan emosi semata. Pilihan yang diambil harus mempertimbangkan banyak hal. Jika pilihan bertahan justru tak memberikan perbaikan dan malah meninggalkan kepedihan yang kian mendalam, maka pilihan untuk berpisah mungkin tak dapat dielakkan. Namun, jika muncul penyesalan serta tekad untuk berubah memperbaiki diri sudah mulai terlihat, maka pilihan bertahan dan memberikan "kesempatan kedua" dapat dipertimbangkan.
Salut pada penulisnya yang mampu menyajikan masalah "kuno" (PHK dan kisruh rumah tangga) menjadi kisah yang menarik. Menjadi sebuah nilai plus saat penulisnya mampu dengan cerdik menyelipkan pesan moral di dalam cerita yang diusungnya. Tak salah jika di awal novelnya, penulis menuliskan quote dari Ruth Bell Graham "a good marriage is the union of two good forgivers".
Bagi yang sering mampir dan membaca review buku yang aku buat pasti sudah hafal bahwa aku sering terganggu masalah editing, khususnya kesalahan ketik. Nah, untuk kali ini aku harus mengacungkan jempol karena dari novel ini aku tak menemukan kesalahan ketik. Ketikannya benar-benar rapi jali sehingga aku tak perlu merasa terganggu dalam membacanya #applaus. Hanya..., aku agak janggal dengan penyebutan "jomlo" untuk menunjukkan status single tanpa pendamping. Soalnya, yang aku tahu sebutannya bukan jomlo tapi jomblo. CMIIW
Soal sampul bukunya cantik banget menurutku. Warnanya dan desainnya keren. Simpel tapi manis. Dan, aku suka sekali dengan kalimat (sub judul?) yang tercetak di sampulnya : "aku tak yakin perasaanku masih sama seperti dahulu". Terus terang saja, hadirnya kalimat itu di sampul depan justru membuatku penasaran untuk segera tahu isi novel itu untuk menemukan jawaban mengapa kalimat itu bisa muncul!
Terlepas dari semua hal yang aku suka pada novel ini, ada satu hal kecil yang menurutku agak dipaksakan dan terkesan lucu. Soal nama tokoh-tokohnya! Mari kita lihat, tokoh utama kita adalah Martin dan July dan kedua anak mereka bernama Ernest dan Emilia (kedua anak mereka berawalan dengan huruf "E"). Kemudian kakak July bernama Jeni dan suaminya bernama Markus, sementara kedua anak mereka bernama Jessie dan Jeinita (keduanya berawalan dengan huruf "J"). Aneh aja saat kakak adik (yang berinisial sama) bersuamikan lelaki yang juga berinisial sama, July-Martin dan Jeni-Markus. Dan, apakah anak-anak harus selalu memiliki inisial yang sama? Oke... itu hanya opiniku saja sih, dan sama sekali gak mengganggu keasyikan cerita yang dibangun penulisnya.
Oya, baru kali ini aku tahu (dan baca) ada novel yang genre-nya momlit, kalau teenlit dan chicklit sih sudah familiar sih. Atau... jangan-jangan aku yang kudet nih (^_^)
Follow my blog with Bloglovin
Namun, tak selamanya kehidupan berjalan mulus dan tanpa kendala. Kedamaian dan kenyamanan rumah tangga mereka terhempas akibat berita buruk : Martin kena PHK! Tumbangnya tiang penyangga ekonomi keluarga membuat kehidupan rumah tangga mereka tak lagi sama. Kecemasan, kegamangan dan ketidakberdayaan membuat hidup mereka tak lagi terasa tenang dan nyaman.
Kondisi rumah tangga mereka kian memburuk saat Martin tak kunjung mendapatkan pekerjaan baru. Hal itu membuat Martin mulai frustrasi dan berubah perangainya. Dia yang semula ayah yang hangat dan penuh cinta pada kedua buah hatinya berubah menjadi ayah yang kasar dan cuek. Martin juga berubah menjadi suami yang dingin dan temperamental.
Ketegangan demi ketegangan dan pertengkaran demi pertengkaran membuat rumah tangga mereka kian memburuk. Ernest anak pertama mereka jadi berubah menjadi kian pendiam dan mulai bertindak agresif di sekolah. Sementara Emilia anak bungsu mereka juga kian banyak tingkah yang memancing kemarahan orang lain.
Keadaan yang kian sulit dari hari ke hari membuat July nekad untuk mencari pekerjaan, meskipun Martin melarangnya. Saat akhirnya July mendapatkan pekerjaan ternyata keadaan rumah tangga mereka tak menjadi lebih baik. Martin yang tak rela July bekerja benar-benar lepas tangan dan tak mau membantu kesulitan July mengurus rumah tangga dan anak-anak mereka. July harus rela pontang-panting membagi waktunya untuk bekerja dan mengurus keluarganya.
Keberadaan Vincent, bos sekaligus mantan pacar July saat kuliah dulu, membuat Martin semakin marah dan menuntut July untuk segera mundur dari pekerjaannya. Sementara Vincent, yang masih sangat mencintai July dan masih sangat berharap July kembali padanya, tak henti menunjukkan perhatian dan kepeduliannya untuk menarik kembali hati July padanya. Kelembutan dan perhatian Vincent itu mau tak mau membuat July merasa menemukan tempat yang nyaman untuk mencurahkan segala beban hidupnya.
Puncaknya, July tak dapat lagi menahan semua kepedihan hatinya saat menyaksikan kemesraan Martin dengan seorang wanita. Jika sebelumnya July selalu berusaha untuk mengalah dan memahami beratnya beban yang dipikul Martin, maka kali ini kesabaran July sudah habis. Jika sebelumnya July bisa memaafkan segala perbuatan dan kata-kata kasar Martin yang menyakitkan, namun kali ini berat bagi July untuk memaafkan Martin.
Menarik untuk menyimak bagaimana akhir dari badai yang menerjang rumah tangga Martin dan July. Akankah Vincent dapat memenangkan kembali hati July? Akankah July mau memaafkan dan menerima kembali Martin?
*****
Pada awal aku membaca novel ini aku sudah tersenyum-senyum sendiri membaca kehebohan rumah tangga Martin dan July di pagi hari. Karena kisah yang menjadi pembuka cerita itu membuatku ingin berkata, "oh yeah... aku pun begitu!" saat menghadapi rutinitas kehebohan di pagi hari.
Aku (dan mungkin semua wanita yang berstatus "ibu") akan sependapat dengan aku (dan July) bahwa pagi hari adalah momen paling "kacau" sepanjang hari. Saat semua harus bergegas memulai aktivitas pagi, teriakan, kehebohan, kepanikan, dan lain-lain selalu saja muncul hal-hal yang mampu membuat kita geleng-geleng kepala atau malah kadang emosi.
Saat July mengalami kerepotan membagi waktu untuk pekerjaan dan urusan rumah tangga (misal membantu mengerjakan PR) sekali lagi aku ingin berkata, "oh yeah... aku pun begitu!" Itu sebabnya, aku merasa tokoh July dalam novel ini begitu nyata karena problem yang dihadapinya tak jauh beda dariku (dan kebanyakan wanita lainnya).
Masalah yang diangkat dalam novel ini juga bukan masalah yang "diawang-awang". Siapa saja bisa mengalami masalah seperti yang dihadapi Martin, atau mungkin sudah banyak yang mengalaminya. Meski suamiku tak punya pengalaman di-PHK seperti Martin, aku merasa bahwa mungkin saja reaksiku tak jauh berbeda dari July. Dan, aku ngeri membayangkan jika suamiku berubah perangainya seperti Martin akibat beratnya beban menjadi korban PHK.
Membaca novel karya Christina Juzwar ini membuatku merenung, bahwa sejatinya tak ada rumah tangga yang tak lepas dari masalah. Semua pasti punya masalah, hanya saja masalah yang dihadapi berbeda-beda. Reaksi yang muncul dari munculnya masalah itupun pasti akan berbeda-beda pula. Tak banyak yang pada akhirnya memilih untuk bercerai, bahkan sepertinya pilihan untuk bercerai kian trend saja akhir-akhir ini. Buktinya, angka perceraian meningkat dari tahun ke tahun.
Sementara bagi yang memilih bertahan, tentu saja harus siap dengan segala "resiko"nya. Setiap masa kelam tentu saja akan sangat berat dilalui, dan bagi yang memilih bertahan harus memiliki tingkat kesabaran yang tinggi. Selain itu, perlu ada keyakinan bahwa "badai pasti berlalu". Meskipun kelak badai itu meninggalkan banyak kerusakan, namun semuanya dapat dibangun kembali, meski harus mulai dari nol lagi.
Novel ini mengajarkan bahwa setiap pilihan harus dipertimbangkan dengan matang. Pilihan jangan diambil berdasarkan emosi semata. Pilihan yang diambil harus mempertimbangkan banyak hal. Jika pilihan bertahan justru tak memberikan perbaikan dan malah meninggalkan kepedihan yang kian mendalam, maka pilihan untuk berpisah mungkin tak dapat dielakkan. Namun, jika muncul penyesalan serta tekad untuk berubah memperbaiki diri sudah mulai terlihat, maka pilihan bertahan dan memberikan "kesempatan kedua" dapat dipertimbangkan.
Salut pada penulisnya yang mampu menyajikan masalah "kuno" (PHK dan kisruh rumah tangga) menjadi kisah yang menarik. Menjadi sebuah nilai plus saat penulisnya mampu dengan cerdik menyelipkan pesan moral di dalam cerita yang diusungnya. Tak salah jika di awal novelnya, penulis menuliskan quote dari Ruth Bell Graham "a good marriage is the union of two good forgivers".
Bagi yang sering mampir dan membaca review buku yang aku buat pasti sudah hafal bahwa aku sering terganggu masalah editing, khususnya kesalahan ketik. Nah, untuk kali ini aku harus mengacungkan jempol karena dari novel ini aku tak menemukan kesalahan ketik. Ketikannya benar-benar rapi jali sehingga aku tak perlu merasa terganggu dalam membacanya #applaus. Hanya..., aku agak janggal dengan penyebutan "jomlo" untuk menunjukkan status single tanpa pendamping. Soalnya, yang aku tahu sebutannya bukan jomlo tapi jomblo. CMIIW
Soal sampul bukunya cantik banget menurutku. Warnanya dan desainnya keren. Simpel tapi manis. Dan, aku suka sekali dengan kalimat (sub judul?) yang tercetak di sampulnya : "aku tak yakin perasaanku masih sama seperti dahulu". Terus terang saja, hadirnya kalimat itu di sampul depan justru membuatku penasaran untuk segera tahu isi novel itu untuk menemukan jawaban mengapa kalimat itu bisa muncul!
Terlepas dari semua hal yang aku suka pada novel ini, ada satu hal kecil yang menurutku agak dipaksakan dan terkesan lucu. Soal nama tokoh-tokohnya! Mari kita lihat, tokoh utama kita adalah Martin dan July dan kedua anak mereka bernama Ernest dan Emilia (kedua anak mereka berawalan dengan huruf "E"). Kemudian kakak July bernama Jeni dan suaminya bernama Markus, sementara kedua anak mereka bernama Jessie dan Jeinita (keduanya berawalan dengan huruf "J"). Aneh aja saat kakak adik (yang berinisial sama) bersuamikan lelaki yang juga berinisial sama, July-Martin dan Jeni-Markus. Dan, apakah anak-anak harus selalu memiliki inisial yang sama? Oke... itu hanya opiniku saja sih, dan sama sekali gak mengganggu keasyikan cerita yang dibangun penulisnya.
Oya, baru kali ini aku tahu (dan baca) ada novel yang genre-nya momlit, kalau teenlit dan chicklit sih sudah familiar sih. Atau... jangan-jangan aku yang kudet nih (^_^)
Follow my blog with Bloglovin
mba..ini review ya? jujur aku sedang belajar membedakan resensi dg review :) coba buat resensi dan kirim ke korjak mba..buku ini bisa diedit dan dipoles lg jd resensi lalu kirim deh..
BalasHapusIya mbak Ketty, ini review novel (momlit) For Better or Worse.
HapusTulisanku sudah ada yang pernah dimuat di Korjak mbak dan kemarin aku juga sudah buat resensi yang kemarin aku kirim ke Korjak juga.
keren ya mba Reni..kirim terus deh mba..biar buku2 cepat laku :)
Hapusbetewe habis kirim resensi buku apa mbak? (barangkali sama hihihihi)
Yang kemarin aku kirim ke KorJak ya novel di atas kok Mbak.... cuma diedit gak sama spt review yang aku buat disini :D
Hapussaya pernah baca 1 novel genre momlit. Dan berasa' saya banget'. Kayaknya saya juga harus mulai koleksi novel genre mom lit :D
BalasHapusAh ya bener banget itu mak... membaca momlit emang rasanya "aku banget" ya? hehehe
HapusTernyata aku yang kudet, baru tahu soal momlit hehehe
buku ini wajib dibaca buat yang akan menikah, biar gak kaget menghadapi suasana rumah tangga
BalasHapusMemang, dengan banyak membaca kita jadi makin luas wawasannya
Hapusreviewnya bagus mba...
BalasHapusteenlit dan chicklit itu apa mba?
Teenlit dan chicklit itu genre novel mak... :)
Hapusceritanya apik,,saya pengen baca juga,,tapi masih banyak buku yg belum saya baca di rumah :( jadi mau baca buku yang masih tertata rapi di rak dulu,,cukup baca sinopsis ini saja,,sudah paham jalan ceritanya :)
BalasHapusAku sendiri punya banyak buku yg antri utk dibaca nih hehehe...
HapusBelum semua kelar dibaca datang lagi buku baru... gitu terus sampai numpuk deh hehehe
kayanya aku mulai suka novel jenis ini deh mbak
BalasHapusSoalnya "aku banget" itu ya Mak...? :D
HapusKlo diliat dr review yg dibuat mak Ren, alur ceritanya standar ya?
BalasHapusdan banyak terjadi di kehidupan sehari. Tp mungkin disitulah menariknya..jd kita bisa melihat dg sudut pandang berbeda :) (bahasaku kayak yg udah bener aja) hihi
Mungkin krn aku blm jd mom, jd belum tertarik jg dg novel kek gini ya mak :D
Iya, alurnya standar... masalahnya juga masalah "biasa"... tapi memang kita jadi spt dihadapkan pada kenyataan yang juga kita lihat sehari-hari. Jadi kesan "aku banget" kerasa deh Mel.
HapusMungkin kalo Melly sudah jadi emak spt aku jd bisa ngerasain hehehe
Mba Reniiiii...
BalasHapusSeperti biasa kalo nge review buku detail banget dan membuatku jadi pengen baca bukunya deh...
Emang seru baca novel dengan tema yang 'biasa' dan sehari2 karena kita sering merasa relate dgn tokohnya...
Daaaaan aku juga baru tau ttg genre momlit ini lhooo..
Asyik dong, ada peluang nulis juga buat emak2 sepertiku...hihihi...
#Tos dulu Mbak Erry...
HapusTernyata kita sama2 baru tahu ada genre momlit ya? Tapi aku dong sudah baca, mbak Erry kan belum hahaha :p
Iya, terbuka peluang nih untuk nulis buku dg genre momlit... Mbak Erry tertarik?
Kalau sdg diuji, harusnya tetap saling berpegangan ya, Mba. Biar gak bisa ada yg lepas. :)
BalasHapusHarusnya gitu sih Idah, tapiii di saat dalam kondisi terpuruk spt itu, psikis yang ngedrop bisa membuat orang berubah karena frustrasi dan putus asa.
HapusReview khas Jeng Reni, apik solid. Membaca dan pembaca menjadi bagian bacaan duh berhasil banget pengarangnya menarik kita.
BalasHapusSalam
Bener Mbak... pengarangnya berhasil menarikku mengikuti kisahnya dg asyik :)
HapusMenarik novelnya mbak
BalasHapusMenurutku menarik mbak.. :)
HapusEh.. aku kok belum pernah ya baca novel momlit kayak begini. Kebanyakan baca teenlit. Duh... kayaknya harus deh. Soalnya belom pernah nemu cerita yang 'aku banget'. Makasih reviewnya Mak Reni. Tar kalo ke tokbuk aku cari deh. ^^
BalasHapusmenarik tapi jangan sampai ditarik-tarik hehehehe
BalasHapusMak Reni aku juga baru tau klo ada novel momlit. Taunya klo genre nya itu gimana? Ada tertera di novelnya ya? Jadi pengen baca. *Suka bingung juga sih bedain review sama resensi :)
BalasHapusMak renii, reviewnya ciamiiik, selaluu bisa bikin penasaran :D sukaa sukaaa
BalasHapusDan parahnya, saya jarang baca novel :D, jadi gak bisa bedain genrenya novel :v..
BalasHapussebentar lagi saya akan merasakan menjadi ibu rumah tangga yang ribut dipagi hari, lama tak bersua mba Reni.. :D
Tapi nama tokohnya cukup catchy.... Hehehe
BalasHapusKAsihan yak si July...Mak Ren, keren sinopsisnya dan suka ama temanya
BalasHapusYg masih lajang mupeng banget pengen merit dan baca bukunya nih mak
BalasHapuswah ada ya novel itu
BalasHapusluar biasa kak judulnya romantis sekali ya, apalagi isi buku nya, pasti sangat menarik untuk dibaca sampai selesai ya kak ;)
BalasHapusWah .. wajib dibaca ini buku ya mbak :)
BalasHapuswah reviewnya lengkap nih ada gambaran alur ceritanya juga.
BalasHapusjd sedikit nambah gambaran kehidupan rumah tangga deh jdinya