Sungguh mengharukan membaca pengorbanan dan perjuangan keluarga sederhana untuk bisa memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya, terutama agar anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang terbaik.
Ibuk yang bersuamikan seorang sopir angkot, harus pandai-pandai mengatur keuangan supaya bukan saja bisa untuk makan sehari-hari tapi juga untuk kelangsungan pendidikan anak-anaknya. Bapak pun harus rela bekerja dari pagi hingga larut malam untuk mencukupi semua kebutuhan anak-istrinya.
Walau penghasilan Bapak sebagai sopir angkot tidak besar, namun Ibuk berusaha memberikan yang terbaik bagi kelima anaknya. Dalam keadaan yang sangat sulit dan serba terbatas, Ibuk tetap mampu memberikan cinta dan pengabdian yang tulus bagi keluarganya. Apapun dilakukan Ibuk hanya supaya anaknya mendapatkan kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya.
Bukan hal luar biasa jika Ibuk harus keluar masuk pegadaian untuk menggadaikan aneka jenis barang. Bahkan di saat terdesak pun, menjual harta benda dilakukan Ibuk asalkan anak-anaknya tetap dapat makan dan sekolah. Ibuk tak ingin anak-anaknya mengalami nasib yang sama sepertinya, yang tak bisa menamatkan Sekolah Dasar. Itu janji yang digenggam erat Ibuk dalam hatinya.
Tumbuh dalam limpahan kasih Ibuk dan perjuangan Bapak dalam mencari nafkah, kelima anak mereka tumbuh menjadi anak-anak yang pintar dan saling menguatkan satu sama lain. Satu per satu anak-anaknya dapat menuntaskan pendidikan dan mendapatkan pekerjaan yang dapat mereka gunakan untuk membantu keuangan keluarga dan membantu pendidikan adik-adiknya.
Bayek, anak nomor 3 (tengah) dan anak laki-laki satu-satunya dari kelima anak keluarga tersebut, berhasil lulus dengan gemilang dari IPB. Setelah mendapatkan pekerjaan di Jakarta, Bayek mendapatkan kesempatan untuk bekerja di New York. Walau bekerja di New York berat dan sangat jauh dari keluarga, namun Bayek berusaha bertahan demi misinya mengentaskan keluarganya dari kemiskinan. Bayek pun baru kembali ke Indonesia setelah misinya selesai.
Bahasa yang digunakan Iwan Setiawan dalam bertutur dalam novelnya ini benar-benar enak diikuti. Bahasanya yang ringan dan penggambaran kisahnya tidak ribet sehingga aku tak perlu mengerutkan kening untuk memahaminya. Membacanya, seolah aku melihat sendiri apa yang diceritakan penulis.
Begitu membaca, aku pun tak ingin menutup buku ini sebelum berhasil menuntaskannya. Aku terkesan dengan cerita yang disampaikan dan aku pun ingin segera menuntaskannya untuk mengetahui endingnya.
Yang menarik, dalam buku ini ada banyak kata-kata bijak yang sangat indah. Aku terkadang harus berhenti beberapa lama untuk lebih memahami dan meresapi kata-kata bijak yang ada. Salah satu yang aku suka adalah kata-kata bijak dari Kartini sebagai berikut :
Buku ini nyaris tanpa cacat, hanya saja ada sedikit kesalahan, yaitu pengulangan nama. Di halaman 109 diceritakan bahwa saat itu sudah pukul 11 malam dan Bapak belum juga pulang. Diceritakan bahwa anak-anak tidur di 2 kamar yang ada di rumah itu. Tepatnya, yang tertulis seperti ini :
Nah..., dalam kalimat di atas nama Rini muncul 2 kali. Dia tidur di kamar depan bersama Isa dan Nani. Tapi kemudian diceritakan dia tidur di kamar sebelah bersama Bayek, Mira dan Ibuk.
Hanya itu sedikit kesalahan (ketik) yang aku temukan dalam buku ini. Terlepas dari kesalahan kecil itu, buku ini menurutku sangat bagus dan menarik untuk dibaca.
Ibuk yang bersuamikan seorang sopir angkot, harus pandai-pandai mengatur keuangan supaya bukan saja bisa untuk makan sehari-hari tapi juga untuk kelangsungan pendidikan anak-anaknya. Bapak pun harus rela bekerja dari pagi hingga larut malam untuk mencukupi semua kebutuhan anak-istrinya.
Walau penghasilan Bapak sebagai sopir angkot tidak besar, namun Ibuk berusaha memberikan yang terbaik bagi kelima anaknya. Dalam keadaan yang sangat sulit dan serba terbatas, Ibuk tetap mampu memberikan cinta dan pengabdian yang tulus bagi keluarganya. Apapun dilakukan Ibuk hanya supaya anaknya mendapatkan kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya.
Bukan hal luar biasa jika Ibuk harus keluar masuk pegadaian untuk menggadaikan aneka jenis barang. Bahkan di saat terdesak pun, menjual harta benda dilakukan Ibuk asalkan anak-anaknya tetap dapat makan dan sekolah. Ibuk tak ingin anak-anaknya mengalami nasib yang sama sepertinya, yang tak bisa menamatkan Sekolah Dasar. Itu janji yang digenggam erat Ibuk dalam hatinya.
Tumbuh dalam limpahan kasih Ibuk dan perjuangan Bapak dalam mencari nafkah, kelima anak mereka tumbuh menjadi anak-anak yang pintar dan saling menguatkan satu sama lain. Satu per satu anak-anaknya dapat menuntaskan pendidikan dan mendapatkan pekerjaan yang dapat mereka gunakan untuk membantu keuangan keluarga dan membantu pendidikan adik-adiknya.
Bayek, anak nomor 3 (tengah) dan anak laki-laki satu-satunya dari kelima anak keluarga tersebut, berhasil lulus dengan gemilang dari IPB. Setelah mendapatkan pekerjaan di Jakarta, Bayek mendapatkan kesempatan untuk bekerja di New York. Walau bekerja di New York berat dan sangat jauh dari keluarga, namun Bayek berusaha bertahan demi misinya mengentaskan keluarganya dari kemiskinan. Bayek pun baru kembali ke Indonesia setelah misinya selesai.
*****
Bahasa yang digunakan Iwan Setiawan dalam bertutur dalam novelnya ini benar-benar enak diikuti. Bahasanya yang ringan dan penggambaran kisahnya tidak ribet sehingga aku tak perlu mengerutkan kening untuk memahaminya. Membacanya, seolah aku melihat sendiri apa yang diceritakan penulis.
Begitu membaca, aku pun tak ingin menutup buku ini sebelum berhasil menuntaskannya. Aku terkesan dengan cerita yang disampaikan dan aku pun ingin segera menuntaskannya untuk mengetahui endingnya.
Yang menarik, dalam buku ini ada banyak kata-kata bijak yang sangat indah. Aku terkadang harus berhenti beberapa lama untuk lebih memahami dan meresapi kata-kata bijak yang ada. Salah satu yang aku suka adalah kata-kata bijak dari Kartini sebagai berikut :
Barangsiapa tidak berani, dia tidak bakal menang,
itulah semboyanku! Maju!
Semua harus dimulai dengan berani!
Pemberani-pemberani memenangkan tiga perempat dunia.
Buku ini nyaris tanpa cacat, hanya saja ada sedikit kesalahan, yaitu pengulangan nama. Di halaman 109 diceritakan bahwa saat itu sudah pukul 11 malam dan Bapak belum juga pulang. Diceritakan bahwa anak-anak tidur di 2 kamar yang ada di rumah itu. Tepatnya, yang tertulis seperti ini :
Isa, Nani, dan Rini tertidur pulas di kamar depan semenjak jam 9. Biasanya salah satu dari mereka akan terbangun sebentar kalau tidak kebagian selimut. Bayek, Rini, dan Mira di kamar sebelah bersama Ibuk.
Nah..., dalam kalimat di atas nama Rini muncul 2 kali. Dia tidur di kamar depan bersama Isa dan Nani. Tapi kemudian diceritakan dia tidur di kamar sebelah bersama Bayek, Mira dan Ibuk.
Hanya itu sedikit kesalahan (ketik) yang aku temukan dalam buku ini. Terlepas dari kesalahan kecil itu, buku ini menurutku sangat bagus dan menarik untuk dibaca.
Judul : Ibuk
Pengarang : Iwan Setyawan
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2012 (cetakan pertama)
Tebal : 293 halaman
Harga : Rp. 58.000 (disc. 15%)
Pengarang : Iwan Setyawan
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2012 (cetakan pertama)
Tebal : 293 halaman
Harga : Rp. 58.000 (disc. 15%)
aku udah baca buku ini dan sempat berkaca2, karena masa kecilku hampir ada kemiripan dengan kisah ini.
BalasHapusIbuk seorang manusia yg dicantoli berlian hatinya. Disediakan Allah untuk kesejahteraan anak-anak umat manusia ya Mbak..Entah gimana jadinya kita besar tanpa sentuhan kasih Ibuk
BalasHapus@Dey >> wah rupanya aku kalah dulu nih baca buku ini ya mbak? memang sangat mengharukan apa yang diceritakan penulisnya di buku ini mbak.
BalasHapus@evi >> sepakat! #tos!
Ibu memang manusia mulia yang hatinya sungguh luas dengan limpahan cinta yang luar biasa
baca novel memang bisa menggugah jiwa. novel terakhir yg saya baca cuman laskar pelangi. udah lama gak baca novel2 baru. mending belajar kalo saya, he
BalasHapusHmmm, keren juga ya bukunya...
BalasHapus@Rusydi Hikmawan >> Laskar Pelangi? Wow itu sudah lama sekali ya berarti...
BalasHapus@Bang Ancis >> Tertarik utk ikutan baca juga Bang? :D
Makasih banyak mbak reviewnya
BalasHapusAku wis duwe bukunee isih diplastik
Belum tak woco wehehehe
Belum sempat baca bukunya mbak :D
BalasHapusTapi sekilas dilihat dari postingan mbak, kayaknya sih emang bagus.
Mudah2an aja kesalahan itu segera direvisi untuk cetakan berikutnya :D
@Untje van Wiebs >> ndang dibuka plastike to, trus ndang diwaca hehehe
BalasHapus@Zippy >> kebetulan buku yang aku punya itu cetakan pertama, semoga saja pada cetakan berikutnya kesalahan itu sudah diperbaiki.
udah lama jg baca buku ini mba Ren, memang bagus ya, mengharukan..
BalasHapusHehehehe... iya, pengen baca juga.. di gramedia tersediakah?
BalasHapusnice post ;)
BalasHapusibu sungguh berhati mulia...semangat untuk para ibu di indonesia :)
BalasHapusbelom pernah baca mba..
BalasHapusmau minjemin :D ?
@Orin >> lagi2 aku kalah cepat ya mbak. Banyak yg sudah lama baca buku ini dan aku baru baca sekarang hehehe..
BalasHapus@Bang Ancis >> Di Gramedia pasti ada. Buruan beli ya Bang? :) #promosi
@Pesta ulang tahun >> thanks..
@Mekanik Komputer >> Terimakasih dan karena aku termasuk salah satu dari para Ibu di Indonesia aku jadi terharu :)
@Jasa SEO terbaik >> boleh? Datang aja ke rumah ya? :)
aku belum pernah baca buku ini mb.. kyknya bagus yah.. jd pengen baca nih..
BalasHapus@lina Marliana >> emang bagus kok mbak.. ternyata aku bukan orang terakhir yang "mengenal" buku ini hehehe.... Leganya... #nyengir
BalasHapusSEMANGAT PERJUANGAN seperti itu yang mestinya dimiliki generasi muda jaman sekarang ini
BalasHapussaya sedih aja ngelihat yang nakal2 kongkow2 nggak jelas sama nggak jelasnya dengan masa depan yang terbentang didepan dia
buat saya, asal niat... Allah pasti ngasih jalan terbaik :)
rekom yang bagus nih..dari kemaren udah liat neh novel tapi urung belinya heheheh tapi udah ada review gini, bisa dimasukin di list wajib beli lah :D
BalasHapusgak kalah cepat kok mbak krn sy malah blm baca.. tp pas baca review ini sy jadi pengen bgt baca kayaknya sy hrs siapin tissue utk baca ini :)
BalasHapusseru juga ya kalo baca ulasannya, sering nemu buku ini di gramed tapi covernya biasa-biasa ga bikin penasaran :D
BalasHapus@Ninda >> semangat perjuangan memang sangat kental dalam buku ini, semoga saja siapapun yang membaca buku ini termotivasi utk juga memperjuangkan hidupnya
BalasHapus@ranny >> kalau gitu, buruan beli ya? semoga saja review ini bermanfaat
@keke naima >> hahaha... bener banget, siapin tissue karena rasa haru pasti akan membuat air mata keluar tanpa permisi :D
@obat hepatitis >> covernya unik kalo menurutku sih... tapi seperti kata pepatah : jangan menilai sesuatu dari sampulnya :D
Buku yang bagus, aku bahkan sudah baca ke dua kalinya!
BalasHapusdemi anak-anaknya ya rela melakukan apapun
BalasHapus@edi >> wah aku malah kalah sama pak Edi nih, aku baru baca sekali pak Edi sudah 2 kali hehehe
BalasHapus@Lidya >> yups... bener banget mbak. Semua demi anak2nya.
Emmm... Boleh nih buku jadi referensi bacaan berikutnya. Apa semenarik review-nya ya? Kita liat nanti!
BalasHapusdeidesuriya.blogspot.com
saya belum baca buku ini. malah ada 7 buku yang udah dibeli tapi belum dibaca T_T
BalasHapus@PakIes >> novel itu diangkat dari kisah nyata kok Pak. Spt itulah kisah hidup dari Penulisnya Iwan Setyawan (yg dalan buku diberi nama Bayek Setyawan)
BalasHapus@Rian Ra-Kun >> ada 7 buku yang belum dibaca? Wah bisa dipinjem dong... hehehe
aku terharu bun..
BalasHapus:')
@Ina Rakhmawati >> memang mengharukan ceritanya
BalasHapusRasa-rasanya nama iwan setiawan udah gak asing sama aku, tapi aku belum pernah baca novel beliau. mungkin ada cerpen-cerpennya yg pernah aku baca.. gak gitu ingat.
BalasHapuscerita tentang ibuk selalu berhasil mengundang air mata haru. Perempuan bergelar ibuk, mama, emak atau apalah sebutannya adalah wanita luar biasa menurutku. Review yg menarik mbak Ren :)
@Zasachi >> Iwan adalah penulis yg terkenal mbak jadi sangat mungkin pernah dengar namanya hehehe.
BalasHapus