Hari ini aku hanya ingin bagi-bagi sedikit cerita tentang lomba National English Olympiad (NEO) 2013 yang dijalani Shasa beberapa hari yang lalu. Karena aku tak ikut ke Malang, maka apa yang aku ceritakan ini berdasarkan cerita dari Shasa dan Bu Fitri (guru yang ngantar Shasa). Tapi, siap-siap untuk baca cerita yang panjang ya? hehehe....
29 Januari 2013
Jadi, seperti yang aku ceritakan sebelumnya Selasa tanggal 29 Januari 2013 sore hari Shasa dijemput gurunya (Bu Fitri) dengan naik travel untuk berangkat ke Malang. Sesampai di Batu-Malang, Shasa dan gurunya menuju penginapan yang disediakan oleh panitia. Semua peserta (plus pembina) yang sampai penginapan, langsung dapat jatah makan nasi+ ayam goreng dalam box. Lumayan untuk mengganjal perut yang lapar, kata Shasa.
Kamar yang disediakan oleh panitia ternyata diatur satu kamar dipake untuk 4 orang. Jadi Shasa dan Bu Fitri harus berbagi kamar dengan peserta dari daerah lain. Namun, bed yang disediakan dalam kamar itu hanya 2, jadi Shasa dan Bu Fitri harus tidur bersama dalam 1 bed.
Menurut SMS yang aku terima dari Bu Fitri, ruangan kamarnya sempit dan bau. Untungnya, kamar mandi di dalam. Masih menurut Bu Fitri, awalnya petugas hotel mengatakan bahwa 1 bed nantinya untuk 3 orang! Membayangkan betapa sulitnya tidur karena harus berbagi bed untuk 3 orang, Bu Fitri ngotot bilang kepada petugas bahwa dia mau diminta bayar berapa saja asalkan bed yang dia pakai hanya untuk 2 orang. Walau awalnya petugas bilang tidak bisa, karena sudah diatur seperti itu, akhirnya Bu Fitri berhasil juga mendapatkan 1 bed hanya untuk berdua (entah jadi bayar apa tidak aku tak tahu).
Saat Shasa dan Bu Fitri sampai ke kamar itu, listrik di kamar itu padam. Bu Fitri harus turun ke lantai 1 untuk memberitahukan tentang listrik yang padam itu kepada petugas. Maklum, di kamar tidak ada fasilitas telepon untuk menghubungi operator di bawah. Sayangnya, meskipun listrik kamar sudah berulang kali dinyalakan, tapi berulang kali padam lagi. Itu berarti, Bu Fitri harus naik turun beberapa kali hanya untuk memberitahukan bahwa listrik kamar mati.
Kamar yang sempit, bau, harus berbagi kamar dengan ora ng lain dan listrik yang bolak balik mati kian membuat Shasa bete. Apalagi Shasa terpaksa harus bolak balik ditinggal sendiri sama Bu Fitri di kamar yang gelap gulita, karena Bu Fitri harus bolak balik turun mencari petugas. Semalaman Shasa mengirim SMS yang intinya dia tak kerasan dan ingin pulang! OMG, aku yang di Madiun harus bolak balik mengirimkan SMS untuk menguatkannya dan menyemangatinya. Aku sungguh kuatir karena mental Shasa yang benar-benar drop saat itu akan mempengaruhi semangatnya untuk berlomba esok harinya.
Saat Bu Fitri bolak balik naik turun (gara-gara listrik mati), beliau melihat bahwa peserta dari daerah lain yang sudah datang sibuk belajar di berbagai tempat yang ada di penginapan itu. Maka, begitu masuk kembali ke kamar bu Fitri meminta Shasa belajar guna mempersiapkan diri untuk esok hari. Tapi, Shasa yang berangkat ke Malang tidak membawa buku apa-apa hanya menjawab : "Belajar apa, Bu?" hahaha....
Aku dan Shasa memang tidak memasukkan buku sama sekali dalam tas ransel yang dibawa Shasa. Soalnya kami tak tahu buku apa yang harus dibawa, apalagi gurunya juga tak memerintahkan Shasa untuk membawa buku. Rupanya, bu Fitri sendiri juga tak membawa buku satupun. Bu Fitri jadi panik saat melihat peserta dari daerah lain membawa begitu banyak buku, sedangkan Shasa dan Bu Fitri tak bawa buku satupun. Akhirnya, karena tak ada yang bisa dikerjakan lagi, Shasa mengabariku mau berangkat tidur saat jam menunjukkan pukul 9 malam.
30 Januari 2013 (Semifinal)
Esok harinya, kurang lebih jam 6 pagi bus yang disediakan panitia untuk menjemput para peserta sudah datang. Karena sesuai jadwal, pelaksanaan semifinal tanggal 30 Januari 2013 berakhir pukul 5 sore maka pagi itu semua peserta check out sekalian dari hotel. Jadi, mereka berangkat ke tempat lomba dengan membawa semua koper/ransel dll yang mereka bawa, karena jadwal check out dari penginapan jam 12 siang. Hadeehhh..., kebayang ribetnya kemana-mana membawa bawaan sebanyak itu.
Setelah daftar ulang, technical meeting dan ikut "kuliah umum" maka lomba pun dimulai. Awalnya, peserta NEO tingkat SD dan SMP berada dalam satu ruangan yang sama. Mereka kemudian mendapatkan kertas soal untuk dikerjakan. Menurut Shasa, kertas soal itu sepertinya hanya ada 2 kategori : SD dan SMP, tanpa membedakan lagi kelas berapa masing-masing peserta itu. Karena saat membagikan kertas soal, panitia hanya berkata : untuk SD, untuk SMP.
Soal itu menurut Shasa sih lumayan sulit. Tes selanjutnya adalah reading dan listening. Menurut Shasa lagi, soal-soalnya sih lumayan sulit juga. Itu sebabnya saat jeda istirahat, Shasa sempat SMS aku dan bilang kalau gak yakin bisa lolos ke final. Sekali lagi, aku menyemangatinya karena masih ada kesempatan untuk tes terakhir : speaking.
Selama Shasa menjalani serangkaian tes di babak semifinal itu, Bu Fitri dan para pembimbing lain tidak diperkenankan dekat-dekat dengan anak didiknya. Itu berarti, Bu Fitri harus menjauh dari Shasa dengan membawa semua barang bawaannya sekaligus barang bawaan Shasa. Kalau sudah begini, aku sungguh salut dengan pengorbanan Bu Fitri (dan para pembimbing lainnya) yang mendampingi murid-muridnya saat berlomba di luar kota. Mereka harus bisa menempatkan diri sebagai pengganti orang tua, supporter, kawan bahkan kuli karena harus membawakan tas anak didiknya kemana-mana. Bu Fitri, terimakasih banyak untuk semuanya ya... *peluk Bu Fitri erat-erat*
Sementara itu, Shasa yang sempat bete di malam dia datang di penginapan, pada hari pertama perlombaan itu justru lebih ceria. Bu Fitri sempat SMS aku dan mengatakan bahwa Shasa sudah punya banyak sekali teman baru. Mereka bercanda dan bercerita dengan sangat bahagia, bahkan melupakan para pembimbing mereka. Itu sebabnya, Shasa sudah tidak mengeluh tidak kerasan dan ingin pulang lagi, namun hanya mengeluh kalau soalnya sulit dan dia tak yakin menang.
Akhirnya, pengumuman yang ditunggu-tunggu tiba juga. Shasa dari semula tak yakin kalau dia bisa masuk 15 besar (dari 50 peserta semifinal). Namun ternyata, Shasa bisa masuk 15 besar (dia menduduki ranking 9) dan sehingga berhak masuk ke babak final. Shasa buru-buru memberiku kabar gembira itu, karena sesuai perjanjian sebelumnya bahwa kalau Shasa masuk final maka aku dan ayahnya harus menyusul dan menjemputnya ke Malang. Alhasil, sore itu aku dan ayahnya buru-buru mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk berangkat ke Malang esok pagi.
31 Januari 2013 (Final)
Jika hari sebelumnya mereka dijemput bus panitia jam 6 pagi, tapi di hari kedua bus jemputan mereka baru datang hampir jam setengah 8. Padahal, menurut Bu Fitri, mereka sudah siap untuk dijemput sejak pukul setengah 6 pagi.
Keterlambatan jemputan pagi itu, mengiringi ketidakberuntungan lainnya di hari itu. Karena jemputan datang sudah siang, maka Shasa pun daftar ulang di tempat lomba belakangan.
Sementara hari itu acara lomba di babak final berupa kegiatan "out door". Semua peserta diberi waktu 90 menit untuk bisa melampaui 5 pos (yang berada di beberapa gedung terpisah). Masing-masing peserta harus bisa menemukan sendiri gedung tempat pos lomba di adakan. Di masing-masing pos, peserta akan mendapatkan berbagai jenis tes yang berbeda-beda.
Namun, peserta tidak berangkat dalam waktu yang bersamaan. Mereka berangkat sesuai dengan nomor urut pendaftaran dan karena Shasa nomor urut pendaftarannya belakangan, maka dia pun mendapatkan kesempatan untuk "berangkat" mengikuti serangkaian tes itu belakangan. Pemberangkatan antara peserta satu dan berikutnya, diberi jeda waktu 5 menit.
Akhirnya, saat Shasa "berangkat" menjalani serangkaian tes di 5 pos itu tiba. Dia segera berlari mencari gedung tempat pos pertama yang harus dijalani. Namun, sesampainya di pos pertama, Shasa tak bisa langsung menjalani tes yang ada di pos itu karena... peserta yang telah berangkat lebih dulu sebelum Shasa masih antri untuk tes ! Alhasil, di pos pertama itu waktu Shasa terbuang hanya untuk antri !
Selesai di pos pertama, Shasa segera berlari ke gedung berikutnya untuk menjalani tes di pos kedua. Ternyata, sama seperti di pos pertama, di pos kedua ini pun Shasa harus antri. Dia tak bisa langsung menjalani tes karena peserta yang nomor pendaftarannya sebelum Shasa pun masih banyak yang antri. Sekali lagi, Shasa harus membuang waktu untuk mengantri di pos kedua ini.
Selesai di pos kedua, Shasa berlari menuju pos ketiga. Namun, tak lama setelah sampai di pos ketiga bahkan sebelum sempat menjalani tes yang ada (karena kembali harus mengantri), Shasa dan peserta lain yang menunggu di sana diminta kembali ke tempat start karena waktu 90 menit sudah habis. Akhirnya, Shasa kembali ke tempat start dengan perasaan kecewa karena dia hanya punya kesempatan menjalani 2 tes dari 5 tes yang ada. Namun, 10 menit setelah menunggu di tempat start, Shasa melihat ada peserta yang nomor pendaftarannya lebih kecil dari Shasa baru kembali ke tempat start. Itu berarti, peserta itu mendapatkan jatah waktu lebih dari 90 menit.
Shasa merasa sangat kecewa. Dia merasa sistem perlombaan di babak final tidak fair bagi semua peserta. Peserta yang mendapat nomor urut belakang, tidak dapat lancar menjalani tes karena waktu mereka habis untuk antri dan menunggu. Mengapa panitia tidak menyiapkan petugas tes sebanyak peserta (15 orang) di masing-masing pos sehingga masing-masing peserta mendapat kesempatan yang sama. Karena dalam babak final itu, yang diuntungkan adalah peserta yang mendapatkan nomor urut pendaftaran awal, sehingga saat mereka datang ke pos lomba mereka tak harus menunggu untuk bisa menjalani tes. Selain itu, alokasi waktu 90 menit bagi masing-masing peserta ternyata tak sama, karena ternyata ada peserta yang berangkat lebih dulu daripada Shasa, baru kembali 10 menit setelah Shasa kembali.
Shasa semakin kecewa karena ternyata pengumuman pemenang hanya menyebutkan jumlah pos yang berhasil dijalani peserta. Semua pemenang (juara 1 sampai dengan harapan 3) adalah mereka yang telah berhasil menjalani 4-5 pos. Shasa dan peserta lain yang hanya kebagian 2-3 pos tak punya harapan untuk menang.
Memang, babak final NEO 2013 yang diselenggarakan UMM menyisakan kekecewaan bagi kami. Sistem yang tidak fair merugikan sebagian peserta. Namun, kami semua berusaha untuk membesarkan hati Shasa. Meskipun dia tak berhasil menang dalam NEO 2013 ini, dia telah mendapatkan banyak pengalaman berharga dan juga banyak teman baru.
Jika kelak pihak UMM akan menggelar National English Olympiad (NEO) lagi, dapat dilaksanakan dengan lebih profesional dan sistem yang tertata lebih baik, sehingga tidak menyisakan kekecewaan dari pihak-pihak yang merasa tidak puas dan dirugikan.
29 Januari 2013
Jadi, seperti yang aku ceritakan sebelumnya Selasa tanggal 29 Januari 2013 sore hari Shasa dijemput gurunya (Bu Fitri) dengan naik travel untuk berangkat ke Malang. Sesampai di Batu-Malang, Shasa dan gurunya menuju penginapan yang disediakan oleh panitia. Semua peserta (plus pembina) yang sampai penginapan, langsung dapat jatah makan nasi+ ayam goreng dalam box. Lumayan untuk mengganjal perut yang lapar, kata Shasa.
Kamar yang disediakan oleh panitia ternyata diatur satu kamar dipake untuk 4 orang. Jadi Shasa dan Bu Fitri harus berbagi kamar dengan peserta dari daerah lain. Namun, bed yang disediakan dalam kamar itu hanya 2, jadi Shasa dan Bu Fitri harus tidur bersama dalam 1 bed.
Menurut SMS yang aku terima dari Bu Fitri, ruangan kamarnya sempit dan bau. Untungnya, kamar mandi di dalam. Masih menurut Bu Fitri, awalnya petugas hotel mengatakan bahwa 1 bed nantinya untuk 3 orang! Membayangkan betapa sulitnya tidur karena harus berbagi bed untuk 3 orang, Bu Fitri ngotot bilang kepada petugas bahwa dia mau diminta bayar berapa saja asalkan bed yang dia pakai hanya untuk 2 orang. Walau awalnya petugas bilang tidak bisa, karena sudah diatur seperti itu, akhirnya Bu Fitri berhasil juga mendapatkan 1 bed hanya untuk berdua (entah jadi bayar apa tidak aku tak tahu).
Saat Shasa dan Bu Fitri sampai ke kamar itu, listrik di kamar itu padam. Bu Fitri harus turun ke lantai 1 untuk memberitahukan tentang listrik yang padam itu kepada petugas. Maklum, di kamar tidak ada fasilitas telepon untuk menghubungi operator di bawah. Sayangnya, meskipun listrik kamar sudah berulang kali dinyalakan, tapi berulang kali padam lagi. Itu berarti, Bu Fitri harus naik turun beberapa kali hanya untuk memberitahukan bahwa listrik kamar mati.
Kamar yang sempit, bau, harus berbagi kamar dengan ora ng lain dan listrik yang bolak balik mati kian membuat Shasa bete. Apalagi Shasa terpaksa harus bolak balik ditinggal sendiri sama Bu Fitri di kamar yang gelap gulita, karena Bu Fitri harus bolak balik turun mencari petugas. Semalaman Shasa mengirim SMS yang intinya dia tak kerasan dan ingin pulang! OMG, aku yang di Madiun harus bolak balik mengirimkan SMS untuk menguatkannya dan menyemangatinya. Aku sungguh kuatir karena mental Shasa yang benar-benar drop saat itu akan mempengaruhi semangatnya untuk berlomba esok harinya.
Saat Bu Fitri bolak balik naik turun (gara-gara listrik mati), beliau melihat bahwa peserta dari daerah lain yang sudah datang sibuk belajar di berbagai tempat yang ada di penginapan itu. Maka, begitu masuk kembali ke kamar bu Fitri meminta Shasa belajar guna mempersiapkan diri untuk esok hari. Tapi, Shasa yang berangkat ke Malang tidak membawa buku apa-apa hanya menjawab : "Belajar apa, Bu?" hahaha....
Aku dan Shasa memang tidak memasukkan buku sama sekali dalam tas ransel yang dibawa Shasa. Soalnya kami tak tahu buku apa yang harus dibawa, apalagi gurunya juga tak memerintahkan Shasa untuk membawa buku. Rupanya, bu Fitri sendiri juga tak membawa buku satupun. Bu Fitri jadi panik saat melihat peserta dari daerah lain membawa begitu banyak buku, sedangkan Shasa dan Bu Fitri tak bawa buku satupun. Akhirnya, karena tak ada yang bisa dikerjakan lagi, Shasa mengabariku mau berangkat tidur saat jam menunjukkan pukul 9 malam.
30 Januari 2013 (Semifinal)
Esok harinya, kurang lebih jam 6 pagi bus yang disediakan panitia untuk menjemput para peserta sudah datang. Karena sesuai jadwal, pelaksanaan semifinal tanggal 30 Januari 2013 berakhir pukul 5 sore maka pagi itu semua peserta check out sekalian dari hotel. Jadi, mereka berangkat ke tempat lomba dengan membawa semua koper/ransel dll yang mereka bawa, karena jadwal check out dari penginapan jam 12 siang. Hadeehhh..., kebayang ribetnya kemana-mana membawa bawaan sebanyak itu.
Setelah daftar ulang, technical meeting dan ikut "kuliah umum" maka lomba pun dimulai. Awalnya, peserta NEO tingkat SD dan SMP berada dalam satu ruangan yang sama. Mereka kemudian mendapatkan kertas soal untuk dikerjakan. Menurut Shasa, kertas soal itu sepertinya hanya ada 2 kategori : SD dan SMP, tanpa membedakan lagi kelas berapa masing-masing peserta itu. Karena saat membagikan kertas soal, panitia hanya berkata : untuk SD, untuk SMP.
Soal itu menurut Shasa sih lumayan sulit. Tes selanjutnya adalah reading dan listening. Menurut Shasa lagi, soal-soalnya sih lumayan sulit juga. Itu sebabnya saat jeda istirahat, Shasa sempat SMS aku dan bilang kalau gak yakin bisa lolos ke final. Sekali lagi, aku menyemangatinya karena masih ada kesempatan untuk tes terakhir : speaking.
Selama Shasa menjalani serangkaian tes di babak semifinal itu, Bu Fitri dan para pembimbing lain tidak diperkenankan dekat-dekat dengan anak didiknya. Itu berarti, Bu Fitri harus menjauh dari Shasa dengan membawa semua barang bawaannya sekaligus barang bawaan Shasa. Kalau sudah begini, aku sungguh salut dengan pengorbanan Bu Fitri (dan para pembimbing lainnya) yang mendampingi murid-muridnya saat berlomba di luar kota. Mereka harus bisa menempatkan diri sebagai pengganti orang tua, supporter, kawan bahkan kuli karena harus membawakan tas anak didiknya kemana-mana. Bu Fitri, terimakasih banyak untuk semuanya ya... *peluk Bu Fitri erat-erat*
Sementara itu, Shasa yang sempat bete di malam dia datang di penginapan, pada hari pertama perlombaan itu justru lebih ceria. Bu Fitri sempat SMS aku dan mengatakan bahwa Shasa sudah punya banyak sekali teman baru. Mereka bercanda dan bercerita dengan sangat bahagia, bahkan melupakan para pembimbing mereka. Itu sebabnya, Shasa sudah tidak mengeluh tidak kerasan dan ingin pulang lagi, namun hanya mengeluh kalau soalnya sulit dan dia tak yakin menang.
Akhirnya, pengumuman yang ditunggu-tunggu tiba juga. Shasa dari semula tak yakin kalau dia bisa masuk 15 besar (dari 50 peserta semifinal). Namun ternyata, Shasa bisa masuk 15 besar (dia menduduki ranking 9) dan sehingga berhak masuk ke babak final. Shasa buru-buru memberiku kabar gembira itu, karena sesuai perjanjian sebelumnya bahwa kalau Shasa masuk final maka aku dan ayahnya harus menyusul dan menjemputnya ke Malang. Alhasil, sore itu aku dan ayahnya buru-buru mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk berangkat ke Malang esok pagi.
31 Januari 2013 (Final)
Jika hari sebelumnya mereka dijemput bus panitia jam 6 pagi, tapi di hari kedua bus jemputan mereka baru datang hampir jam setengah 8. Padahal, menurut Bu Fitri, mereka sudah siap untuk dijemput sejak pukul setengah 6 pagi.
Keterlambatan jemputan pagi itu, mengiringi ketidakberuntungan lainnya di hari itu. Karena jemputan datang sudah siang, maka Shasa pun daftar ulang di tempat lomba belakangan.
Sementara hari itu acara lomba di babak final berupa kegiatan "out door". Semua peserta diberi waktu 90 menit untuk bisa melampaui 5 pos (yang berada di beberapa gedung terpisah). Masing-masing peserta harus bisa menemukan sendiri gedung tempat pos lomba di adakan. Di masing-masing pos, peserta akan mendapatkan berbagai jenis tes yang berbeda-beda.
Namun, peserta tidak berangkat dalam waktu yang bersamaan. Mereka berangkat sesuai dengan nomor urut pendaftaran dan karena Shasa nomor urut pendaftarannya belakangan, maka dia pun mendapatkan kesempatan untuk "berangkat" mengikuti serangkaian tes itu belakangan. Pemberangkatan antara peserta satu dan berikutnya, diberi jeda waktu 5 menit.
Akhirnya, saat Shasa "berangkat" menjalani serangkaian tes di 5 pos itu tiba. Dia segera berlari mencari gedung tempat pos pertama yang harus dijalani. Namun, sesampainya di pos pertama, Shasa tak bisa langsung menjalani tes yang ada di pos itu karena... peserta yang telah berangkat lebih dulu sebelum Shasa masih antri untuk tes ! Alhasil, di pos pertama itu waktu Shasa terbuang hanya untuk antri !
Selesai di pos pertama, Shasa segera berlari ke gedung berikutnya untuk menjalani tes di pos kedua. Ternyata, sama seperti di pos pertama, di pos kedua ini pun Shasa harus antri. Dia tak bisa langsung menjalani tes karena peserta yang nomor pendaftarannya sebelum Shasa pun masih banyak yang antri. Sekali lagi, Shasa harus membuang waktu untuk mengantri di pos kedua ini.
Selesai di pos kedua, Shasa berlari menuju pos ketiga. Namun, tak lama setelah sampai di pos ketiga bahkan sebelum sempat menjalani tes yang ada (karena kembali harus mengantri), Shasa dan peserta lain yang menunggu di sana diminta kembali ke tempat start karena waktu 90 menit sudah habis. Akhirnya, Shasa kembali ke tempat start dengan perasaan kecewa karena dia hanya punya kesempatan menjalani 2 tes dari 5 tes yang ada. Namun, 10 menit setelah menunggu di tempat start, Shasa melihat ada peserta yang nomor pendaftarannya lebih kecil dari Shasa baru kembali ke tempat start. Itu berarti, peserta itu mendapatkan jatah waktu lebih dari 90 menit.
Shasa merasa sangat kecewa. Dia merasa sistem perlombaan di babak final tidak fair bagi semua peserta. Peserta yang mendapat nomor urut belakang, tidak dapat lancar menjalani tes karena waktu mereka habis untuk antri dan menunggu. Mengapa panitia tidak menyiapkan petugas tes sebanyak peserta (15 orang) di masing-masing pos sehingga masing-masing peserta mendapat kesempatan yang sama. Karena dalam babak final itu, yang diuntungkan adalah peserta yang mendapatkan nomor urut pendaftaran awal, sehingga saat mereka datang ke pos lomba mereka tak harus menunggu untuk bisa menjalani tes. Selain itu, alokasi waktu 90 menit bagi masing-masing peserta ternyata tak sama, karena ternyata ada peserta yang berangkat lebih dulu daripada Shasa, baru kembali 10 menit setelah Shasa kembali.
Shasa semakin kecewa karena ternyata pengumuman pemenang hanya menyebutkan jumlah pos yang berhasil dijalani peserta. Semua pemenang (juara 1 sampai dengan harapan 3) adalah mereka yang telah berhasil menjalani 4-5 pos. Shasa dan peserta lain yang hanya kebagian 2-3 pos tak punya harapan untuk menang.
Memang, babak final NEO 2013 yang diselenggarakan UMM menyisakan kekecewaan bagi kami. Sistem yang tidak fair merugikan sebagian peserta. Namun, kami semua berusaha untuk membesarkan hati Shasa. Meskipun dia tak berhasil menang dalam NEO 2013 ini, dia telah mendapatkan banyak pengalaman berharga dan juga banyak teman baru.
Jika kelak pihak UMM akan menggelar National English Olympiad (NEO) lagi, dapat dilaksanakan dengan lebih profesional dan sistem yang tertata lebih baik, sehingga tidak menyisakan kekecewaan dari pihak-pihak yang merasa tidak puas dan dirugikan.
wah...sasha sudah gede nih...tinggal nunggu prestasi-prestasinya
BalasHapusCatatan buat panitia "Yang adil dong!" Buat Sasa, salut dan jangan kecewa masih ada lomba ditempat yang berbeda dan adil!
BalasHapusikut deg-degan baca ceritanya..
BalasHapusjadi kebawa emosi suasana di sana juga, mba..
tapi sebagai orang tua, tetap harus acting cooly nyemangatin anak2..
moga2 anak2 di rumah juga dapet pengalaman seperti mba Shasa..
lain kali pasti bisa!
menyebalkan bu
BalasHapuskenapa kalo even kompetisi akademik semacam ini tak pernah meriah seperti kontes ratu ratuan atau pencarian artis instan yang gegap gempita
kapan atuh majunya indonesia raya...
eh, shasa kereeeen...
sering sekali kita menjumpai hal seperti itu bu namanya tingkat Nasional lombanya tapi panitianya nggak profesional, kecewa deh
BalasHapus@Muhammad A Vip >> iya, shasa skrg sdh SMP lo... SDH ABG hehehe
BalasHapus@Achmad Edi Goenawan >> memang panitia belum mampu fair dalam NEO kemarin.. semoga Shasa dapat kesempatan utk ikut lomba2 lainnya. Aamiin... termakasih utk supportnya
@Hilsya >> yups.. semoga anak2 kita akan dapat kesempatan2 lainnya utk mengembangkan kemampuannya mbak, dan kita hanya perlu memberikan dukungan buat mereka. Makasih utk dukungannya yaa... :)
@Rawins >> panitia yg kurang pengalaman mungkin jadinya acaranya tidak bisa meriah hehehe... semoga saja lain kali shasa punya kesempatan utk ikut kegiatan yg memberikan kesempatan yang sama bagi semua pesertanya :D
@Munir Ardi >> iya sayang sekali... padahal peserta sudah datang dari seluruh penjuru indonesia lo.
asalamualaikum
BalasHapuslain kali pasti bisa mba
sayang ya mba padahal pesertanya seluruh Indonesia
emm tetap semangat :D di Indonesia memang tempatnya orang sabar menunggu dan antri adalah esuatu yang udah biasa ;) semoga panitianya lebih profesional lagi amin
BalasHapusHmmm ...
BalasHapusMahasiswa ya Bu ... ?
mencoba memaklumi ... :) :) :)
Tanpa bermaksud untuk apa-apa ... namun untuk mengadakan hal seperti ini sama sekali tidak mudah ... panitia harus dengan baik mempersiapkannya ... baik sarana maupun prasarananya ... apalagi system perlombaannya ...
semoga ini bisa menjadi pelajaran bagi panitia ...
Yang saya salut ... adalah ... Dedikasi Bu Fitri ...
Dan mudah-mudahan pengalaman ini bisa mendewasakan Shasa ya Bu
salam saya Bu
shasha hebat deh..bisa ikutan olimpiade bahasa inggris....meskipun nggak menang tapi banyak pengalaman yang di dapat.
BalasHapussemoga lain kali ada kesempatan mengikuti ajang semacam ini lagi ya..tetap semangat shasa...
@Nuraninuraniku >> iya mbak, pesertanya dari seluruh Indonesia. Semoga saja lain kali penyelenggaraannya lebih sempurna. Aamiin..
BalasHapus@Cak Win >> hahaha ternyata di lomba sekelas olimpiade nasional pun peserta harus rela antri hehehe. Yups.. semoga kelak panitia bisa jauh lebih profesional.
@NH18 >> iya Om... mahasiswa. Memang tidak mudah mengurusi jumlah peserta sebanyak itu.. ditambah dg pembimbingnya.
Memang panitia harusnya lebih baik dalam persiapan khususnya menerapkan sistem yang bagus dan adil bagi semua.
Iya Om, aku sendiri salut dg dedikasi Bu Fitri dalam mengurusi Shasa selama 3 hari 2 malam di sana. :)
@Mami Zidane >> memang benar, walau gak menang banyak pengalaman berharga yang didapat Shasa mbak.. Semoga saja dia dapat kesempatan lainnya. Aamiin...
Keliatan jelas jika pihak panitia belum bisa bekerja professional ya mba... sungguh disayangkan. Tapi mudah2an ke depannya mereka bisa melakukan banyak improvement demi lancarnya acara.
BalasHapusSemoga juga Shasa punya keyakinan dan ga patah semangat, bahwa ke depannya, akan jauh lebih baik, asalkan panitia juga punya keinginan untuk improvisasi.
Salam sayang untuk Shasa ya mba :)
@Alaika Abdullah >> seperti yang Om NH18 bilang mbak, karena panitianya para mahasiswa kita jadi harus maklum... Semoga saja kelak mereka dapat bekerja lebih profesional lagi dan tidak mengecewakan para peserta.
BalasHapusAlhamdulillah Shasa gak patah semangat mbak.. terimakasih banyak utk dukungan dan doanya. Salam sayang juga buat Intan ya...
Disatu sisi saya seneng banget Shasa masuk final mbak Reni, tapi disisi lain juga gelo kok carane gitu yo panitia olimpiadenya. Saya jadi ingat saat dulu lomba Mata Pelajaran di kabupaten pas SD, masih saja ada panitia yang curang dan menguntungkan peserta tertentu..
BalasHapussantai wae nduk Shasa, ponakanku sing manis dewe hehe.. Juara lomba bukan berarti pemenang sejati loh nduk, itu kan penilaian manusia.. Jadikan aja ini sebagai pelecut belajar dan pembuktian jika dirimu adalah juara sejati sebenarnya
Ikut geregeten baca cerita mbak Reni, apalagi ga menangnya Shasa gara2 kurang profesionalnya panitia. Tapi tetep semangat ya Shasa.... Kamu hebat... :)
BalasHapus@Lozz Akbar >> Terimakasih banyak ya Kang, semoga dukungan yang mengalir disini bisa makin menguatkan Shasa utk tetap semangat meskipun kali ini belum beruntung. :)
BalasHapus@Tarry KittyHolic >> Mbak Tarry terimakasih banyak telah menyemangati Shasa ya.. semoga Shasa makin semangat utk terus maju :)
@PakIes >> benar banget PakIes, lomba kemarin telah memberikan banyak pengalaman berharga bagi Shasa. Semoga kelak Shasa dan Mas Rio dapat mencetak prestasi2 membanggakan lainnya ya? Terimakasih utk dukungannya buat Shasa.
Duh, sayang banget pelaksanaannya kurang tertata rapi yah mba:-(
BalasHapusItu rada kesian juga sih kalo harus cek out hotel dan bawa2 koper ke tempat lomba. Kebayang ribetnya..
Biasanya boleh cek out dulu, tapi kopernya titip di luggage room mba..tapi tergantung hotelnya juga sih yah..
Dan tata cara pas final itu emang gemesin banget mba..
Tapi gak papa deh mba, perbanyak jam terbang buat Shasa yaaaah...lain kali semoga berhasil yah sayang:-)
@Bibi Titi Teliti >> iya emang rempong banget sih mbak bawa2 koper/ransel dsb saat di tempat lomba... Mungkin karena yang gak terus ke babak final gak dianterin lagi sama bus panitia ke hotel makanya semua barang bawaan dibawa tuh ke tempat lomba.
BalasHapusIya Mbak, semua ini jadi pengalaman berharga bagi Shasa.
Sepertinya panitia NEO ini tidak siap deh..dari fasilitas yang minim itu aja udah keliatan, mosok setingkat olimpiade fasilitasnya kek gitu.
BalasHapusLebih parah finalnya itu loh..gila aja masa gag ada disiplin waktu. setidaknya tiap peserta tuh punya jatah sekian menit, kalo gag bisa jawab ya kudu dilewatin..
ihhh gemes deh,,,
masih banyak lomba lain, smoga shasha bisa ikuttt ^^