Bagi kami orang-orang Jawa, Majalah Jayabaya sudah tidak asing lagi. Majalah itu mengkhususkan diri sebagai Majalah Berbahasa Jawa. Aku mengenal majalah itu sejak kecil, karena eyangku memang suka membeli majalah itu. Dan sampai sekarangpun, Majalah itu masih hadir di keluargaku, karena kini orangtuaku dan mertuaku yang berlangganan. Walaupun aku asli "Wong Jawa" bukan berarti aku mahir dalam berbahasa Jawa. Apalagi berbahasa Jawa yang halus. Meskipun begitu aku suka juga membuka Majalah Jayabaya dan ikut-ikutan membacanya. Tapi, kalau aku membaca Majalah Jawabaya, masih banyak kata yang aku tanyakan dulu artinya pada orangtuaku ataupun pada mertuaku *sembunyi karena malu*
Gambar diambil dari sini
Ternyata... Shasa suka juga membaca Majalah Jayabaya itu. Kedekatan Shasa dengan Majalah Jayabaya bermula saat Shasa masih kecil. Dulu, orangtuaku suka sekali mengirimkan foto-foto Shasa ke majalah itu. Karena memang di Majalah Jayabaya mempunyai rubrik yang memuat foto anak-anak usia balita.
Setelah agak besar, Shasa suka sekali dibacakan cerita untuk anak yang ada di Majalah itu. Dan kini, Shasa memilih untuk membaca sendiri rubrik yang berisi cerita untuk anak. Sama sepertiku, dalam membaca Majalah Jayabaya itu, Shasa berulangkali menanyakan arti sejumlah kata yang tidak dipahaminya.
Dengan hadirnya Majalah Jayabaya di rumah, kami belajar untuk tetap mempertahankan Bahasa Jawa. Khususnya pada Shasa. Kebetulan di sekolah Shasa memang ada jam pelajaran Bahasa Jawa. Sedikit banyak kehadiran Majalah Jayabaya di rumah, bisa membantu Shasa untuk mengenal lebih banyak lagi kosa kata dalam Bahasa Jawa.
Suatu kali guru Bahasa Jawa di sekolah Shasa memberi tugas agar setiap murid belajar mengarang dengan menggunakan Bahasa Jawa. Shasa yang kebingungan memilih untuk membuat karangan dalam Bahasa Indonesia terlebih dahulu. Kemudian, dengan bantuan eyangnya, Shasa "menterjemahkan" karangannya itu ke dalam Bahasa Jawa. Dan... akhirnya jadi juga. Shasa bangga sekali.
Orangtuaku yang membaca hasil karangan Shasa diam-diam ingin membuat kejutan buat Shasa. Tanpa sepengetahuan Shasa, konsep karangan Bahasa Jawa yang ditulis Shasa diketik oleh orangtuaku dan kemudian dikirimkan ke Majalah Jayabaya. Kebetulan, Jayabaya juga punya rubrik "Calon Pengarang" yang memang ditujukan bagi anak-anak Sekolah Dasar yang ingin belajar mengarang dalam Bahasa Jawa.
Shasa dan majalah Jaya Baya yang memuat hasil karyanya
Rubrik Calon Pengarang yang memuat karangan Shasa
Karangan Shasa dalam rubrik Calon Pengarang
Setelah sekian lama menunggu, ternyata karangan Shasa dimuat. Duh... Shasa kaget dan seneng bukan main. Dia bangga, karena karangan pertamanya yang berhasil dimuat pada suatu majalah ternyata karangan berbahasa Jawa. Semoga saja, Shasa semakin mencintai Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan tidak melupakannya begitu saja meskipun kini Shasa semakin pandai dalam Bahasa Inggris.
Semoga Bahasa Jawa tetap dapat lestari. Amien...
Gambar diambil dari sini
Ternyata... Shasa suka juga membaca Majalah Jayabaya itu. Kedekatan Shasa dengan Majalah Jayabaya bermula saat Shasa masih kecil. Dulu, orangtuaku suka sekali mengirimkan foto-foto Shasa ke majalah itu. Karena memang di Majalah Jayabaya mempunyai rubrik yang memuat foto anak-anak usia balita.
Setelah agak besar, Shasa suka sekali dibacakan cerita untuk anak yang ada di Majalah itu. Dan kini, Shasa memilih untuk membaca sendiri rubrik yang berisi cerita untuk anak. Sama sepertiku, dalam membaca Majalah Jayabaya itu, Shasa berulangkali menanyakan arti sejumlah kata yang tidak dipahaminya.
Dengan hadirnya Majalah Jayabaya di rumah, kami belajar untuk tetap mempertahankan Bahasa Jawa. Khususnya pada Shasa. Kebetulan di sekolah Shasa memang ada jam pelajaran Bahasa Jawa. Sedikit banyak kehadiran Majalah Jayabaya di rumah, bisa membantu Shasa untuk mengenal lebih banyak lagi kosa kata dalam Bahasa Jawa.
Suatu kali guru Bahasa Jawa di sekolah Shasa memberi tugas agar setiap murid belajar mengarang dengan menggunakan Bahasa Jawa. Shasa yang kebingungan memilih untuk membuat karangan dalam Bahasa Indonesia terlebih dahulu. Kemudian, dengan bantuan eyangnya, Shasa "menterjemahkan" karangannya itu ke dalam Bahasa Jawa. Dan... akhirnya jadi juga. Shasa bangga sekali.
Orangtuaku yang membaca hasil karangan Shasa diam-diam ingin membuat kejutan buat Shasa. Tanpa sepengetahuan Shasa, konsep karangan Bahasa Jawa yang ditulis Shasa diketik oleh orangtuaku dan kemudian dikirimkan ke Majalah Jayabaya. Kebetulan, Jayabaya juga punya rubrik "Calon Pengarang" yang memang ditujukan bagi anak-anak Sekolah Dasar yang ingin belajar mengarang dalam Bahasa Jawa.
Shasa dan majalah Jaya Baya yang memuat hasil karyanya
Rubrik Calon Pengarang yang memuat karangan Shasa
Karangan Shasa dalam rubrik Calon Pengarang
Setelah sekian lama menunggu, ternyata karangan Shasa dimuat. Duh... Shasa kaget dan seneng bukan main. Dia bangga, karena karangan pertamanya yang berhasil dimuat pada suatu majalah ternyata karangan berbahasa Jawa. Semoga saja, Shasa semakin mencintai Bahasa Jawa sebagai bahasa ibu dan tidak melupakannya begitu saja meskipun kini Shasa semakin pandai dalam Bahasa Inggris.
Semoga Bahasa Jawa tetap dapat lestari. Amien...
Amin mbak.Lam kenal
BalasHapusTinggal di kota besar dan mulai menguasai bahasa asing khan tidak berarti melupakan akarnya toh, Mbak.
BalasHapusSalut sama Sasha. Karangan pertama berbahasa jawanya langsung dimuat di majalah.
Tapi dia bisa begitu karena lingkungan rumahnya memang tidak 'mengijinkan' akarnya tercabut khan :)
@yon : Salam kenal kembali. Seneng sekali dah mampir.
BalasHapus@desny : Ya betul mbak, aku hanya berharap agar Shasa tdk lupa akan akar budayanya. Makasih ya dah mampir.
wah senang sekali bisa belajar bhs jawa. Aku malah pingin belajar, cuman dari temanku saja. Kecuali kalau sama ibuku, aku bisa bhs jawa tapi ndak halus banget, hanya rutin mendengarkan komunikasi yang terjadi tiap harinya. Cuman kalo logatnya, sudah lumayan lah ... he he
BalasHapusPaling saya search di gugel saja .. buat nambah nambah kosakata. Sekali2 ngobrol sama saya pake bhs jawa donk mbak .. sambil saya latihan? .. he he *merayu*
@kuyus : tibane mbak Kuyus iso boso Jowo to ? Oalah... lagi ngerti aku. :)
BalasHapusWaktu saya tinggal di Surabaya, saya sering membaca majalah ini. Di Sumatera belum pernah terlihat..
BalasHapus@erik : Wah, mas Erik pernah tinggal di Surabaya to ? Bisa ngomong cara Suroboyo-an tidak ?
BalasHapusjaya baya tuh bukannya ramalan itu ya
BalasHapuskirain teh mo ada hubunganya dengan Kiamat 2012 *kaborrrrrr*
@aRai : Ramalan ? Kiamat ? Aduh... jauh amat. Aku cuma mau bicara tentang Bahasa Jawa aja kok. Yang simpel-simpel aja. :)
BalasHapuswaaa bole neh minta diajarin bhs jawa ma shasha hehehe cm bisa bhs jawa ngoko aja nih mbak:p
BalasHapus@wendy : Ya emang yang paling gampang tuh Bahasa Jawa ngoko aja ya, mbak. Aku sendiri mulai kesulitan ngajarin Shasa bahasa Jawa yang halus kok hehehehe.
BalasHapusiya.. nih. org tua pinter bnhsa jawa, blm tentu ank juga pinter
BalasHapus@bunda_aska : memang begitu adanya. Bahasa daerah makin kalah dengan bahasa Inggris.. Hiks.. Bahasa daerah makin jarang dipakai...
BalasHapusbahasa Jawa harus dilestarikan sebab suatu saat bisa punah, sekarang saja anak0anak muda sudah jarang yang fasih berbahasa Jawa halus (kromo inggil)
BalasHapus@joe : Betul sekali mas.... Mulai sekarang upaya untuk melestarikan bahasa daerah harus makin digalakkan tuh. Makasih banget dah mampir....
BalasHapussemangat terus ya shasha semoga bhs jawa tidak akan pernah hilang....
BalasHapus