Ada yang bertanya kenapa aku sekarang lebih sering menulis resensi buku daripada curhat kejadian sehari-hari. Jujur saja, kalau sekarang lebih rajin menulis resensi itu karena emang ada maunya. Apa lagi kalau bukan dalam rangka ikutan lomba resensi hehehe. Kalau dulu aku lebih suka baca buku lama, yang kubeli dengan harga diskon lewat pameran buku. Karena yang kubaca buku lama, jadinya aku mau buat resensinya suka malu. Telat banget gitu lho.... hehehe.
Kalau sekarang, buku yang kubuatkan resensinya kebanyakan buku baru. Soalnya, lomba resensi buku seringkali diadakan dalam rangkaian launching buku baru tersebut. Sekalian promosi, mungkin. Terkadang aku harus rela membeli buku-buku itu secara pre order di beberapa toko buku online, atau langsung ke penulisnya. Tentu saja dengan cara seperti ini aku tak bisa lagi menikmati sensasi mendapatkan buku bagus dengan diskon besar dari sebuah pameran buku. Namun, membaca buku yang benar-benar baru sensasinya beda sih.
Ada cerita yang tak akan aku lupakan tentang usahaku ikut lomba resensi buku. Aku sudah 2 kali bersusah payah mengerjakan resensi dalam mengejar deadline. Yang pertama resensi untuk Surat Dahlan dan yang kedua resensi untuk 12 Menit. Untuk Surat Dahlan aku benar-benar baru bisa menyelesaikannya di hari terakhir! Itupun aku harus kebut baca bukunya agar bisa ikut lombanya. Aku sampai bawa buku itu kemana-mana dan aku baca dimanapun aku berada. Begitu resensi selesai aku buat dan aku berniat mendaftar... aku baru tahu kalau ternyata deadline diundur! OMG....
Yang kedua adalah resensi 12 Menit. Untuk resensi untuk 12 Menit ini aku sampai bela-belain begadang. Aku baru menyelesaikannya pukul setengah dua belas malam. Untuk bisa menyusun resensi itu aku harus benar-benar menyisihkan waktu di sela-sela kesibukanku. Baru beberapa hari kemudian, aku mendapat informasi dari Mak Haya Aliya Zaki kalau ternyata deadline diundur! Hadehhh...
Ada cerita lain lagi. Aku pernah bersusah payah menyelesaikan membaca buku demi lomba resensi buku tersebut, namun gagal! Untuk buku U Turn, aku sudah niat banget menuliskan resensinya. Sayangnya di saat aku hendak menuliskan resensinya, modemku bermasalah! Aku tak bisa berbuat banyak, karena hari itu adalah deadlinenya. Kebetulan memang beberapa hari sebelumnya aku sakit, sehingga aku memilih beristirahat dari aktivitas blogging.
Berkejaran dengan deadline dan bermain-main dengan batas akhir deadline tak membuatku kapok. Kali ini yang ingin kuikuti adalah lomba resensi buku serial #storycake. Demi bisa mengikuti lomba itu, buku itu sampai aku bawa waktu aku dinas ke Yogyakarta. Aku menyempatkan baca buku itu dalam perjalanan ke Yogyakarta. Aku membacanya di dalam mobil! Sayang sekali, saat aku pulang kembali ke Madiun kondisi fisikku sudah sangat lelah. Aku tak sanggup lagi menuliskan resensinya. Akhirnya, aku terpaksa melewatkannya.
Namun, sampai saat ini aku masih berharap punya waktu untuk bisa menuliskan resensi U Turn dan serial #Storycake. Semoga ada kesempatan untuk itu. Sebenarnya sih, untuk menulis resensi buku memang sebaiknya dilakukan segera setelah selesai membaca buku. Isi buku masih fresh dalam ingatan. Selain itu, feel-nya juga masih terasa. Jika sudah lewat lama, maka untuk bisa menuliskan resensinya terpaksa harus membuka-buka lagi bukunya.
Untuk membuat resensi buku aku masih harus banyak belajar. Namun, jika aku melihat lagi ke belakang, aku bisa melihat banyak sekali perbedaanku dalam membuat resensi antara dulu dan sekarang. Kalau dulu aku cenderung menceritakan isi buku secara lengkap berikut 'perasaan'ku tentang buku itu. Aku bahkan tak segan untuk menceritakan endingnya! Aku tak tahu jika ternyata hal seperti itu mengganggu bagi orang yang tak ingin mengetahui endingnya sebelum membacanya sendiri.
Sekarang, gaya resensiku sudah berbeda. Aku cenderung untuk menceritakan isi buku dengan sangat singkat. Yang banyak aku akan bahas tentang kelebihan dan kekurangan buku tersebut serta penilaianku pribadi terhadap buku tersebut. Ternyata, banyak komentar yang mengatakan resensiku detil sekali. Semua itu dikarenakan aku cenderung suka 'menunjukkan' kesalahan ketik yang ada dalam sebuah buku. Aku tak segan menunjukkan kesalahannya dimana.
Mengapa aku melakukan itu? Penyebab utama adalah aku menyadari bahwa kesalahan ketik itu terjadi karena 'tidak terlihat'. Maksudku begini, meski sebuah tulisan sudah dibaca berulang kali, tapi (herannya) selalu saja ada salah ketik yang terlewatkan. Itu makanya aku berniat 'membantu' penerbit menunjukkan kesalahan ketik yang aku temukan. Sangat mungkin di luar kesalahan ketik yang aku temukan masih ada juga kesalahan ketik yang terlewatkan olehku. Kupikir, apa salahnya aku membantu mengurangi kesalahan ketik yang ada? Jadi kuharapkan apabila buku tersebut dicetak ulang, maka kesalahan ketik yang sudah ditemukan dapat diperbaiki.
Apakah yang aku lakukan seperti itu mengganggu bagi yang membaca resensiku? Mungkin ada yang terganggu, tapi ada juga yang senang dengan gayaku seperti itu. Yang terganggu mungkin menganggap aku suka mencari-cari kesalahan. Tak masalah bagiku, toh tujuanku bukan itu sebenarnya. Namun ternyata ada juga yang suka dengan gayaku. Salah satunya mbak Rifka. Komentar yang ditinggalkannya untukku di resensi Rainbow seperti di bawah ini :
Sungguh... membaca komentar mbak Rifka di atas aku tersanjung sekali. Aku yang baru belajar membuat resensi ini diminta untuk menuliskan resensi buat bukunya? Aku serasa tak percaya, seorang penulis memintaku secara langsung!
Selain itu, komentar dari mbak Yuniarinukti juga membesarkan hatiku. Komentar yang ditinggalkannya di rasensi Rainbow seperti di bawah ini :
Begitulah aku dan resensi buku yang aku buat selama ini. Masih banyak yang harus kubenahi dalam membuat resensi. Aku masih harus belajar lagi agar mampu menulis resensi yang lebih baik. Tapi aku yakin bahwa aku tak keberatan melakukannya.
Kalau sekarang, buku yang kubuatkan resensinya kebanyakan buku baru. Soalnya, lomba resensi buku seringkali diadakan dalam rangkaian launching buku baru tersebut. Sekalian promosi, mungkin. Terkadang aku harus rela membeli buku-buku itu secara pre order di beberapa toko buku online, atau langsung ke penulisnya. Tentu saja dengan cara seperti ini aku tak bisa lagi menikmati sensasi mendapatkan buku bagus dengan diskon besar dari sebuah pameran buku. Namun, membaca buku yang benar-benar baru sensasinya beda sih.
Ada cerita yang tak akan aku lupakan tentang usahaku ikut lomba resensi buku. Aku sudah 2 kali bersusah payah mengerjakan resensi dalam mengejar deadline. Yang pertama resensi untuk Surat Dahlan dan yang kedua resensi untuk 12 Menit. Untuk Surat Dahlan aku benar-benar baru bisa menyelesaikannya di hari terakhir! Itupun aku harus kebut baca bukunya agar bisa ikut lombanya. Aku sampai bawa buku itu kemana-mana dan aku baca dimanapun aku berada. Begitu resensi selesai aku buat dan aku berniat mendaftar... aku baru tahu kalau ternyata deadline diundur! OMG....
Yang kedua adalah resensi 12 Menit. Untuk resensi untuk 12 Menit ini aku sampai bela-belain begadang. Aku baru menyelesaikannya pukul setengah dua belas malam. Untuk bisa menyusun resensi itu aku harus benar-benar menyisihkan waktu di sela-sela kesibukanku. Baru beberapa hari kemudian, aku mendapat informasi dari Mak Haya Aliya Zaki kalau ternyata deadline diundur! Hadehhh...
Ada cerita lain lagi. Aku pernah bersusah payah menyelesaikan membaca buku demi lomba resensi buku tersebut, namun gagal! Untuk buku U Turn, aku sudah niat banget menuliskan resensinya. Sayangnya di saat aku hendak menuliskan resensinya, modemku bermasalah! Aku tak bisa berbuat banyak, karena hari itu adalah deadlinenya. Kebetulan memang beberapa hari sebelumnya aku sakit, sehingga aku memilih beristirahat dari aktivitas blogging.
Berkejaran dengan deadline dan bermain-main dengan batas akhir deadline tak membuatku kapok. Kali ini yang ingin kuikuti adalah lomba resensi buku serial #storycake. Demi bisa mengikuti lomba itu, buku itu sampai aku bawa waktu aku dinas ke Yogyakarta. Aku menyempatkan baca buku itu dalam perjalanan ke Yogyakarta. Aku membacanya di dalam mobil! Sayang sekali, saat aku pulang kembali ke Madiun kondisi fisikku sudah sangat lelah. Aku tak sanggup lagi menuliskan resensinya. Akhirnya, aku terpaksa melewatkannya.
Namun, sampai saat ini aku masih berharap punya waktu untuk bisa menuliskan resensi U Turn dan serial #Storycake. Semoga ada kesempatan untuk itu. Sebenarnya sih, untuk menulis resensi buku memang sebaiknya dilakukan segera setelah selesai membaca buku. Isi buku masih fresh dalam ingatan. Selain itu, feel-nya juga masih terasa. Jika sudah lewat lama, maka untuk bisa menuliskan resensinya terpaksa harus membuka-buka lagi bukunya.
Untuk membuat resensi buku aku masih harus banyak belajar. Namun, jika aku melihat lagi ke belakang, aku bisa melihat banyak sekali perbedaanku dalam membuat resensi antara dulu dan sekarang. Kalau dulu aku cenderung menceritakan isi buku secara lengkap berikut 'perasaan'ku tentang buku itu. Aku bahkan tak segan untuk menceritakan endingnya! Aku tak tahu jika ternyata hal seperti itu mengganggu bagi orang yang tak ingin mengetahui endingnya sebelum membacanya sendiri.
Sekarang, gaya resensiku sudah berbeda. Aku cenderung untuk menceritakan isi buku dengan sangat singkat. Yang banyak aku akan bahas tentang kelebihan dan kekurangan buku tersebut serta penilaianku pribadi terhadap buku tersebut. Ternyata, banyak komentar yang mengatakan resensiku detil sekali. Semua itu dikarenakan aku cenderung suka 'menunjukkan' kesalahan ketik yang ada dalam sebuah buku. Aku tak segan menunjukkan kesalahannya dimana.
Mengapa aku melakukan itu? Penyebab utama adalah aku menyadari bahwa kesalahan ketik itu terjadi karena 'tidak terlihat'. Maksudku begini, meski sebuah tulisan sudah dibaca berulang kali, tapi (herannya) selalu saja ada salah ketik yang terlewatkan. Itu makanya aku berniat 'membantu' penerbit menunjukkan kesalahan ketik yang aku temukan. Sangat mungkin di luar kesalahan ketik yang aku temukan masih ada juga kesalahan ketik yang terlewatkan olehku. Kupikir, apa salahnya aku membantu mengurangi kesalahan ketik yang ada? Jadi kuharapkan apabila buku tersebut dicetak ulang, maka kesalahan ketik yang sudah ditemukan dapat diperbaiki.
Apakah yang aku lakukan seperti itu mengganggu bagi yang membaca resensiku? Mungkin ada yang terganggu, tapi ada juga yang senang dengan gayaku seperti itu. Yang terganggu mungkin menganggap aku suka mencari-cari kesalahan. Tak masalah bagiku, toh tujuanku bukan itu sebenarnya. Namun ternyata ada juga yang suka dengan gayaku. Salah satunya mbak Rifka. Komentar yang ditinggalkannya untukku di resensi Rainbow seperti di bawah ini :
Sungguh... membaca komentar mbak Rifka di atas aku tersanjung sekali. Aku yang baru belajar membuat resensi ini diminta untuk menuliskan resensi buat bukunya? Aku serasa tak percaya, seorang penulis memintaku secara langsung!
Selain itu, komentar dari mbak Yuniarinukti juga membesarkan hatiku. Komentar yang ditinggalkannya di rasensi Rainbow seperti di bawah ini :
Begitulah aku dan resensi buku yang aku buat selama ini. Masih banyak yang harus kubenahi dalam membuat resensi. Aku masih harus belajar lagi agar mampu menulis resensi yang lebih baik. Tapi aku yakin bahwa aku tak keberatan melakukannya.
semangat utk terus belajar ya mba. aku jg mau ikutan yg 12 menit karena diundurnya lama bgt yaaaa hehe..
BalasHapusAku malah sampai lupa,... 12 menit diundur sampai kapan sih mbak deadline-nya?
Hapusiiihh aq yo gemes lho mb Ren, padahal bikin resensi 12 menit itu sampe bawa oret2an, nulis point2nya apa saja di tengah teror DL, harus selesai malam itu juga. Hadeeuuhh... tau gitu gak usah ngoyo ya :D Mau ngulang dan memperbaiki resensinya wes wegah banget rasane hihihiii...
HapusWah sama deh kita mbak... begitu tahu DL diundur rasanya mangkeeelll banget ya?
HapusAku juga sudah males utk memperbaiki resensinya. Ya sudah biarin gitu aja. :D
semoga saat buku Satu Kupinta Seribu Kuterima nanti terbit, Mbak Reni berkenan mereviewnya ya? Terima kasih sebelumnya. Nda buru-buru kok, masih dalam tahap penyusunan. :)
BalasHapusWah, Abi mau nerbitin buku lagi ya? Hebaaattt...
HapusAku tersanjung sekali mendapatkan kehormatan untuk mereviewnya. Semoga aku bisa dan tidak mengecewakan nantinya.
Pengen juga saya belajar ngeresensi mbak, tapi yah itu bukunya nggak ada :D
BalasHapusMbak Rini... mau belajar buat resensi? Bisa mulai dengan ikutan lomba resensi mbak... sekalian belajar sekaligus mengejar hadiah, biar makin semangat buat resensinya hehehe
Hapusayoo Mbak, makin semangat dooong ini buat resensinya ;)
BalasHapusInsya Allah tetap semangat hehehe...
HapusMoga2 gak ilang mood ngeblog lagi aja :D
Saya malah jarang meresensi novel Mbak. Soalnya suka malas baca sih hehe..
BalasHapusJustru kalau buku baru saya bacanya dikit-dikit supaya habisnya lama. Dan menurut saya resensi Mbak memang bagus bahkan sampai detail-detailnya di munculkan semua. Itu membuat saya sebagai pembaca resensinya jadi nyaman dan gak takut salah beli buku. Karena pernah beberapa kali beli buku tanpa belum membaca resensi saya kecewa dan akhirnya buku itu mangkrak di halaman tengah :P
Alhamdulillah jika suka dengan gaya resensiku...
HapusItu membuatku makin bersemangat utk makin rajin berlatih menulis resensi
Yang penting dalam membuat resensi aku tak akan menjatuhkan buku yang aku resensi itu. Aku tetap akan tulis tentang kelebihannya.
Kalau aku benar-benar gak suka dg bukunya, mendingan aku gak tulis resensinya saja daripada tulisanku justru mempengaruhi orang tuk tidak membaca buku tsb. :)
Eh, ada nama saya di sebutkan. Makasih Mbak Reni :)
BalasHapusAku juga berterimakasih soalnya komentar dari mbak Yuni menyemangati aku untuk tetap menulis resensi
Hapussangat salut sama mba, sama aja kalo ngetik panjang2 suka bikin BT , apa lagi ng resensi buku, tetap semangat yah mba reni :)
BalasHapusIya mbak... ini juga masih semangat kok :)
Hapussemangat ya mbak
BalasHapusresensi itu sangat bermanfaat mbak, dengan adanya resensi bisa menarik minat pembaca untuk membeli ata baca buku.
Itulah mbak... makanya aku berusaha utk jangan sampai menulis resensi yang menjatuhkan... dan kuharap resensi yang aku buat selama ini tidak dipersepsikan menjatuhkan.
Hapussayang banget aku gak punya buku mbak jadi gak bisa minta direveiw :)
BalasHapusSiapa tahu mbak Lidya akan menerbutkan buku suatu saat nanti? :)
Hapuswah mbak reni hebatt...semoga suatu saat nant aneu bsa seperti mbak reni....sukses selalu yah mbak.....salluuuuuuttttttt:)
BalasHapusWaduh... waduh... jangan buatku malu dong... aku belum apa2..., masih belajar buat resensi, belum ada hebatnya. Lomba resensi aja gak pernah menang hehehe
Hapuswah resensi buku jadi inget masa kuliiah dapat tugas resensi buku uh sibuk deh cari referensi,,, hehe...
BalasHapus