Sekolah Shasa adalah salah satu Sekolah Adiwiyata di Madiun. Usaha perintisan menjadi Sekolah Adiwiyata ini sudah berlangsung beberapa tahun, di bawah seorang kepala sekolah wanita yang memang terkenal keras dan disiplin. Sebelumnya, beliau telah berhasil mengantarkan sekolah lain menjadi Sekolah Adiwiyata. Pemindahtugasan beliau di sekolah Shasa juga salah satunya untuk mempersiapkan sekolah Shasa menjadi Sekolah Adiwiyata juga.
Yang dimaksud dengan Sekolah Adiwiyata adalah sekolah yang peduli terhadap lingkungan yang sehat, bersih serta lingkungan yang indah. Melalui Program Adiwiyata ini diharapkan seluruh warga sekolah dan juga masyarakat sekitarnya menyadari bahwa lingkungan yang hijau adalah lingkungan yang sehat.
Menurutku, upaya Ibu Kepala Sekolah untuk membuat sekolah Shasa menjadi Sekolah Adiwiyata berhasil. Terbukti beberapa kali sekolah Shasa telah berhasil mendapatkan penghargaan Adiwiyata. Beliau sangat keras dalam mengingatkan warga sekolah untuk senantiasa menjaga kebersihan lingkungan. Beliau juga tak segan-segan memeriksa tanaman-tanaman yang ada di depan masing-masing kelas. Kalau ada tanaman yang layu, beliau akan memanggil murid-murid yang bertanggungjawab atas tanaman itu.
Bukan hanya itu, beliau juga menyediakan 3 (tiga) tempat sampah di sekolah. Masing-masing tempat sampah itu memiliki warna yang berbeda-beda : hijau, kuning dan biru. Tempat sampah itu sengaja 'dibungkus' agar dapat menjadi berwarna-warni seperti itu. Jadi, bukan beli dari toko dengan warna-warna tertentu seperti itu.
maaf fotonya gak bagus karena diambil dari HP Shasa
Ketiga tempat sampah itu juga memiliki fungsi yang berbeda. Tempat sampah hijau untuk sampah organik, yang kuning untuk sampah plastik / botol-botol bekas sementara yang biru untuk kertas. Kalau sampai ada murid yang ketahuan membuang sampah di tempat yang tidak semestinya tanpa ragu beliau akan menegur.
Untuk memaksimalkan 'kesehatan' warga sekolah, beliau pun sampai mengurusi kantin sekolah. Maksudnya, beliau menyarankan agar kantin yang ada di sekolah sebaiknya menjual makanan jadi hasil olahan sendiri. Beliau kurang suka jika kantin di sekolah hanya menyediakan kemasan snack dari pabrik. Alhasil, selama masa kepemimpinan beliau sebagai kepala sekolah, makanan yang dijual di kantin lebih banyak seperti : bakmi goreng, nasi goreng, nasi jotos serta aneka jajanan seperti lemper, klepon, dll. Itu sebabnya sampah yang terbanyak adalah daun pisang sebagai pembungkus makanan-makanan itu.
Namun, akhir Desember 2013 yang lalu Kepala Sekolah-nya diganti. Kali ini Kepala Sekolah-nya dipegang oleh seorang pria. Beliau "tukar tempat" dengan Kepala Sekolah Shasa yang lama. Ternyata, beda Kepala Sekolah beda juga aturannya. Yang paling terasa adalah soal kantin dan sampah.
Kini makanan yang tersedia di kantin lebih banyak snack-snack dari pabrik. Sudah jarang sekali ditemukan makanan jadi olahan sendiri seperti dulu. Akibatnya, tempat sampah lebih banyak terisi oleh bungkus snack itu daripada daun pisang. Malah, sekarang kata Shasa, murid-murid malas untuk memisahkan sampahnya. Semua sampah di buang jadi satu.
Terus terang, aku sedikit kecewa dengan 'kemunduran' ini. Ya, aku menganggapnya kemunduran karena aku lebih suka dengan kebijakan Ibu Kepala Sekolah yang lama daripada Bapak Kepala Sekolah yang baru. Aku lebih suka jika di kantin sekolah menyediakan makanan jadi hasil olahan sendiri daripada snack-snack olahan pabrik. Aku juga lebih suka jika di sekolah anak-anak itu dididik untuk mau memisahkan dan memilah sampah. Dengan terbiasa melakukan hal itu di sekolah, kuharapkan anak-anak itu akan menerapkan di rumah dan menularkan kebiasaan baik itu pada keluarganya.
Sayang... beda kasek beda aturan. Shasa sendiri lebih suka dengan kepala sekolah yang lama. Mau bagaimana lagi...?
Yang dimaksud dengan Sekolah Adiwiyata adalah sekolah yang peduli terhadap lingkungan yang sehat, bersih serta lingkungan yang indah. Melalui Program Adiwiyata ini diharapkan seluruh warga sekolah dan juga masyarakat sekitarnya menyadari bahwa lingkungan yang hijau adalah lingkungan yang sehat.
Menurutku, upaya Ibu Kepala Sekolah untuk membuat sekolah Shasa menjadi Sekolah Adiwiyata berhasil. Terbukti beberapa kali sekolah Shasa telah berhasil mendapatkan penghargaan Adiwiyata. Beliau sangat keras dalam mengingatkan warga sekolah untuk senantiasa menjaga kebersihan lingkungan. Beliau juga tak segan-segan memeriksa tanaman-tanaman yang ada di depan masing-masing kelas. Kalau ada tanaman yang layu, beliau akan memanggil murid-murid yang bertanggungjawab atas tanaman itu.
Bukan hanya itu, beliau juga menyediakan 3 (tiga) tempat sampah di sekolah. Masing-masing tempat sampah itu memiliki warna yang berbeda-beda : hijau, kuning dan biru. Tempat sampah itu sengaja 'dibungkus' agar dapat menjadi berwarna-warni seperti itu. Jadi, bukan beli dari toko dengan warna-warna tertentu seperti itu.
maaf fotonya gak bagus karena diambil dari HP Shasa
Ketiga tempat sampah itu juga memiliki fungsi yang berbeda. Tempat sampah hijau untuk sampah organik, yang kuning untuk sampah plastik / botol-botol bekas sementara yang biru untuk kertas. Kalau sampai ada murid yang ketahuan membuang sampah di tempat yang tidak semestinya tanpa ragu beliau akan menegur.
Untuk memaksimalkan 'kesehatan' warga sekolah, beliau pun sampai mengurusi kantin sekolah. Maksudnya, beliau menyarankan agar kantin yang ada di sekolah sebaiknya menjual makanan jadi hasil olahan sendiri. Beliau kurang suka jika kantin di sekolah hanya menyediakan kemasan snack dari pabrik. Alhasil, selama masa kepemimpinan beliau sebagai kepala sekolah, makanan yang dijual di kantin lebih banyak seperti : bakmi goreng, nasi goreng, nasi jotos serta aneka jajanan seperti lemper, klepon, dll. Itu sebabnya sampah yang terbanyak adalah daun pisang sebagai pembungkus makanan-makanan itu.
Namun, akhir Desember 2013 yang lalu Kepala Sekolah-nya diganti. Kali ini Kepala Sekolah-nya dipegang oleh seorang pria. Beliau "tukar tempat" dengan Kepala Sekolah Shasa yang lama. Ternyata, beda Kepala Sekolah beda juga aturannya. Yang paling terasa adalah soal kantin dan sampah.
Kini makanan yang tersedia di kantin lebih banyak snack-snack dari pabrik. Sudah jarang sekali ditemukan makanan jadi olahan sendiri seperti dulu. Akibatnya, tempat sampah lebih banyak terisi oleh bungkus snack itu daripada daun pisang. Malah, sekarang kata Shasa, murid-murid malas untuk memisahkan sampahnya. Semua sampah di buang jadi satu.
Terus terang, aku sedikit kecewa dengan 'kemunduran' ini. Ya, aku menganggapnya kemunduran karena aku lebih suka dengan kebijakan Ibu Kepala Sekolah yang lama daripada Bapak Kepala Sekolah yang baru. Aku lebih suka jika di kantin sekolah menyediakan makanan jadi hasil olahan sendiri daripada snack-snack olahan pabrik. Aku juga lebih suka jika di sekolah anak-anak itu dididik untuk mau memisahkan dan memilah sampah. Dengan terbiasa melakukan hal itu di sekolah, kuharapkan anak-anak itu akan menerapkan di rumah dan menularkan kebiasaan baik itu pada keluarganya.
Sayang... beda kasek beda aturan. Shasa sendiri lebih suka dengan kepala sekolah yang lama. Mau bagaimana lagi...?
Thank you for your superb post.
BalasHapusTerimakasih :)
Hapuspaling nggak suka kalo kepala sekolah ganti..apalagi ganti dr yg tegas sama yg separo tegas...harusnya kantinnya sehat ya mbk,jadi anak2 juga sehat...ngeri juga kalau banyak makanan snack ..
BalasHapuspagi mbk reni..^^
Iya Mak.., aku juga lebih suka dengan menu yang ada di kantin lama kalo yang baru ini makanan yang disediakan olahan pabrik semua.
HapusSalut sama Bu Kepsek sebelumnya yang peduli dengan lingkungan sekolah. Di kepemimpinan Kepsek baru, sepertinya makanan di kantin jadi tidak terlalu sehat karna makanan pabrik cenderung mengandung MSG ya, mbak. Sayang sekali :)
BalasHapusMemang dulu kesannya bu kasek yang lama itu cerewet dan keras sekali.. tapi hasilnya baik kan? Begitu dapat pak kasek yang kalem malah yang kemarin sudah bagus (karena dipaksa bu kasek mungkin) jadi balik lagi. Kantin lebih enak jual makanan2 yg tinggal beli daripada buat sendiri.
Hapusdulu waktu aku masih kecil juga dilarang ibu utk jajan snack2 pabrik.
BalasHapusbanyak pengawetnya.
ibu lebih suka aku klo di kantin beli jajan yg olahan sendiri .
wah sygnya sekarang kantin sasha gak seasik dlu lagi ya mbak..
Memang makanan jadi dari pabrik itu pasti ada pengawetnya.
HapusTapi dari sisi penjual sepertinya lebih enak beli panganan dari pabrik daripada harus memasak sendiri.
mungkin penggantinya kurang integritas
BalasHapusPenggantinya itu sudah mau pensiun, jadi semangatnya mungkin sudah beda dengan yang lebih muda
HapusMungkin ada baiknya dikomunikasikan melalui mekanisme Komite sekolah ...
BalasHapussaya rasa jika disampaikan dengan baik ... untuk kebaikan bersama ...
usulan akan diterima ...
(at least itu yang terjadi di lingkungan sekolah anak-anak saya)(komite sekolah yang terdiri dari perwakilan orang tua murid dan guru ... bahu-bahu mewujudkan suasana belajar ... dan mengajar yang nyaman dan sehat bagi semua
Salam saya mbak Reni
(5/2 : empat)
Seingatku selama ini aku baru sekali ada undangan rapat komite Om.
HapusMungkin juga komitenya kurang jalan ya.
BTW apa tuh maksud tulisan di bawah sendiri dari komen Om itu?
iya mbak saya juga menemukan komen OM NH dnegan kode seperti itu , sayang sekaligaktahu artinya
HapusKita sepertinya perlu tanya langsung tuh pada Om NH mak Lidya hehehe
HapusBismillah, semoga bisa istiqomah ya mana Reni
BalasHapusAamiin...
Hapusaku juga punya pengalaman serupa jaman SMA dulu mbak...
BalasHapuswaktu kepala sekolah diganti dengan kepsek perempuan, perubahan drastis terjadi di sekolah. tapi di bidang taman dan tampilan sekolah. Sekolahku jadi berbunga bunga dalam arti yang sebenarnya. Tamannya penuh bunga warna warni gitu, jadi sedap dipandang mata.
kayaknya pemimpin perempuan punya kelebihannya sendiri yaaa
Emang urusan taman sepertinya menjadi spesialisasi perempuan ya Mbak Elsa.
HapusJaman bu Kasek yang lama memang sekolah Shasa jadi hijau sekali... tapi Bapak Kasek yang baru itu kalau dihitung memang baru menjabat 1 bulan sih, tapi perubahan drastis di kantin dan tempat sampah langsung terasa
Paling tidak udah ada bekal dari kepala sekolah lama, Bu. Sasha bisa terapkan di lingkungan rumah dan sekitarnya. Amiin.
BalasHapusIya mbak... semoga saja bekal dari Bu Kasek yang lama "membekas" di hati Shasa :)
Hapusbeda orang dan beda pemikirannya soalnya hehe
BalasHapusIya benar sekali itu
HapusHalo Sasha, meski bu Kepsek ganti yook bersama teman2 tetap ikuti model sebelumnya.
BalasHapusBila sekolah makin peduli lingkungan dan kesehatan, kita ortu juga makin tenang ya Jeng Reny.
Salam
Bener Mbak... kalau sekolah peduli dg kesehatan warganya pasti nyaman dan tenang kan mbak. Kata Shasa sekarang aja KM di sekolah kotor lo.
Hapussayang banget perubahannya malah mengecewakan, ya. Tp, semoga apa yang diterapkan oleh kepsek lama bisaa tetap diterapkan oleh Sasha dan teman2nya :)
BalasHapusSayangnya, anak2 itu masih tergoda utk melakukan yg gampang2 saja. membuang sampah sekenanya akan lebih mudah bagi mereka daripada membuang sampah dengan memilahnya terlebih dahulu
Hapussepertinya memang berbeda kalau di bawah penanganan seorang 'ibu'
BalasHapusDi bawah kepemimpinan seorang ibu akan jauh lebih tertata ya? hehehe
Hapussayang ya, apa yang sudah dirintis bagus banget padahal..
BalasHapusdi perumahanku sampah masih campur aduk...lah dipisah juga sama tukang sampahnya langsung dilempar semua ke dalam truk sampah...-_-
itulah, semua orang masih pilih yang mudah saja.
Hapusmemisahkan sampah memang menambah 'kerjaan' mbak.
tapi kalau tak ada yang peduli ya gak akan pernah ada perbaikan
Sayang ya mbak dengan kebiasaan baik yang sudah terbangun
BalasHapusOh iya mbak, sangat patut disayangkan
HapusBeda komandan,beda juga lagak lagunya Jeng
BalasHapusSeharusnya pejabat baru satu klik di atas pejabat lama dalam hal prestasinya, jangan ma;lah mundur.
Salam hangat dari Surabaya
Ya pakde..., emang harusnya spt itu. Tapi kebanyakan pejabat baru tak meneruskan kebijakan pejabat lama (meskipun itu bagus)
HapusBeda pimpinan beda pula aturannya ya Mak. Padahal itu baru ditatanan paling bawah ya mbak. Harusnya sekolah membuat renstra jangka pendek, menengah dan panjang, jd bisa tetep bersinergi satu sama lain Bukan gonta ganti sistem.
BalasHapusYa harusnya seperti itu Mbak Ika. Aku sependapat.
HapusSayangnya orang seringkali lebih suka menjalankan aturannya sendiri dan gak suka menjalankan aturan yg dibuat orang lain.
Bener mak beda pimpinan beda pula kebijaksanaannya, tapi klo dg pergantian pimpinan malah kemunduran yang didapat ini yang amat disayangkan
BalasHapusTerima kasih ya mak sudah mampir di blogku
Iya mbak... aku juga menyayangkan sekali akan hal itu.
Hapus