Rabu, 04 Februari 2009

Cagar Budaya

Segala hal yang berbau kuno atau masa lalu seringkali kurang diminati, apalagi oleh anak-anak. Mereka lebih suka hal-hal yang berbau modern dan serba canggih. Ya gak bisa disalahin juga anak-anaknya, wong kita sebagai orang tua aja kadang kala "malas" untuk berurusan dengan hal-hal yang kuno kok. Udah gak jamannya, gitu kata banyak orang.

Tapi, tidak semua hal kuno harus dihapus begitu saja. Banyak hal kuno yang layak untuk dipelihara dan dijaga "keasliannya". Hal-hal kuno yang berupa peninggalan budaya adalah sumber ilmu pengetahuan dan saksi keberadaan bangsa Indonesia. Mengingat arti penting hal-hal kuno nan bersejarah itu, maka Pemerintah merasa perlu untuk menetapkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Yang dimaksud dengan cagar budaya adalah kegiatan untuk menjaga atau melakukan konservasi terhadap benda-benda alam atau buatan manusia yang dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Di Indonesia, benda cagar budaya harus berumur sekurang-kurangnya 50 tahun. Cagar budaya seringkali dijadikan lambang dan simbol harga diri sebuah bangsa karena sejarah suatu bangsa tercatat dalam peninggalan-peninggalannya.

Bangsa Indonesia memiliki banyak sekali peninggalan yang menyimpan begitu banyak ilmu pengetahuan dan sejarah bangsa ini. Namun, sayang sekali sudah banyak cagar budaya berupa bangunan bersejarah yang sudah "hilang". Banyak gedung-gedung yang merupakan saksi sejarah tergusur dan dibongkar atas nama kemajuan jaman. Namun, di antara cagar budaya yang masih tetap terjaga keberadaannya adalah Keraton, salah satunya Keraton Yogyakarta.


Dengan tujuan untuk memperkenalkan budaya bangsa kepada Shasa dan juga untuk lebih mengenalkan Shasa akan tanah kelahiran ayahnya, maka kami pernah mengajak Shasa untuk mengujungi Keraton Yogyakarta. Keinginan tersebut dapat kami wujudkan pada bulan April 2007 yang lalu. Sewaktu Shasa mengetahui akan diajak ke Keraton Yogyakarta, dia sangat antusias. Dia sangat tidak sabar untuk segera masuk ke dalam keraton.




Begitu masuk, Shasa sangat gembira. Dia segera minta untuk difoto di bawah logo Keraton Yogyakarta dan dibeberapa tempat lainnya. Tapi, begitu masuk lebih dalam lagi dan melihat koleksi benda-benda bersejarah yang ada (sayang sekali tidak sempat diabadikan) Shasa sudah terlihat bosan. Dia mulai tidak tertarik dan minta agar segera pulang saja. Walah....

Shasa hanya tertarik untuk foto-foto saja dan tidak tertarik sama sekali untuk melihat koleksi yang ada. Mungkin dalam bayangannya keraton yang dia kunjungi identik dengan kerajaan-kerajaan yang dia tonton dalam film-film kartun. Kerajaan yang glamor dan serba wah. Sementara Keraton Yogyakarta sangat kental dengan nuansa jaman dulu (baca : kuno).

Sewaktu mau pulang, kami melewati pendopo yang digunakan untuk menggelar Wayang Kulit. Ternyata tidak setiap hari ada pagelaran wayang kulit seperti itu. Shasa beruntung bisa menyaksikan cuplikan adegan dalam wayang kulit itu. Yang tidak kubayangkan sebelumnya dalah, ternyata Shasa betah duduk untuk nonton pagelaran Wayang Kulit tersebut !! Aku dan suami yang gak tertarik (malu sebenarnya untuk mengakui hal ini), berupaya merayu Shasa agar mau diajak pulang. Tapi ternyata Shasa asyik dengan tontonannya itu. Baru setelah sekian lama akhirnya sukses juga mengajak Shasa pulang.


Jadi, bisa dibilang niat untuk memperkenalkan Keraton Yogyakarta yang sarat dengan benda-benda peninggalan sejarah yang sangat berharga, dapat dibilang gagal total. Tapi ternyata Shasa punya pengalaman sendiri yang baginya jauh lebih menarik daripada melihat koleksi benda-benda kuno, yaitu : nonton wayang kulit. Yah... setidaknya usaha kami gak sepenuhnya sia-sia. Meski usaha untuk memperkenalkan sejarah bangsa gagal, tapi hasil yang didapat (dan tak terduga) adalah memperkenalkan seni budaya bangsa. *bernafas lega*

4 komentar:

  1. aku mbak dari dulu penasaran sama tokoh2 pewayangan *wayang kulit* habisnya kan itu keliatannya sama aja to hehehe tapi ternyata beda2, mama saya yg ngerti cuma beliaunya bingung kalo mo ngasi tau:p

    BalasHapus
  2. @wendy : aku sendiri juga ga paham dg tokoh-2 wayang kulit kok mbak. Untungnya anakku ga pernah tanya sama aku tentang masalah perwayangan. Hehehe.

    BalasHapus
  3. he he .. kayaknya aku sama dengan Shasha .. mo minta di foto aja dech, di logo keraton. Cozz, aku suka pusing sama sejarah masa lalu ..

    Prinsipku .. yang lalu biarlah berlalu mbak .. hue he he *canda mode on*

    BalasHapus
  4. @kuyus : Waa..., makin panjang aja nih daftar yg orang yg ogah ribet dg urusan masa lalu hehehe..

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)