Beberapa hari yang lalu aku membuat sebuah tulisan yang berjudul "Dokter, Antara 2 Pilihan". Tulisan itu aku buat untuk mengikuti lomba Blog "Wajah Sistem dan Regulasi Kesehatan di Indonesia". Dalam tulisanku itu, aku mencatat banyaknya kejadian yang memperkuat paradigma bahwa dokter Indonesia mengutamakan materi daripada pengabdian kepada masyarakat.
Pagi ini, ada komentar masuk dari Mbak Elsa (Blogger dari Jombang) pada tulisanku di atas. Komentarnya seperti ini :
Terus terang, tergelitik oleh komentar mbak Elsa itulah aku pun mencari harian Jawa Pos edisi hari ini di kantorku. Setelah menemukannya, aku segera mencari tulisan yang dimaksudkan mbak Elsa. Dan, aku sungguh terharu membaca tulisan yang berjudul : dr. Dani Ferdian, Pendiri Dokter Volunteer, Penyebar Prinsip Mengabdi kepada Masyarakat. Awalnya, dulu di sela-sela jam kuliahnya dr. Dani senang mencari tahu pendapat teman-temannya tentang apa yang akan mereka lakukan selepas mendapat gelar dokter.
Dari semua teman yang dimintai pendapatnya ternyata tak satu pun yang murni mau mengabdikan diri untuk masyarakat. Hal inilah yang membuat dr. Dani prihatin. Menurutnya, dokter sesungguhnya bukan hanya sebatas menyembuhkan penyakit dengan imbalan bayaran tinggi dari pasien. Masih menurutnya, dokter semestinya punya peran penting untuk melakukan tindakan pencegahan dengan turun langsung ke masyarakat atau dengan cara memperbaiki sistem kesehatan di pemerintah.
Atas dasar itu, dia membentuk gerakan Dokter Volunteer bersama 18 mahasiswa kedokteran di kampusnya tahun 2009 yang lalu. Saat itu, dia baru duduk di semester IV FK Unpad Bandung. Mereka sepakat bahwa paradigma dokter tidak hanya mengejar materi semata, namun mendahulukan pengabdian kepada masyarakat. Menurut dr. Dani, hal paling dasar dalam pengabdian seorang dokter adalah menolong. Dan, itu dapat diwujudkan melalui hal-hal sederhana seperti aksi mengukur tekanan darah di pasar, memberi penyuluhan dsb.
Aktivitas Dokter Volunteer terbagi dalam 3 bidang, yaitu : pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Wujud kegiatannya seperti mengajar anak-anak, mengadakan penyuluhan kepada anak-anak jalanan, sosialisasi kesehatan, pendampingan usaha ekonomi dll.
Saat ini Dokter Volunteer beranggotakan 200 aktivis dan 20 orang diantaranya dokter. Sementara yang lain merupakan gabungan dari tenaga medis non dokter, serta para mahasiswa lintas fakultas. Ada sekitar 50 ribu warga di Jawa Barat dan Banten yang telah merasakan pelayanan dari Dokter Volunteer ini melalui 200 kegiatan yang mereka gelar.
Semua yang telah dilakukannya itu rupanya menarik perhatian banyak orang. Bahkan dr. Dani dinobatkan sebagai Inspiring Student Movement Award 2012 dari Masyarakat Ilmuwan dan Tekonologi Indonesia. Sedangkan di tahun 2013 dia mendapatkan anugerah Young Change Maker 2013 dari Asoka Indonesia.
Dr. Dani sudah memantapkan hati untuk tidak mengikuti jejak dokter-dokter lainnya yang berlomba-lomba mendapatkan gelar dokter spesialis. Baginya, yang penting adalah bagaimana mendorong orang tetap sehat dengan mengatur sistemnya.
Membaca kisah dr. Dani itu seolah 'jawaban' dari harapan dan doaku seperti yang aku sampaikan di akhir tulisan "Dokter, Antara 2 Pilihan". Setidaknya masih ada dokter yang memiliki kepedulian dan semangat mengabdi, tanpa mengutamakan materi. Aku juga berharap semoga ke-20 orang dokter yang saat ini masih tergabung di Dokter Volunteer akan tetap konsisten dalam semangat pengabdian mereka dan tak tergoyahkan oleh godaan materi semata. Aamiin.
Pagi ini, ada komentar masuk dari Mbak Elsa (Blogger dari Jombang) pada tulisanku di atas. Komentarnya seperti ini :
mbak, baca jawapos hari ini? halaman depan paling bawah?
keren tuh, ada komunitas mahasiswa kedokteran yang melakukan kerja sukarela, karena terketuk melihat teman-temannya sejak kuliah sudah berorientasi pada materi semata. padahal menurut mereka, seorang dokter juga berkewajiban tidak hanya mengobati, tetapi juga terjun ke tengah tengah masyarakat, membantu pencegahan dan penangkalan penyakit dengan membenahi apa apa yang kurang di masyarakat.... jadi tujuannya agar masyarakat gak sakit gitu...
Terus terang, tergelitik oleh komentar mbak Elsa itulah aku pun mencari harian Jawa Pos edisi hari ini di kantorku. Setelah menemukannya, aku segera mencari tulisan yang dimaksudkan mbak Elsa. Dan, aku sungguh terharu membaca tulisan yang berjudul : dr. Dani Ferdian, Pendiri Dokter Volunteer, Penyebar Prinsip Mengabdi kepada Masyarakat. Awalnya, dulu di sela-sela jam kuliahnya dr. Dani senang mencari tahu pendapat teman-temannya tentang apa yang akan mereka lakukan selepas mendapat gelar dokter.
Dari semua teman yang dimintai pendapatnya ternyata tak satu pun yang murni mau mengabdikan diri untuk masyarakat. Hal inilah yang membuat dr. Dani prihatin. Menurutnya, dokter sesungguhnya bukan hanya sebatas menyembuhkan penyakit dengan imbalan bayaran tinggi dari pasien. Masih menurutnya, dokter semestinya punya peran penting untuk melakukan tindakan pencegahan dengan turun langsung ke masyarakat atau dengan cara memperbaiki sistem kesehatan di pemerintah.
Atas dasar itu, dia membentuk gerakan Dokter Volunteer bersama 18 mahasiswa kedokteran di kampusnya tahun 2009 yang lalu. Saat itu, dia baru duduk di semester IV FK Unpad Bandung. Mereka sepakat bahwa paradigma dokter tidak hanya mengejar materi semata, namun mendahulukan pengabdian kepada masyarakat. Menurut dr. Dani, hal paling dasar dalam pengabdian seorang dokter adalah menolong. Dan, itu dapat diwujudkan melalui hal-hal sederhana seperti aksi mengukur tekanan darah di pasar, memberi penyuluhan dsb.
Aktivitas Dokter Volunteer terbagi dalam 3 bidang, yaitu : pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Wujud kegiatannya seperti mengajar anak-anak, mengadakan penyuluhan kepada anak-anak jalanan, sosialisasi kesehatan, pendampingan usaha ekonomi dll.
Saat ini Dokter Volunteer beranggotakan 200 aktivis dan 20 orang diantaranya dokter. Sementara yang lain merupakan gabungan dari tenaga medis non dokter, serta para mahasiswa lintas fakultas. Ada sekitar 50 ribu warga di Jawa Barat dan Banten yang telah merasakan pelayanan dari Dokter Volunteer ini melalui 200 kegiatan yang mereka gelar.
Semua yang telah dilakukannya itu rupanya menarik perhatian banyak orang. Bahkan dr. Dani dinobatkan sebagai Inspiring Student Movement Award 2012 dari Masyarakat Ilmuwan dan Tekonologi Indonesia. Sedangkan di tahun 2013 dia mendapatkan anugerah Young Change Maker 2013 dari Asoka Indonesia.
Dr. Dani sudah memantapkan hati untuk tidak mengikuti jejak dokter-dokter lainnya yang berlomba-lomba mendapatkan gelar dokter spesialis. Baginya, yang penting adalah bagaimana mendorong orang tetap sehat dengan mengatur sistemnya.
Membaca kisah dr. Dani itu seolah 'jawaban' dari harapan dan doaku seperti yang aku sampaikan di akhir tulisan "Dokter, Antara 2 Pilihan". Setidaknya masih ada dokter yang memiliki kepedulian dan semangat mengabdi, tanpa mengutamakan materi. Aku juga berharap semoga ke-20 orang dokter yang saat ini masih tergabung di Dokter Volunteer akan tetap konsisten dalam semangat pengabdian mereka dan tak tergoyahkan oleh godaan materi semata. Aamiin.
dokter itu sebuah profesi yang mengaggumkan sehingga tidak jarang orang-orang bertanya pada anaknya. nak mau jadi apa besok?
BalasHapusanak: dokter bu
ibu: wah keren belajar yang rajin ya
dari sini kita bisa lihat kalo dokter itu orang-orang yg memiliki otak lebih encer dari yang lain. tapi kepintaran itu tidaklah sempurna jika tingkah lakunya tidak mencerminkan seorang dokter yang mengabdi pada masyarakat.
maaf mbak komenku kepanjangan
Memang profesi dokter adalah profesi yg prestisius mbak... selain itu juga secara materi memang 'menjanjikan' makanya banyak ortu yg pengen punya anak dokter atau bermenantukan seorang dokter hehehe...
HapusDari sekian buaannyaaak dokter, hanya ada dua dokter yang melekat di dalam pikiran saya. Alasannya:
BalasHapus1. setiap akan mengobati pasien selalu membaca bismilah dan berdo'a bahwa kesembuhan hanya Alloh Ta'ala yang menentukan, dokter hanya berikhtiar saja
2. Dokter tersebut sangat dekat dengan pasien, mau mendengarkan setiap keluhan pasien dan menjawab sampai tuntas perihal permasalahan yang dihadapi pasien
Sementara itu banyak sekali saya temukan dokter yang jaim, seolah dialah manusia istimewa yang harus diistimewakan dalam banyak hal. Sudah gitu jika menlayani pasien seperti hanya tiga langkah nanya apa keluhan, lalu distetoskop, lalu di suntik (jika perlu) dan selanjutnya dibuatkan resep terakhir tentu saja mbayar yang sudah ditentukan 'harganya', lebih sedih lagi jika dikit-dikit memvonis agar 'ngamar' dirumah sakit yang ditunjukknya.
Jika ditanya menjawab seperlunya saja. Dokter model gini biarpun terkenal 'manjur' sibisanya saya menghindarinya.
#Edisi_Curhat hhhh
duh laki-laki kok curhat
nggak apa-apa lah sekali-kali sapa tahu ada dokter yang mmembaca artike ini
Ternyata memang anggapan bahwa dokter lebih banyak mengejar materi itu ada dimana-mana ya Pak? Mereka memperlakukan pasien sebatas SOP aja, tanpa niat 'menolong' pasiennya dg memberikan pelayanan dg hatinya.
HapusAku pernah ke dokter THT Pak, eh dokternya galak banget. Aku cerita ttg keluhan2 Shasa dan kecurigaanku ttg sakitnya, eh malah dimarahi. Aku tanya2 dimarahi juga. Hadeehh... Kapok aku ke dokter itu lagi, Pak.
Trus itu kedua dokter yang hebat itu ada di Blitar ya? Andai semua dokter spt mereka berdua ya?
nggih Mbak Ren, dan ada satu lagi dokter anak di Kediri yang sudah sepuh tapi sangat familiar pada pasien dan keluarga
Hapusjadi ingat sama dokter hewannya Lucky mba
BalasHapusnamanya dokter dewi, dia baik banget konsultasi bisa satu jam sama dia gratis lagi paling cuma bayar obat yang buat Lucky aja
jarang2 kan ada dokter yang uang konsultasinya gratis, si dokter dewi gak pelit ilmu dia senang berbagi sama pemilik hewan yang sakit, dia pengen pemilik hewan bisa menjaga hewannya agar gak sakit lagi
Wah hebat sekali dr. Dewi. Salam ya buat bu dokter yang baik itu...
HapusSepertinya dia bener2 cinta dg hewan shg bener2 melakukan hal2 yg dirasanya penting demi kesehatan hewan2 peliharaan ya?
Makin banyaknya lulusan dokter harusnya membuat masayarakat makin sehat, tp pengalaman disaat mertuaku sakit, sempat dokternya salah diagnosa :(
BalasHapusSalah diagnosa, mbak? Terus bagaimana?
Hapushmm keren bgt ya mereka. masih ada orang yg seperti Dr. Dani. Kadang2 memang para dokter yg baru lulus pengennya langsung praktik dan mendapatkan uang. mungkin karena kuliahnya jg mahal kali yah. tapi sekarang dokter2 muda yg PTT, rata2 di tempatkan di desa terpencil jg keren kok. sekalian mengabdi pada masyarakat.
BalasHapusYa bener... yang membanggakan adalah mereka adalah anak2 muda yang tak takut membuat pembaharuan ke arah yang lebih baik.
Hapuskeren nih mba dokter volunteer. Yang aku heran kalo kita ke daerah2 gitu ga ada dokter loh, dokter semuanya ada di kota. jadi kasian kalo org sakit dari desa musti jalan ratusan kilometer ke kota cuman buat cari dokter doang
BalasHapusKalo di daerah2 sih gak hanya tenaga dokter yang terbatas, tapi juga tenaga guru juga terbatas. Kasihan ya... padahal justru di daerah2 spt itu malah lebih membutuhkan tenaga2 handal yang bisa segera membantu mereka mengejar ketertinggalan dari masyarakat di perkotaan.
HapusYa...Makanya kadang ada orang yg mikir ribuan kali buat berobat ke dokter, apalagi dokter spesialis... Sudah sakit, eh tambah mikir duitnya buat berobat... Tambah puyeng... Akhirnya malah berobatnya gak ke dokter, tapi ke "dukun"... :)
BalasHapusSaat ini memang pengobatan alternatif banyak menjadi pilihan masyarakat yang sedang sakit. Mungkin penyebabnya karena biaya berobat ke dokter yang mahal ya?
HapusAku malah gak mau jadi dokter Mbak...dulu takut mayat hehehe
BalasHapusWkwkwk... sama dong berarti dengan aku mbak :D
Hapusdokter juga manusia ya mbak :) apalagi kemudahan jadi pns bagi para dokter saat ini tak semudah jaman omku dulu. So wajar jika sulit untuk "tulus" melayani pasien bagi sebagian dokter hehehe
BalasHapusJadi, maksudnya sekarang ini dokter2 gak mudah jadi PNS trus mereka jadi tak mudah juga untuk melayani pasien?
Hapusdokter penuh kontroversi...
BalasHapuspadahal profesi yg mulia namun kadang harus dibeli dengan uang pertolongannya....
:)
Ya, akhir2 ini memang sedang banyak pro dan kontra terkait profesi yang satu ini dalam memberikan pelayanan
HapusWalau belum pernah bertmeu dokter yang galak - jangan sampai deh :roll: - , tapi sy juga sempat berkesimpulan bahwa dokter lebih banyak mengejar materi.
BalasHapusBerharap semakin banyak gerakan Dokter Volunteer2 lain di seluruh Indonesia, bukan hanya di Bandung, bukan hanya calon dokter Unpad, tapi menyebar ke dokter2 lainnya.
Aamiin... semoga saja makin banyak dokter yang mau melakukan kerja sukarela spt yang dilakukan oleh dokter volunteer. :)
Hapusbagus ya program dokter volunteer ini. kedua dokter yang diceritakan di sini keren banget :)
BalasHapusDokter Volunteer memang luar biasa, bagaikan setetes air segar di tengah dahaga ya? :)
HapusKalau aku berfikir bahwa profesi dokter itu sama aja mbak dengan profesi lainnya. Ada yang memanfaatkan ilmunya untuk masyarakat murni, ada yang sebagaimana mestinya menerima bayaran dari pasien, dan ada juga yang salah dengan jalannya.
BalasHapusSama aja kayak guru, sama aja kayak insinyur, petani. Sama aja seh IMHO
Bener Niee... ya kebetulan aja, sekarang ini yang sedang ramai dibicarakan adalah dokter hehehe.
Hapusaku pernah membaca sebuah kalimat mba, " carilah seorang dokter yang lebih percaya kepada Tuhan dibanding asosiasi kedokteran, maka kau sudah menemukan mutiara "
BalasHapusprofesi dokter lumayan akrab dgn kehidupanku, aku nyaris bersinggungan dgn medis dan dokter 10 thn terakhir, smg Allah memberikan kesembuhan melalui dokter2 yg dipertemukan dgnku.
Wah, aku baru tahu "pesan" dalam memilih dokter itu, lho. Tapi jika dipikir bener juga sih bunyi pesan itu.
HapusSemoga saja dengan banyaknya pertolongan dokter2 yang baik buat mbak Irma selama ini, bisa membuat Mbak Irma sehat2 selalu dan bahagia dalam menjalani hidup. :)
Disini sering sekali menemukan dokter yang galak mbak, jadi bingung deh, kita sakit kok dimarahin sih, enggak enak lagi diajak konsultasi, tapi sekarang sudah tahu sih mana dokter yang enak diajak konsultasi jadi lebih nyaman saja.
BalasHapusJadi, kesempatan bisa konsultasi dengan dokter itu jadi ternyata telah menjadi salah satu pertimbangan dalam memilih dokter.
HapusDengan masyarakat yang semakin pinter saat ini memang seorang pasien tak lagi hanya datang ke dokter untuk periksa dan dapat resep. Namun mereka butuh konsultasi lebih mendalam agar tahu hal-hal terkait penyakitnya ya?
hahaha bener juga tuh smeuanya yg diatas :D
BalasHapusyang di atas yang mana? postingan di atas atau komentar2 masuk di atas?
Hapusjadi inget dokter yang ada didepan rumah mertuaku mb Ren.. Orang china sudah sangat tua, namun kepedulian sosialnya sangat tinggi, terutama untuk orang2 disekitar daerahnya.
BalasHapusSering tuh para tetangga yg tidak mampu datang untuk berobat, namun tidak pernah dipungut biaya.. malah obat2an yang dia ada dikasih dengan cuma2.. kalau penyakit pasiennya parah, justru dia sering menyuruh asistennya untuk datang kerumah pasien menanyakan apakah sudah baikkan ato malah sebaliknya.. karna praktek dia sendiri ga pernah sepi..
Sayangnya.. sdh hampir setahun ini beliau meninggal..
Mertua juga tinggal di Surabaya, mbak? Seneng dan terharu ya mbak saat baca ada dokter yang memiliki kepedulian sosial yang tinggi spt itu.
HapusHebat banget beliau, sampai menyuruh asistennya untuk melihat keadaan pasiennya.
Semoga kebaikannya selama ini mendapatkan imbalan dan pastinya doa dari orang-orang yang pernah dibantunya akan mengiringinya meski beliau sudah meninggal.
jumlahnya masih sedikit ya mbak
BalasHapusYa kalau berdasarkan artikel yang tertulis di Jawa Pos itu memang hanya 20 dokter yang terlibat mbak. :)
HapusGema postingan Jeng Reni, semakin banyak dokter yang melaksanakan pengabdian ini. Tim layanan kesehatan di komunitas yang kami ikuti didukung oleh beberapa dokter yang mengabdi dengan tulus Jeng. Salam
BalasHapusAlhamdulillah mbak... kabar baik ini. Tentu saja ini kabar yang menyenangkan bagi semuanya. Semoga saja para dokter yang terlibat dalam komunitas tersebut dan rela melakukan pengabdian tersebut mendapatkan pahala yang luar biasa. Aamiin.
HapusSemoga saja makin banyak dokter yang melakukan hal serupa... karena masih sangat banyak masyarakat kita yang membutuhkan pertolongan dari para dokter.
Sedang googling dan tak sengaja menemukan dan terhubung ke blog ini, terimakasih atas apresiasinya mba Reni, sebuah kehormatan bagi saya ditulis di blognya mba Reni. Doakan agar kami senantiasa istiqamah, konsisten. Semoga bisa menginspirasi yang lain, dan terlahir banyak dokter yang lebih baik dari kami. Dokter yang berorientasi pada kemanusiaan, beretika, dan memiliki kompetensi yang mumpuni.
BalasHapusRegards,
dr. Dani Ferdian
Volunteer Doctors
Apa kabar, Mbak Reni? :)
BalasHapusPasti kaget tiba2 saya komen di tulisan ini hehehehe
Saya lagi nyari2 akun twitter Dokter Volunteer, eh, nemu tulisan Mbak Reni yang ini.
Minggu lalu, saya ketemu teman2 Dokter Volunteer di acara Festival Kampung Sarjana di Cibuyutan. Ada 11 orang yang datang, terdiri dari satu orang dokter dan beberapa mahasiswa kedokteran. Untuk menuju Desa Cibuyutan, bukan hal mudah. Butuh waktu dua jam untuk jalan kaki.
Ketika mereka mau pulang, saya bertanya dengan dokternya, "Dok, apakah ini medan paling sulit yang pernah ditempuh?"
Dan jawaban dokternya iya. Meski ia sering keluar pulau Jawa menjamah pulau2 terpencil, tapi untuk ke Cibuyutan yang notabene di daerah Pulau Jawa di Bogor, medannya menurut dia paling sulit. Salutlah! :)