Judul : CineUs
Penulis : Evi Sri Rezeki
Penerbit : Teen@Noura
Cetakan : Pertama (Agustus 2013)
Tebal : 304 halaman
ISBN : 978-602-7816-56-5
Harga : Rp. 48.500
CineUs bercerita tentang persahabatan 3 orang remaja : Lena, Dania dan Dion. Ketiganya dipersatukan oleh minat dan cita-cita yang sama : menjadi movie maker! Bertiga, mereka bahu membahu untuk mendirikan Klub Film di sekolah mereka.
Bukan hal mudah bagi ketiganya untuk menjalankan Klub Film yang mereka dirikan. Untuk mencari anggota saja mereka sudah kesulitan. Pun, kegiatan-kegiatan mereka sepi peminat. Apalagi dukungan dari sekolah sangat minim bagi mereka. Singkat cerita, Klub Film dan segelintir orang yang terlibat di dalamnya dianggap sebagai orang yang aneh di sekolah.
Klub Film makin sering berhadapan dengan masalah semenjak Lena memutuskan bertaruh dengan Adit, mantan pacarnya yang juga seorang movie maker. Lena berupaya keras mencari jalan agar bisa mengalahkan Adit dalam Festival Film Remaja. Hingga akhirnya dia berhasil menemukan Rizki, yang ahli dalam membuat animasi dan story board.
Sayangnya, bergabungnya Rizki dan sahabatnya (Ryan) tidak membuat Klub Film terlepas dari masalah. Silih berganti masalah menghampiri mereka, mulai dari kehilangan anggota Klub Film, munculnya klub tandingan : Movie Club, kehilangan basecamp, rusaknya properti mereka sampai terpecah belahnya persahabatan mereka.
Bagaimanakah mereka bisa menyelesaikan berbagai masalah yang menghimpit mereka? Mampukah mereka membuat film untuk ajang Festival Film Remaja tersebut? Mampukan Lena mengalahkan Adit di ajang Festival Film Remaja?
Salah satu daya tarik novel ini adalah tema yang diangkat! Menarik sekali membaca kisah tentang sekelompok anak muda yang begitu tertarik pada dunia film. Menarik juga mengetahui perjuangan mereka dalam mewujudkan impian bisa membuat film dengan segala keterbatasan yang mereka miliki.
Daya tarik kedua adalah tentang tulusnya persahabatan yang terjalin antara Lena, Dania dan Dion. Persahabatan itu digambarkan sangat natural, karena tak digambarkan selalu rukun. Tak jarang muncul salah paham, ketersinggungan dan amarah di antara mereka, namun hebatnya kasih sayang yang tulus di antara mereka mampu merekatkan mereka kembali. Persahabatan itu kian terasa tulus karena Dion adalah penderita ADHD.
Uniknya, tokoh utama dalam novel ini : Lena, tidak digambarkan sebagai sosok gadis idaman yang sempurna sebagaimana umumnya. Justru dia digambarkan sebagai gadis yang 'freak', emosian, tukang bolos, langganan dihukum guru karena terlambat masuk sekolah, bukan dari keluarga kaya dan juga bukan siswa yang cemerlang secara akademis. Namun, dia memiliki ketulusan, keberanian dan mimpi yang diperjuangkannya.
Selain itu, tokoh Rizki juga digambarkan unik. Rizki bukan pelajar yang tampan dan tidak menjadi cowok idola di sekolah. Bahkan Rizki digambarkan cowok berambut panjang, hobi main game dan doyan bolos. Dibalik penampilan fisiknya, ternyata Rizki adalah cowok yang lemah lembut, santun, pemaaf dan talented.
Harus diakui bahwa karakter dari masing-masing tokohnya cukup kuat. Masing-masing tokoh memiliki peran yang penting dalam novel ini. Tak ada tokoh yang sekedar tempelan yang tak memiliki peran di dalamnya. Munculnya tokoh Adit dan Romi membuat konflik kian memanas dan menambah daya tarik ceritanya.
Novel yang mengambil sudut pandang Lena sebagai orang pertama ini enak dibaca dengan gaya bahasa yang tidak njlimet. Alur maju memudahkan pembaca mengikuti jalan ceritanya. Memang ada sedikit flashback, saat pembaca diajak untuk mengetahui latar belakang perseteruan Lena dan Adit yang membuat mereka saling bertaruh untuk menang di ajang Festival Film Remaja.
Cerita mengalir runut dan logis. Di awal, pembaca mulai diperkenalkan dengan berbagai hal tentang Klub Film dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Selanjutnya, satu persatu konflik bermunculan dan memuncak di tengah cerita. Di akhir, satu persatu masalah terselesaikan dan pembaca dapat menutup buku dengan tersenyum.
Novel ini memang banyak keunikannya. Sampul depannya saja sudah unik, dengan desain sampul berlipat di bagian atas. Selain itu, sudah hal yang umum jika novel miskin dengan ilustrasi. Namun, novel CineUs ini pada setiap awal chapternya ada ilustrasi gadis yang memegang klepper atau gadis yang terbelit pita film. Selanjutnya di beberapa halaman juga ada ilustrasi yang menggambarkan lokasi dalam novel tersebut. Lumayan untuk membantu pembaca membangun imajinasinya.
Singkat kata, novel ini sangat menarik. Namun tak ada gading yang tak retak. Aku menemukan sedikit kesalahan ketik di beberapa halaman, termasuk di dalamnya 2 kata yang tak terpisahkan oleh spasi. Selain itu, ada sedikit inkonsistensi dalam cara Rizki menyebut dirinya sendiri. Di awal-awal sempat Rizki menyebut dirinya dengan istilah "aku" (hal. 40 dan 68), namun selanjutnya dia terbiasa tampil dengan menyebut dirinya dengan "saya". Sementara untuk dialognya dengan Ryan, Rizki lebih menggunakan kata "gua".
Dari segi cerita, hanya ada 2 kejadian yang menurutku tidak ditindaklanjuti dengan baik. Yang pertama adalah soal Lena yang mendapat hukuman skorsing seminggu dari sekolah. Dalam masa itu tidak digambarkan bagaimana reaksi kedua orang tuanya dan apa saja yang dilakukan Lena selama masa skorsing itu. Padahal, di awal skorsing digambarkan kekhawatiran Lena jika kedua orang tuanya mengetahui hukuman skorsing itu (hal. 65 dan 81).
Yang kedua adalah soal kejadian tak biasa di kantin, antara Romi dan Blok Poros (hal. 55). Lena yang melihat kejadian tersebut tidak merasa penasaran dan tidak melakukan apapun untuk mencari tahu. Bahkan saat sikap Romi mulai aneh dan kemudian bersama Blok Poros membentuk Movie Club, Lena tak juga sadar bahwa itu semua ada kaitannya dengan kejadian di kantin itu. Saat Ryan bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi antara Romi dan Blok Poros pun Lena seolah tak ingat sama sekali dengan kejadian di kantin itu. Padahal biasanya saat kita merasa aneh dengan sesuatu hal, dan kemudian di belakang hari menemukan benang merah dari kejadian aneh tersebut pasti akan berpikir : "Pantas saat itu bla... bla... bla...." Atau "Oh, jadi pada saat itu sebenarnya bla... bla... bla...." Atau "Oalah, jadi ini maksudnya kejadian saat itu?"
Memang, jika dibandingkan banyaknya kelebihan novel ini, maka kekurangannya sangat tidak berarti. Namun aku berharap untuk cetakan berikutnya beberapa kesalahan ketik yang ada di dalamnya bisa diperbaiki.
Satu pelajaran yang aku ambil dari novel ini adalah :
Bukan hal mudah bagi ketiganya untuk menjalankan Klub Film yang mereka dirikan. Untuk mencari anggota saja mereka sudah kesulitan. Pun, kegiatan-kegiatan mereka sepi peminat. Apalagi dukungan dari sekolah sangat minim bagi mereka. Singkat cerita, Klub Film dan segelintir orang yang terlibat di dalamnya dianggap sebagai orang yang aneh di sekolah.
Klub Film makin sering berhadapan dengan masalah semenjak Lena memutuskan bertaruh dengan Adit, mantan pacarnya yang juga seorang movie maker. Lena berupaya keras mencari jalan agar bisa mengalahkan Adit dalam Festival Film Remaja. Hingga akhirnya dia berhasil menemukan Rizki, yang ahli dalam membuat animasi dan story board.
Sayangnya, bergabungnya Rizki dan sahabatnya (Ryan) tidak membuat Klub Film terlepas dari masalah. Silih berganti masalah menghampiri mereka, mulai dari kehilangan anggota Klub Film, munculnya klub tandingan : Movie Club, kehilangan basecamp, rusaknya properti mereka sampai terpecah belahnya persahabatan mereka.
Bagaimanakah mereka bisa menyelesaikan berbagai masalah yang menghimpit mereka? Mampukah mereka membuat film untuk ajang Festival Film Remaja tersebut? Mampukan Lena mengalahkan Adit di ajang Festival Film Remaja?
*****
Salah satu daya tarik novel ini adalah tema yang diangkat! Menarik sekali membaca kisah tentang sekelompok anak muda yang begitu tertarik pada dunia film. Menarik juga mengetahui perjuangan mereka dalam mewujudkan impian bisa membuat film dengan segala keterbatasan yang mereka miliki.
Daya tarik kedua adalah tentang tulusnya persahabatan yang terjalin antara Lena, Dania dan Dion. Persahabatan itu digambarkan sangat natural, karena tak digambarkan selalu rukun. Tak jarang muncul salah paham, ketersinggungan dan amarah di antara mereka, namun hebatnya kasih sayang yang tulus di antara mereka mampu merekatkan mereka kembali. Persahabatan itu kian terasa tulus karena Dion adalah penderita ADHD.
Uniknya, tokoh utama dalam novel ini : Lena, tidak digambarkan sebagai sosok gadis idaman yang sempurna sebagaimana umumnya. Justru dia digambarkan sebagai gadis yang 'freak', emosian, tukang bolos, langganan dihukum guru karena terlambat masuk sekolah, bukan dari keluarga kaya dan juga bukan siswa yang cemerlang secara akademis. Namun, dia memiliki ketulusan, keberanian dan mimpi yang diperjuangkannya.
Selain itu, tokoh Rizki juga digambarkan unik. Rizki bukan pelajar yang tampan dan tidak menjadi cowok idola di sekolah. Bahkan Rizki digambarkan cowok berambut panjang, hobi main game dan doyan bolos. Dibalik penampilan fisiknya, ternyata Rizki adalah cowok yang lemah lembut, santun, pemaaf dan talented.
Harus diakui bahwa karakter dari masing-masing tokohnya cukup kuat. Masing-masing tokoh memiliki peran yang penting dalam novel ini. Tak ada tokoh yang sekedar tempelan yang tak memiliki peran di dalamnya. Munculnya tokoh Adit dan Romi membuat konflik kian memanas dan menambah daya tarik ceritanya.
Novel yang mengambil sudut pandang Lena sebagai orang pertama ini enak dibaca dengan gaya bahasa yang tidak njlimet. Alur maju memudahkan pembaca mengikuti jalan ceritanya. Memang ada sedikit flashback, saat pembaca diajak untuk mengetahui latar belakang perseteruan Lena dan Adit yang membuat mereka saling bertaruh untuk menang di ajang Festival Film Remaja.
Cerita mengalir runut dan logis. Di awal, pembaca mulai diperkenalkan dengan berbagai hal tentang Klub Film dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Selanjutnya, satu persatu konflik bermunculan dan memuncak di tengah cerita. Di akhir, satu persatu masalah terselesaikan dan pembaca dapat menutup buku dengan tersenyum.
Novel ini memang banyak keunikannya. Sampul depannya saja sudah unik, dengan desain sampul berlipat di bagian atas. Selain itu, sudah hal yang umum jika novel miskin dengan ilustrasi. Namun, novel CineUs ini pada setiap awal chapternya ada ilustrasi gadis yang memegang klepper atau gadis yang terbelit pita film. Selanjutnya di beberapa halaman juga ada ilustrasi yang menggambarkan lokasi dalam novel tersebut. Lumayan untuk membantu pembaca membangun imajinasinya.
Singkat kata, novel ini sangat menarik. Namun tak ada gading yang tak retak. Aku menemukan sedikit kesalahan ketik di beberapa halaman, termasuk di dalamnya 2 kata yang tak terpisahkan oleh spasi. Selain itu, ada sedikit inkonsistensi dalam cara Rizki menyebut dirinya sendiri. Di awal-awal sempat Rizki menyebut dirinya dengan istilah "aku" (hal. 40 dan 68), namun selanjutnya dia terbiasa tampil dengan menyebut dirinya dengan "saya". Sementara untuk dialognya dengan Ryan, Rizki lebih menggunakan kata "gua".
Dari segi cerita, hanya ada 2 kejadian yang menurutku tidak ditindaklanjuti dengan baik. Yang pertama adalah soal Lena yang mendapat hukuman skorsing seminggu dari sekolah. Dalam masa itu tidak digambarkan bagaimana reaksi kedua orang tuanya dan apa saja yang dilakukan Lena selama masa skorsing itu. Padahal, di awal skorsing digambarkan kekhawatiran Lena jika kedua orang tuanya mengetahui hukuman skorsing itu (hal. 65 dan 81).
Yang kedua adalah soal kejadian tak biasa di kantin, antara Romi dan Blok Poros (hal. 55). Lena yang melihat kejadian tersebut tidak merasa penasaran dan tidak melakukan apapun untuk mencari tahu. Bahkan saat sikap Romi mulai aneh dan kemudian bersama Blok Poros membentuk Movie Club, Lena tak juga sadar bahwa itu semua ada kaitannya dengan kejadian di kantin itu. Saat Ryan bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi antara Romi dan Blok Poros pun Lena seolah tak ingat sama sekali dengan kejadian di kantin itu. Padahal biasanya saat kita merasa aneh dengan sesuatu hal, dan kemudian di belakang hari menemukan benang merah dari kejadian aneh tersebut pasti akan berpikir : "Pantas saat itu bla... bla... bla...." Atau "Oh, jadi pada saat itu sebenarnya bla... bla... bla...." Atau "Oalah, jadi ini maksudnya kejadian saat itu?"
Memang, jika dibandingkan banyaknya kelebihan novel ini, maka kekurangannya sangat tidak berarti. Namun aku berharap untuk cetakan berikutnya beberapa kesalahan ketik yang ada di dalamnya bisa diperbaiki.
Satu pelajaran yang aku ambil dari novel ini adalah :
Untuk menjadi "seseorang", kita tak harus memiliki penampilan fisik yang sempurna ataupun kecerdasan yang luar biasa. Untuk menjadi "seseorang" kita hanya perlu menjadi diri sendiri, tulus dan berani memperjuangkan mimpi.
Whuaaa... keren *thumb*
BalasHapusAku juga suka dgn cerita di mana tokoh utama bukanlah seseorang yg sempurna. Keknya tokoh sempurna itu adanya di sinetron hahahaha.
Good luck mbak :)
Bener.. daya tarik tokohnya bagiku luar biasa, karena Lena bener2 manusiawi sekali hehehe...
Hapusselamat tahun baru, maaf lama ngga berkunjung keaktifan ngeblog berkurang karena kesibukan kerja
BalasHapusSelamat tahun baru juga Pak... terimakasih sudah mampir lagi kesini :)
HapusHmmm
BalasHapusBelum baca Karya Mbak Evi, jadi gk bisa ikut Review... :(
Aku juga baru beli bukunya sehari sebelum DL kok hehehe
Hapusmemang lbh baik menjadi diri sendiri ya mbak, nggak capek jadinya beda kl hrs memerankan atau meniru niru org lain terus :)
BalasHapusBener mbak... menjadi diri sendiri memang jauh lebih nyaman :)
Hapusperjuangkan dan gapai mimpi yang tinggi,
BalasHapustapi tetap menjadi diri sendiri untuk menggapainya,,
pelajaran yang bisa diambil ya mbak,,
joss
Mimpi hanya akan tinggal jadi mimpi jika kita tidak segera bangun utk berlari mengejarnya :)
HapusBelum baca, tapi sepertinya menarik.. Thanks review nya :)
BalasHapusMenarik sih mbak menurutku :)
HapusSaya sangat setuju bahwa tokoh-tokoh dalam Cineus ini hadir dengan karakter yang kuat, begitu juga pendapat istri saya yg rebutan baca. Bukunya sampe sobek oleh anak bungsu saya. Sampulnya joss banget ya Mbak, pas di toko buku jadi mencorong mencuri perhatian. Memang unik temanya. Dan memang ada beberapa hal yg bisa digali lagi. Mungkins sengaja ditahan buat dijawab di lanjutannya kali ya Mbak. Salam dingin dari Bogor :)
BalasHapusWah, sampe berebut baca ya Mas. Seru juga yaa...
HapusMemang, tokoh2nya kuat sekali karakternya dan aku suka karena mereka sangat "manusiawi".
iya, mba.. paling ga enak kalo ga konsisten antara saya, aku dan gue.. hehe
BalasHapusNah, aku baca beberapa novel dan menemukan inkonsistensi spt itu juga.
HapusMungkin niat awal utk membedakan satu tokoh dengan lainnya, tapi seringkali malah slip sendiri.
wah, pelajaran yang bisa diambilnya berharga banget :)
BalasHapusSeperti itulah yang aku dapatkan dari novel ini :)
HapusJadi diri sendiri adalah pilihan yang terbaik, bebas dari masalah yang seharusnya tidak ada!
BalasHapusSip... bener sekali Pak :)
HapusHmmm...salut deh buat Mbak Reny yang jago nulis review buku... semoga sukses ya... Btw, met tahun baru 2014... keep the spirit high Mbak...
BalasHapusSelamat tahun baru juga mbak Rita... semoga sudah mulai nulis lagi :)
Hapusaku gak ikutan mbak :( Semoga sukses ya mbak Reni
BalasHapusTerimakasih utk doanya mbak...
HapusTapi kenapa mbak Lidya gak ikutan juga kali ini?
untuk menjadi seseorang memang tidak harus ditunjang oleh fisik yang serba oke
BalasHapusBegitulah spirit yg aku dapatkan dari buku ini Mas :)
Hapusuntuk menjadi diri sendiri hanya perlu bercermin...
BalasHapus:)
Gampang banget ya? hehehe
HapusHalooooo mbak reniii apa kabar nih mbak? lama aku nggak mampir kesini hhe... *ketauan jarang ngeblog
BalasHapusaku mau koment tentang inkonsistennya deh mbak, klo menurutku pribadi sih kayanya masih wajar deh tokoh rizki itu nyebut dirinya beda2, misal dia nyebut dirinya gue klo sama temennya karena masih sepantaran, tp kan bisa juga dia nyebut dirinya saya atau aku didepan orang tuanya yg mungkin lebih disegani atau dihormatin sama dia :) tp menurutku lho itu
Btw, moga menang mbak reviewnya, dan nggak lupa tak ucapin Selamat Tahun baru :)
Masalahnya yg di novel ini kata aku dan saya digunakan berganti2 saat berbicara pd orang yang sama. Mungkin yang pas "aku" itu salah ketik, karena tokohnya selalu menyebut dirinya dg kata "saya" :)
HapusBTW makasih banyak utk doanya yaa...
saya sennag dengan kisah persahabatan di novel ini. Trus tokoh2nya yang digambarkan secara fisik 'tidak sempurna'. Karena biasanya tokoh utama suka ditampilkan sesempurna mungkin
BalasHapusNah itu dia mbak... tokoh2nya sangat manusiawi sekali dg ketidaksempurnaan mereka. Jadinya nyaman banget bacanya :)
Hapuskurang lebih, saya setuju sama pendapat mba reni :D
BalasHapusPendapat yang mana mbak? Apakah semua yang aku tulis di atas?
HapusKadang geje juga kalau tokohnya lebay...
BalasHapusmemang benar, menjadi diri sendiri jauh lbh menyenangkan :)
sukses buat reviewnya ^^
Selain jauh lebih menyenangkan, juga jauh lebih mudah ya mbak :)
Hapussaya nggak sempat ikutan lomba ini, keburu deadline....selamat berlomba ya semoga menjadi yang terbaik...keep happy blogging always...salam dari Makassar :-)
BalasHapusAwalnya aku gak tahu kalo ternyata DL lomba ini diperpanjang, jadi aku sudah hopeless. Untung sehari sebelumnya aku tahu kalo ternyata DLnya tgl 31 Des. Jadinya tgl 30 Des pulang kantor lgsg mampir beli novelnya. Untungnya lagi, masih ada... walau tinggal satu2nya. hehehe... Untungnya juga, bisa langsung kelar dibaca, sehingga tgl 31 Des bisa langsung buat reviewnya.
Hapusnicepost . .
BalasHapussalam kenal mbak . . :)
Salam kenal kembali :)
HapusMakasih nih Mba, cerita seperti ini memang mantap kalau dibaca.
BalasHapusmemang temanya bagus banget menurutku :)
Hapusmba reni baca bukunya banyak bangeeettt.. aku aja satu buku bisa berbulan-bulan baru selesai hahaa
BalasHapusSoalnya baca buku disambi jalan2 terus sih hehehe....
HapusTerima kasih sudah mengapresiasi novel CineUs. Semoga nanti berkenan mengapresiasi sekuelnya :)
BalasHapusTerima kasih juga utk kunjungannya di reviewku ini :)
HapusSemoga saja sekuelnya aku juga bisa baca.