Gambar diambil dari sini
Di tengah kesibukanku yang sangat melelahkan dan menegangkan, kudapatkan berita menyedihkan tentang Nenek Minah. Sebagaimana diberitakan dalam berbagai media bahwa Nenek Minah telah menjadi 'korban' dari penguasa dan lemahnya hukum di negeri ini. Nenek berusia 55 tahun yang buta huruf itu tak mampu melawannya.
Nenek Minah yang telah mengambil 3 buah kakao (dan telah menyerahkannya kembali kepada pemiliknya : PT Rumpun Sari Antan) ternyata harus membayarnya dengan hukuman percobaan satu setengah bulan (45 hari). Harga 3 butir kakao yang hanya seharga Rp. 2.000 harus dibayar dengan harga yang sangat tidak sebanding, sampai-sampai hakim pun membacakan putusannya suara tersendat karena menahan tangis.
Sungguh berita yang sangat menyesakkan dada. Di tengah gencarnya berita tentang carut marutnya lembaga peradilan saat ini, muncul kasus yang rasanya bagaikan antiklimaks dari semuanya. Antiklimaks karena yang disidangkan bukan kasus yang menyangkut uang (negara) milyaran rupiah. Juga karena proses persidangannya tak perlu memakan waktu berlarut-larut (hanya dalam 3 kali sidang) untuk membuat hakim mengetukkan palunya.
Siapa yang tak punya nurani ? Jika memang Nenek Minah dituduh mencuri, tapi yang diambilnya sudah dikembalikan lagi. Hanya untuk 3 buah kakao seharga Rp. 2000 mandor yang 'menangkap basah' Nenek Minah tega melaporkannya kepada pemilik PT. RSA. Yang lebih mengenaskan lagi, PT. RSA menindaklanjutinya dengan melaporkan 'pencurian' itu ke pihak kepolisian.
Yang jelas..., bagiku kasus Nenek Minah bagaikan ironi di tengah upaya pemerintah untuk menegakkan hukum. Sejauh ini hukum baru mampu bersikap 'tegas' kepada masyarakat miskin. Bahkan dari kasus ini justru makin menguatkan opini publik bahwa keadilan memang tidak berpihak pada rakyat miskin. Keadilan masih sangat mahal dan tak terjangkau bagi masyarakat miskin.
Tulisan ini adalah wujud simpatiku kepada Nenek Minah. Semoga kasus ini dapat membuat kita kembali memiliki hati nurani dan tidak lagi memandang segalanya atas dasar materi (untung rugi).
Nenek Minah yang telah mengambil 3 buah kakao (dan telah menyerahkannya kembali kepada pemiliknya : PT Rumpun Sari Antan) ternyata harus membayarnya dengan hukuman percobaan satu setengah bulan (45 hari). Harga 3 butir kakao yang hanya seharga Rp. 2.000 harus dibayar dengan harga yang sangat tidak sebanding, sampai-sampai hakim pun membacakan putusannya suara tersendat karena menahan tangis.
Sungguh berita yang sangat menyesakkan dada. Di tengah gencarnya berita tentang carut marutnya lembaga peradilan saat ini, muncul kasus yang rasanya bagaikan antiklimaks dari semuanya. Antiklimaks karena yang disidangkan bukan kasus yang menyangkut uang (negara) milyaran rupiah. Juga karena proses persidangannya tak perlu memakan waktu berlarut-larut (hanya dalam 3 kali sidang) untuk membuat hakim mengetukkan palunya.
Siapa yang tak punya nurani ? Jika memang Nenek Minah dituduh mencuri, tapi yang diambilnya sudah dikembalikan lagi. Hanya untuk 3 buah kakao seharga Rp. 2000 mandor yang 'menangkap basah' Nenek Minah tega melaporkannya kepada pemilik PT. RSA. Yang lebih mengenaskan lagi, PT. RSA menindaklanjutinya dengan melaporkan 'pencurian' itu ke pihak kepolisian.
Yang jelas..., bagiku kasus Nenek Minah bagaikan ironi di tengah upaya pemerintah untuk menegakkan hukum. Sejauh ini hukum baru mampu bersikap 'tegas' kepada masyarakat miskin. Bahkan dari kasus ini justru makin menguatkan opini publik bahwa keadilan memang tidak berpihak pada rakyat miskin. Keadilan masih sangat mahal dan tak terjangkau bagi masyarakat miskin.
Tulisan ini adalah wujud simpatiku kepada Nenek Minah. Semoga kasus ini dapat membuat kita kembali memiliki hati nurani dan tidak lagi memandang segalanya atas dasar materi (untung rugi).
Ikut bersimpati buat Nenek Minah...
BalasHapusSama2 bibit, cuman beda nasib.
Kalau Bibit KPK yang mbelani orang2 top, tapi kalau pencuri Bibit kakao, tanpa pembela sebijipun.
Sungguh ironis
kita doakan yang terbaik saja buat nek minah mbak...aku juga binun dengan hukum yg berlaku di negeri ini...tapi kita harus tetap optimis bahwa kedepan hukum di negeri kita bisa lebih adil...
BalasHapusikut bersimpati atas kasus nenek Minah mbak... terus terang mendengar dan membaca kasus ini perasaanku campur aduk antara jengkel, marah dan ketidakberdayaan... betapa nelangsanya rakyat miskin di negeri ini... rupanya yang dikatakan teman saya memang ada benarnya bahwa HUKUM adalah Hak Uang Kamu Untuk Menang... siapa yang memiliki uang dialah yang empunya hukum... ahhh... mau dibawa kemana negeri ini??????
BalasHapusmiris sekali mbak melihat proses hukum di negara kita
BalasHapuswadoh,,,
BalasHapusini,,
orang2 indo emang pada belagu,masalah kecil yang sudah tuntas malah dibesar2kan,,sedangkan masalah gede yang nyangkut duit banyak eh,,,dijadiin angin lalu,,,
makannya
perbaiki indonesia dari sisi terkecilnya,,
aku mendukung beliau mbak...
BalasHapusayo berjuang untuk nenek minah...
Kasian ya nenek Minah. Tapi pikir2...kok nanggung juga ya kalo nyuri??
BalasHapusDimana nurani dalam hukum kita ? wah ngga ngerti deh mba, kayaknya nurani dikalahkan dengan uang..ikut prihatin akan nasib nenek Minah
BalasHapusNampaknya PT RSA sengaja melakukan ini sebagai upaya publikasi gratis, sehingga mereka lebih sering masuk tivi dan lebih dikenal masyarakat.
BalasHapussalam sobat
BalasHapuskasihan nenek MINAH dalam usia 55 th,,masih berjuang dalam hidupnya ya,,,
memang kalau rakyat kecil kurang perhatian dari pemimpin pemerintahan.
kita yang membela kita yang harus membela semangatttttt
BalasHapusserius mode "on"
salam kenal
ternyata banyak sahabat blogger yang perhatian dengan negeri ini.. prihatin thd hukum negeri ini..
BalasHapushukum di negeri kita sungguh membuat hati kita miris.....
Jangan mpe nyerah.. kita harus terus menyuarakan suara hati kita yah paling tidak lewat blog :)
aku baca di koran. kasihan ya nek minah.
BalasHapussiang, mbak Ren. begitulah kehidupan. yg maling kecil kena ganjar, yg koruptor malah bebas
BalasHapuskok tega banget y,kenapa gak bisa memaafkan,memang salah tp liat sikon nya...apa hati nurani nya tak merasakan iba....kenapa gak yg korupsi bnyk yg di hukum,malahan bebas gitu aja....sedih deh jadinya turut bersimpati buat nenek minah
BalasHapusSaya cuma mau bilang, saat mengetukkan palu, apakah hakim yang mengadili dan jaksa yang menuntut itu tak punya hati nurani?
BalasHapuscoba bayangkan seandainya yang di depannya itu ibunya sendiri..
bagaimana perasaannya?
tau sendiri lah hukum di indonesia memang kayak hukum hutan rimba...siapa yg kuat yahh dia yg menang...
BalasHapusbagi yg lemah...berkhayal sajalah buat bisa mendapat keadilan di indonesia ini
aku barusan lihat TV One terkait masalah ini, miris mbak!!! Mereka (yang dari perkebunan bilang) ini untuk efek jeraa....Tapi beberapa kali dia gelagapan menjawab pertanyaan host!
BalasHapusHarusnya penduduk sana melawan!
Mari kita dukukng Mbah Minah!
kasihan ya...semogo Allah tetap memberikan kekuatan pada nenek tersebut
BalasHapusSatu kata untuk penegakan hukum di negeri ini : IRONIS!
BalasHapusSalam kenal, mbak...
Yup... saya sampai gregetan Mbak, liat beritanya di tipi, memang salah sih si nenek udah mengambil yg bkn miliknya, tapi ya masak iya, hanya gara2 tiga biji kakau (itupun sdh di balikin) harus dipenjara? Kebangeten memang tu perkbunan, liat tuh para maling kelas kakap bebas berkeliaran menikmati jarahannya. Koruptor keparat..!!
BalasHapusulah situasi hukum di indonesia mau gmn lagi...protes juga gak pernah di dengar hheheheh
BalasHapusSewaktu membaca beritanya dikompas, saya menagis mbak. Ini baca tulisan Mbak reni, hatiku kembali gerimis :(
BalasHapusah, kenapa hukum ini ga adil banget ya!!! apa semua jaksa dan hakim serta polisi ga punya hati ya?? kalo tahu ini salah, kenapa juga harus menghukum Nenek Minah..coba kalo mereka berada dlm posisi Nenek Minah
BalasHapus