Senin tanggal 8 Desember 2008 yang lalu adalah Hari Raya Idul Adha. Untuk qurban kali ini dan beberapa kali qurban sebelumnya aku mengirimkan hewan qurban kami ke sebuah sekolah dasar di pinggir Kota Madiun. Kami memilih sekolah itu karena menurut kami itulah tempat yang pas bagi kami untuk menyalurkan hewan qurban kami.
Dahulu kami lebih memilih menyalurkan hewan qurban kami ke musholla / masjid di dekat rumah. Tapi karena ternyata yang menyalurkan hewan qurban di musholla / masjid tersebut banyak, sehingga penduduk di sekitar musholla / masjid semua mendapat bagian tanpa terkecuali. Hal seperti itu tidak hanya terjadi di lingkungan rumahku saja, tapi juga di beberapa tempat di daerah tempat tinggal teman-teman sekantorku. Bahkan ada yang mengadakan "memasak dan makan bersama" daging qurban karena daging qurban yang tersisa dari yang sudah dibagi-bagikan masih banyak.
Karena hal itulah, maka aku dan suamiku kemudian mencari informasi tentang daerah / sekolah yang menurut kami lebih "pas" menerima hewan qurban. Dari rekomendasi seorang teman, akhirnya kami mendapat informasi tentang sekolah dasar tersebut. Kebetulan sekolah dasar itu berada di lokasi yang kebanyakan penduduknya adalah masyarakat yang kurang mampu. Siswa-siswi di sekolah itu kebanyakan tergolong kurang mampu karena sebagian besar merupakan anak dari pengamen jalanan dan anak gelandangan dan berdomisili di Liposos.
Keadaan siswa-siswi sekolah dasar itulah yang menguatkan niat kami untuk menyalurkan hewan qurban kami ke sana. Karena kami memandang mereka lebih layak menerimanya. Pernah suatu kali kami tidak mengirimkan hewan qurban ke sekolah tersebut, dan kami coba kembali menyalurkan hewan qurban ke musholla / masjid. Tapi keputusan tersebut kami sesali karena ternyata sekolah dasar yang biasa menerima kiriman hewan qurban dari kami saat itu tidak mampu menyembelih seekor hewan qurban-pun untuk dibagikan kepada siswa-siswinya. Padahal di sekolah anakku, Shasa, pada setiap kali pelaksanaan qurban mampu menyembelih beberapa hewan qurban sekaligus. Setelah kejadian tersebut, kami memutuskan untuk selalu mengirimkan hewan qurban kami ke sekolah itu.
Sampai saat ini aku merasa bahwa terlalu banyak hewan qurban yang "membanjiri" kota. Bahkan karena menumpuknya daging qurban, bisa dipergunakan untuk "pesta" warganya. Sementara di daerah-daerah yang miskin mereka bahkan tidak mampu menyembelih seekor hewan qurban-pun. Sebenarnya masih banyak masyarakat yang lebih membutuhkan daging qurban tetapi ternyata sampai saat ini masih sulit menjangkau mereka.
Mungkin diperlukan manajemen yang lebih bagus untuk penyaluran hewan qurban. Agar hewan qurban diterima oleh yang lebih berhak menerima. Mungkin diperlukan lebih banyak informasi kepada masyarakat di perkotaan, di daerah mana saja yang masih sangat membutuhkan bantuan dan berhak mendapatkan hewan qurban.
Dahulu kami lebih memilih menyalurkan hewan qurban kami ke musholla / masjid di dekat rumah. Tapi karena ternyata yang menyalurkan hewan qurban di musholla / masjid tersebut banyak, sehingga penduduk di sekitar musholla / masjid semua mendapat bagian tanpa terkecuali. Hal seperti itu tidak hanya terjadi di lingkungan rumahku saja, tapi juga di beberapa tempat di daerah tempat tinggal teman-teman sekantorku. Bahkan ada yang mengadakan "memasak dan makan bersama" daging qurban karena daging qurban yang tersisa dari yang sudah dibagi-bagikan masih banyak.
Karena hal itulah, maka aku dan suamiku kemudian mencari informasi tentang daerah / sekolah yang menurut kami lebih "pas" menerima hewan qurban. Dari rekomendasi seorang teman, akhirnya kami mendapat informasi tentang sekolah dasar tersebut. Kebetulan sekolah dasar itu berada di lokasi yang kebanyakan penduduknya adalah masyarakat yang kurang mampu. Siswa-siswi di sekolah itu kebanyakan tergolong kurang mampu karena sebagian besar merupakan anak dari pengamen jalanan dan anak gelandangan dan berdomisili di Liposos.
Keadaan siswa-siswi sekolah dasar itulah yang menguatkan niat kami untuk menyalurkan hewan qurban kami ke sana. Karena kami memandang mereka lebih layak menerimanya. Pernah suatu kali kami tidak mengirimkan hewan qurban ke sekolah tersebut, dan kami coba kembali menyalurkan hewan qurban ke musholla / masjid. Tapi keputusan tersebut kami sesali karena ternyata sekolah dasar yang biasa menerima kiriman hewan qurban dari kami saat itu tidak mampu menyembelih seekor hewan qurban-pun untuk dibagikan kepada siswa-siswinya. Padahal di sekolah anakku, Shasa, pada setiap kali pelaksanaan qurban mampu menyembelih beberapa hewan qurban sekaligus. Setelah kejadian tersebut, kami memutuskan untuk selalu mengirimkan hewan qurban kami ke sekolah itu.
Sampai saat ini aku merasa bahwa terlalu banyak hewan qurban yang "membanjiri" kota. Bahkan karena menumpuknya daging qurban, bisa dipergunakan untuk "pesta" warganya. Sementara di daerah-daerah yang miskin mereka bahkan tidak mampu menyembelih seekor hewan qurban-pun. Sebenarnya masih banyak masyarakat yang lebih membutuhkan daging qurban tetapi ternyata sampai saat ini masih sulit menjangkau mereka.
Mungkin diperlukan manajemen yang lebih bagus untuk penyaluran hewan qurban. Agar hewan qurban diterima oleh yang lebih berhak menerima. Mungkin diperlukan lebih banyak informasi kepada masyarakat di perkotaan, di daerah mana saja yang masih sangat membutuhkan bantuan dan berhak mendapatkan hewan qurban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)