Senin, 13 April 2009

Etika dan Tata Krama (Part I)

Dalam bersosialisasi dengan orang lain, maka seseorang tak akan lepas dari etika dan tata krama dalam pergaulan. Prinsip-prinsip moral sangat erat dengan etika dan tata krama. Etika dan tata krama yang dijadikan pedoman itu biasanya dihubungkan dengan budaya, susila dan agama.

Karena dasar etika dan tata krama itu adalah budaya, susila dan agama, maka tentu saja penerapannya akan berbeda-beda. Entah itu antara satu orang dengan orang lainnya, ataupun antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. Apa yang dianggap "benar" oleh satu orang atau suatu kelompok, ternyata dianggap sebaliknya oleh orang atau kelompok yang lain.

Akan tetapi, pada dasarnya kita sebagai bangsa Indonesia biasa dikelompokkan dalam "budaya timur". Budaya Timur selama ini dianggap sarat dengan etika dan tata krama maupun sopan santun dalam pergaulan. Oleh sebab itu, kalau ada warga negara Indonesia yang tidak mematuhi budaya ketimuran itu, so pasti banyak pihak (walau tidak semuanya) yang akan mengeryitkan dahi.

Orang tuaku termasuk salah satu di antara orang-orang yang mengeryitkan dahi. Sebagai orang Jawa, apalagi yang sudah tua, maka kedua orang tuaku masih sangat berpegang teduh pada etika dan tata krama yang berlaku di masyarakat. Bahkan mungkin orang tuaku sangat keras akan hal itu. Banyak sekali contoh yang bisa aku ceritakan tentang bagaimana kedua orang tuaku memagariku dengan etika dan tata krama itu.

Mungkin apa yang diterapkan oleh kedua orang tuaku padaku dianggap kuno atau kolot oleh sebagian orang. Tapi selama ini aku tak pernah keberatan menjalaninya. Dan untungnya teman-temanku dapat menghargai dan menerima tata krama itu setiap kali mereka main ke rumahku. Karena walaupun orang tuaku sangat ketat menerapkan tata krama itu, orang tuaku tetap memperlakukan teman-temanku dengan sangat baik. Bahkan, beberapa temanku malah sangat akrab dengan orang tuaku.

Ada kejadian masa lalu yang sangat aku ingat. Saat itu, aku sudah berstatus sebagai calon istri dari suamiku, karena kedua orang tuanya sudah datang melamarku. Beberapa bulan kemudian, calon suamiku (sekarang sudah berstatus : suami-ku) mengatakan padaku bahwa kedua orang tuanya akan mengajakku pergi ke Yogyakarta untuk menghadiri acara keluarga.

Waktu aku menyampaikan hal tersebut pada orang tuaku, ternyata orang tuaku tidak mengijinkan. Kecuali... kalau orang tua calon suamiku sendiri yang nelpon orang tuaku untuk mengutarakan niatnya dan meminta ijin mengajakku ikut serta pergi ke Yogyakarta. Hal tersebut aku sampaikan ke calon suamiku. Akhirnya, calon mertuaku meminta ijin langsung pada orang tuaku untuk bisa mengajakku pergi. Ijin akhirnya diberikan. Setelah kejadian itu, setiap kali pihak calon suamiku akan mengajakku pergi, pasti harus minta ijin langsung pada orang tuaku hehehe.

Kalau ingat kejadian masa lalu itu, aku suka senyum sendiri. Betapa ketatnya etika dan tata krama yang dipegang orang tuaku. Untung saja saat itu, calon suami dan calon mertuaku mau menerima dan memahami hal itu. Kalau tidak, mungkin hubunganku itu tak bisa berlanjut sampai kini ya ? Hehehe....

Etika dan tata krama memang bukan aturan tertulis. Bukan pula aturan baku. Karena etika dan tata krama bersandar pula pada persepsi. Persepsi atas norma, budaya dan susila yang tentu saja akan berbeda-beda pada tiap orang atau tiap kelompok. Walaupun begitu, apa yang biasanya diyakini "benar" oleh banyak orang itulah yang seringkali dijadikan pedoman.

Akan lebih mudah lagi, apabila etika dan tata krama dikembalikan dalam koridor agama. Karena apapun yang diatur di dalam agama, rasanya tak perlu untuk diragukan lagi bukan?

13 komentar:

  1. wah syukur ya suami n mertuanya mba' reni pengertian kalo gak kan berabe tuh!?!?!

    iya etika dan tata krama itu sulit memang untuk mengukurnya karena kadarnya dari setiap orang terutama dari wilayah tertentu itu berbeda!!!

    tapi ada satu selalu pegangan saya bahwa etika tersebut selalu diukur dari perhitungan manusia normal, artinya seperti ini apa yang menyakitkan untuk kita jika menimpa orang lain pasti jg menyakitkan jika dilihat dari kacamata manusia normal, demikian jg sebaliknya!!!! begitu!!

    hehehe tumben serius nih!!!

    BalasHapus
  2. bener, mba...
    Etika dan Tata Karma (Norma Adat) itu biasanya masih berhubungan dengan Norma Agama.
    Seperti halnya saat mba Reni (walaupun statusny sudah di lamar) masih harus ijin ortu dulu bila akan diajak pergi, karena menurut ortu mba Reni masih berada di bawah tanggung jawab mereka pengawasannya (kecuali bila sudah menikah maka dibawah tanggung jawab suami).

    BalasHapus
  3. menurutku etika tetap penting apapun alasannya...
    itu hal yang bagus di saat zaman semakin berkembang tanpa batas...
    dengan etika orang akan bisa saling menghargai..

    BalasHapus
  4. Sudut pandang yg berbeda membuat seseorang mempunyai 'norma' yg berbeda pula.Tapi saya yakin, seperti apapun norma yg dianut seseorang pasti setidaknya mereka tidak akan melanggar norma agama,norma masyarakat dan norma negara.

    BalasHapus
  5. Wah salut sama orangtuanya yang mau calon besannya minta izin dulu kalo mau launch Mbak di acara keluarga di luar kota. Soalnya mau gimana juga kan yang dibawa ini anak orang, jadi harus minta ijin dulu dong? Mudah-mudahan tata krama ini terbawa terus sampai tua ya..

    BalasHapus
  6. aq justru bersyukur tinggal dan besar di Indonesia yg masih menjunjung nilai2 etika & tata krama, menurut aq itu smua positif kok, jadi kenapa ngga?!
    kalo perubahan skrg terjadi memang sulit utk dihindari, tapi tata krama itu sendiri gak boleh dihapus sampe kapanpun.

    BalasHapus
  7. Mau nulis di SB, sedang error servernya. Jadi nulisnya di sini. Coba mbak klik link ini . Ini hasil pencarian, wah pas urutan pertama.

    Wah, terima kasih mbak aada pitutur nan elok.

    BalasHapus
  8. perbedaan antar orang dengan hewan adalah di etika dan tata kramanya.....Salut untuk semua orang2 yang beretika sejagat raya

    BalasHapus
  9. setuju!!!!!!!

    setuju wae ah, ntar dipecut sama mbak reni!

    kaburrrrrr!!!!

    BalasHapus
  10. @Jhoni : ya sekali-kali serius boleh kan ??

    @Penny : memang itu yang menjadi alasan ortu-ku saat itu, mbak.

    @joo izzy : setujuuu...

    @ajeng : **manggut-manggut mengerti**

    @vicky Laurentia : Amin....

    @maya o.z.k. : aku juga bersyukur hidup di Indonesia.

    @willis koes : makasih infonya. Seneng deh.

    @buwel : salut juga utk mereka.

    @jengsri : nah gitu dunk **sambil lari ngejar mbak sri**

    BalasHapus
  11. Saya setuju Mbak.
    Tapi sangking masuknya gaya hidup barat yang lebih mudah, simple en praktis, perlu kiranya tata krama dan etika ketimuran itu bisa dituliskan, atau dibukukan, sehingga anak anak muda sekarang tidak kehilangan norma norma hidup darimana ia berasal.

    Tak semua anak dibekali etika krama ini oleh keluarga apalagi lingkungan.

    Sehingga apapun bentuk "kemiringan" bisa kembali diluruskan dengan membaca kembali tata aturan yang sudah ada.

    Besar pula diharapkan, adat ketimuran kita tidak hilang. Karena yang namanya norma etika ini turun temurun dari keluarga, .. beruntunglah satu keluarga yang masih menjaga itu, belum ada campur campur dari pihak lain dengan tata cara yang berbeda.

    BalasHapus
  12. @kuyus : Setuju mbak..., akhir-akhir ini memang seringkali dikeluhkan tentang anak-anak muda yang kurang memahami norma dan tata krama dalam bermasyrakat. Memang harus dipikirkan lagi bagaimana mencegah generasi muda agar tak mudah silau oleh peradaban yang menganut gaya hidup bebas.

    BalasHapus
  13. mbk bguz bgt ciey blogna,gmana sech bwtna

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)