Selasa, 14 April 2009

Etika dan Tata Krama (Part II)

Aku akan melanjutkan lagi ceritaku tentang etika dan tata krama. Orang tuaku pernah mengalami kejadian yang tidak menyenangkan terkait dengan etika dan tata krama ini. Sampai-sampai orang tuaku merasa sangat kecewa

Agar tidak penasaran yang berkepanjangan, aku akan mulai ceritanya. Beberapa bulan yang lalu, kedua orang tuaku kedatangan tamu. Tamu ini adalah rombongan yang terdiri dari 7 orang yaitu : 3 orang guru dan 4 orang siswanya. Mereka berencana untuk menginap semalam di rumah orang tuaku.

Sebenarnya tamu ini adalah kenalan dari saudara kami. Guru-guru itu tak satupun yang dikenal oleh orang tuaku. Mereka adalah guru dari salah satu anak saudaraku. Sementara dari keempat siswa itu, hanya 1 orang yang dikenal orang tuaku, yaitu anak saudaraku.

Rombongan (dari luar kota) ini datang ke kota kami untuk mengikuti lomba yang diadakan di kota kami. Karena (kebetulan) ada saudaraku yang punya saudara di Madiun (maksudnya adalah orang tuaku), maka diputuskan oleh pihak sekolahnya untuk menginap di rumah orang tuaku (mungkin daripada menginap di hotel).

Untuk keperluan menginap itu, saudaraku sudah minta ijin pada orang tuaku lewat telepon. Setelah diskusi yang panjang antara kedua orang tuaku, maka ijin diberikan. Tentu saja kedua orang tuaku sudah mempertimbangkan kerepotan dalam menyiapkan kamar tidur serta suguhan yang akan diberikan kepada (rombongan) para tamu ini.

Terkait dengan lomba itu, memang pihak sekolah melarang orang tua murid mengantarkan anak-anaknya yang mengikuti lomba. Alasan gurunya adalah untuk melatih anak-anak mandiri. Semua urusan siswanya akan menjadi tanggung jawab guru yang mengantarkan. Sehingga, saudara-ku itupun tak dapat datang ke Madiun untuk membantu orang tuaku menyambut rombongan tamu ini.

Hari yang dinanti tiba. Rombongan datang malam hari sesudah makan malam (padahal ibuku sudah menyiapkan hidangan untuk menyambut mereka). Karena sudah malam, rombongan itu pun tak banyak berbasa basi dengan orang tuaku sebelum akhirnya mereka pergi tidur.

Keesokan paginya, kesibukan mempersiapkan siswa-siswanya sudah dilakoni guru-guru itu. Setelah menyantap sarapan yang disediakan orang tuaku, rombongan itu berangkat menuju tempat lomba. Sebelum berangkat ketua rombongan bilang pada orang tuaku bahwa sepulangnya dari tempat lomba mereka akan langsung pulang kembali ke kota mereka. Tanpa perlu mampir lagi ke rumah orang tuaku.

Setelah kejadian itu berlalu, ternyata kedua orang tuaku menyatakan kekecewaannya padaku. Yang mereka keluhkan adalah :
  • Tamu yang datang itu tak pernah langsung bicara dan minta ijin pada orang tuaku untuk datang menginap. Permintaan ijin itu bagi mereka cukup diwakilkan pada suadaraku (yang anaknya kebetulan ikut dalam rombongan itu) yang minta ijin lewat telepon.
  • Sesampainya di Madiun, tamu itu tak pernah sepatah pun berkata pada orang tuaku seperti ini : "Maaf pak, bu, kami minta ijin untuk bermalam di sini. Mungkin merepotkan bagi bapak dan ibu".
  • Sewaktu mereka hendak meninggalkan rumah orang tuaku, rupanya mereka juga tidak pernah berkata begini, "Terima kasih pak, bu, atas tumpangan bermalam yang diberikan kepada kami. Maaf kami telah merepotkan."

Sebenarnya hanya 3 hal itu yang diinginkan oleh orang tuaku. Orang tuaku tidak meminta "bayaran" atas tumpangan menginap yang disediakannya. Pun orang tuaku juga tak meminta "biaya" atas hidangan yang sudah disediakan. Orang tuaku merasa mereka sudah menjalankan kewajiban untuk memuliakan tamu.

Namun, orang tuaku tak bisa menutupi keinginan agar mereka juga mampu bersikap selayaknya tamu yang memiliki etika dan tata krama. Orang tuaku tak mampu menutupi rasa kecewa karena mereka sebagai tuan rumah (apalagi sudah tua!!) tidak diperlakukan secara selayaknya. Seolah-olah tamu itu datang untuk menginap di hotel saja, tanpa perlu berbasa-basi minta ijin dan berpamitan pada si pemiliknya.

Ternyata basa basi itulah yang diharapkan oleh orang tuaku. Bukan masalah uangnya. Bukan pula masalah kerepotan yang harus dijalani orang tuaku karena menerima tamu sebanyak itu bermalan di rumahnya. Basa-basi untuk minta ijin, mengucapkan terima kasih atas kesediaan menampung mereka dan basa basi sebelum pamit itulah yang ditunggu oleh orang tuaku.

Orang tuaku mengatakan, bahwa selayaknya sikap tamu adalah :"datang tampak muka dan pergi tampak punggung." Dan menurut orang tuaku, tamu-tamu itu tidak berbuat seperti yang diharapkan. Apakah orang tuaku salah?

26 komentar:

  1. mungkin ortu mereka gak pernah ngajarin etika dan tata krama ya.

    BalasHapus
  2. Tatakrama dan etika, sesuatu hal yang kelihatannya remeh, namun jika ditinggalkan bisa menyebabkan kekecewaan pada orang lain

    BalasHapus
  3. orangtua mba jelas ngga salah, perlakuan mereka jelas sgt amat tdk sopan sekali (hehe pjg), apalagi sebagian besar dari mereka adalah guru yang seharusnya plg mengerti soal tata krama ini.
    klo saya mengalamin hal kyk gitu jelas bakal kecewa :'(

    BalasHapus
  4. hodoh koq kek gitu, dsesalkan sekali yg demikian
    mudah-mudahan ini bisa jadi pelajaran wat semuanya yah:)
    kalo etika dan tata krama itu tak bole dsepelekan ato dianggap remeh

    BalasHapus
  5. yg empunya rumah (ortu mbak reni) ya jelas ga salah dong
    tamunya aja yang kelewatan
    ga pake permisi

    seandainya mereka nginap di rumah saya ni mbak
    wahhh....pasti uda saya sindir (dgn cara yg halus tentunya)
    tp kalau ga ngerti juga baru blak blakan
    apalagi mereka kan guru
    masya ga ngerti tata krama
    gimana dengan muridnya ???

    untungnya juga nginap cuma sehari
    kalau seminggu, bisa 'makan hati' ortunya mbak reni

    *emosi mode-on

    BalasHapus
  6. besok2 minta bayaran kalo sama tamu kayak gitu mbak reni. perlu ditatar P7!!!!!

    BalasHapus
  7. @sang cerpenis : hehehe, mungkin emang itu sebabnya, mbak.

    @erik : yups.., setuju mas !!

    @maya o.z.k : itulah yg sangat disesalkan ortuku mbak, karena mereka adalah guru.

    @wendy : betuulll...., jangan sepelekan etika dan tata krama.

    @kejujurancinta : bener mbak, untung aja mereka cuma nginep semalam.

    @jengsri : sayang sekarang dah gak ada penataran P4 ya ?? hehehe

    BalasHapus
  8. beeeeeeeh kurang ajar tuh orang mba
    ga punya sopan santun
    ga pernah diajarkan tatakrama
    ga mudeng ma basa-basi
    kalo aku ada disana aku akan ngomong gini sama mereka :
    "woiii basa-basi kek kalian sikit sama orang tua, bahhh"

    orang tua mba benar

    BalasHapus
  9. waduh kebangetan sekali kalau menurut saya, padahal yang datang sama gurunya kan mba ?

    tatakrama dan etika harus segera kita perbaiki nih

    BalasHapus
  10. yaa..ikhlaskan saja, toh yg penting ortu mbk reni sdh memuliakan tamu dgn baik..itu pahalanya banyak lho mbk.
    ^_^

    BalasHapus
  11. yg jelas guru2 itu perlu belajar kembali tentang tata krama ...

    BalasHapus
  12. @attayaya : lo kok marah-2 di sini ? Hehehe

    @jonk : mungkin mereka tak biasa utk berbasa-basi..

    @tisti : Amin, semoga tetap dapat pahalanya ya, mbak.

    @aRAi : semua orang tetap harus belajar tata krama ini...

    BalasHapus
  13. iya nih Mbak, kadang tata krama dan etika saat ini mulai dilupakan :(
    Makasih buat sharing-nya Mbak, nice posting :)

    BalasHapus
  14. btw masalah schizophrenia mbak reni, memang betul orang yang mempunyai lebih dari 1 kepribadian dinamakan schizophrenia. Si penderita bisa memiliki 2 kepribadian dengan kesadaran yang penuh. Misalnya: "Si A bernama Bejo mau jadi seperti JengSri, lalu mulainya dia membuat namanya seperti JengSri, berangan2 seperti jengsri, lalu berbah sedikit2 dan akhirnya 100% menjadi seperti jengsri.

    Semua itu dia lakukan dalam keadaan sadar yang delusinya menjadi tidak terkontrol dalam kehidupan nyata.

    BalasHapus
  15. hehehehe...
    aku pengen marah aja ma tamu yang ga ada basa basi itu mba
    mo thak penthung aja rasanya

    BalasHapus
  16. salam kenal bu!
    anda suka pisang rebus???

    BalasHapus
  17. sedih banget bacanya, padahal mereka kan guru, teladan buat murid-muridnya

    BalasHapus
  18. Kalau aku jadi guru tersebut, mending aku nyewa penginapan saja. Anggarannya khan tinggal bilang ke kepala sekolah... praktis.

    BalasHapus
  19. wahhh...waahhh....(sambil geleng2 kepala...)

    BalasHapus
  20. memang etika tuh dalam kehidupan sekarang akyaknya ampir pudar yah....
    banyak kejadian2 yang dulu pantang sekali dilakukan.......
    ada apa dngan kita sekarang...???

    BalasHapus
  21. @laisya : makasih kembali, mbak.

    @jeng sri : jadi jeng sri palsu itu menderita schizophrenia juga dong ?

    @attayaya : waduh..., jangan dipenthung di sini ya ?? Hehehe

    @suryaden : salam kenal kembali. Ma kasih banget udah mampir.

    @penikmatbuku : itulah yang mengherankan bagiku, mbak...

    @maskuncoro : memang sebenarnya lebih enak begitu ya, mas ?

    @yudie : *ikut geleng-2 kepala juga*

    @katobangke : iya ya, ada apa ya, mas ???

    BalasHapus
  22. hm...hm...hm kalo ntu yg bertamu guru wah mesti dipertanyakan nih kualitas moral pengajar kita kalo gt!!!!

    ayo saya rindu pelajaran PMP

    BalasHapus
  23. orangtuaku juga pasti berharap sama dengan orang tua mbak Reni.

    BalasHapus
  24. @jhoni : hehehe, iya juga ya. Jadi inget ma pelajaran PMP hehehe

    @kuyus : sepertinya semua orang memang berharap begitu, mbak. Salam..

    BalasHapus
  25. Rasanya bkn cuma etika di negara kita aja, dimana-mana sdh selayaknya kita say thank you kepada org yg membantu kita, sekecil apapun bantuan itu.

    BalasHapus
  26. @fanda : memang siapapun sudah selayaknya mengucapkan terima kasih kepada siapa pun yang telah membantunya. Setuju deh mbak..

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)