Badai dalam rumah tangga ? Oh No... !! Aku yakin, pasti itu kalimat yang akan pertama kali keluar dari siapapun. Ya iyalah..., masak ada sih orang yang ingin rumah tangganya terkena badai ? Yang namanya badai kan selalu identik dengan angin dahsyat yang memporak porandakan semuanya. Tapi..., seringkali keinginan tidak sejalan dengan realita kan ?
Selama kurang lebih 1 bulan ini, begitu banyak kisah tentang badai dalam rumah tangga yang aku dengar. Ehm..., kalau kuhitung-hitung kurang lebih ada 7 rumah tangga yang sedang terkena badai. Walau penyebab badai itu berbeda-beda, tapi kulihat ada 1 kesamaan, yaitu : istri menuntut cerai suaminya. Hmmm...., fenomena yang makin marak nih.
Alasan para istri itu menuntut cerai (dari yang aku ketahui) memang macam-macam, yaitu :
Apapun penyebabnya, siapapun yang mendatangkan badai.... hasilnya sama saja : sang istri ingin segera menyudahi badai dalam rumah tangganya dan memulai hidup baru dengan damai. Tapi sejujurnya tidak semudah itu, aku rasa. Karena bagaimanapun juga, badai itu tentu telah meninggalkan luka. Apakah badai itu diakhiri atau tetap bertahan hidup dalam badai, rasanya tetap saja : menyisakan hati-hati yang luka. Butuh waktu yang lama untuk menyembuhkan luka.
Mungkin, bagi beberapa orang lebih baik segera mengakhiri badai dan tidak memperparah luka, sehingga proses cerai nekad diambil. Mungkin, bagi beberapa orang, sesegera mungkin mengobati luka lebih baik daripada mempertahankan luka tanpa tahu kapan akan sembuhnya. Jadi..., walau perpisahan menyakitkan dan hal yang dibenci oleh Allah, bagi beberapa orang adalah pilihan sulit yang tetap harus diambil. Tentu saja sebelumnya telah mempertimbangkan masak-masak kesiapan mentalnya menyandang status janda dan pandangan negatif beberapa masyarakat.
Jadi, keputusan untuk mengambil keputusan untuk berpisah tentu saja berat bagi siapa saja. Dan, kalaupun itu tetap dipilih juga..., pasti ada hal yang lebih penting yang ingin "diselamatkan" dalam hidupnya. Hanya saja kita yang tidak tahu permasalahan yang sebenarnya seringkali terburu-buru mencibir pada mereka..... Padahal, harusnya kita bersyukur karena kita tidak berada dalam posisi mereka. Seandainya (ini cuma seandainya lho...), kita yang berada dalam posisi mereka..., kira-kira langkah apa yang akan kita ambil?
Selama kurang lebih 1 bulan ini, begitu banyak kisah tentang badai dalam rumah tangga yang aku dengar. Ehm..., kalau kuhitung-hitung kurang lebih ada 7 rumah tangga yang sedang terkena badai. Walau penyebab badai itu berbeda-beda, tapi kulihat ada 1 kesamaan, yaitu : istri menuntut cerai suaminya. Hmmm...., fenomena yang makin marak nih.
Alasan para istri itu menuntut cerai (dari yang aku ketahui) memang macam-macam, yaitu :
- Sang suami sering melakukan KDRT, bahkan mengancam dengan menggunakan pisau segala. (Wah kalau ini sih serem banget. Bisa-bisa suatu saat akan jatuh korban)
- Sang suami yang selama ini tidak jujur dalam masalah keuangan dan kabar terakhir sang suami sudah hidup serumah dengan wanita lain. (Ini sih sudah jatuh tertimpa tangga namanya...)
- Hadirnya pihak ketiga dari pihak sang istri, dengan alasan bahwa selama ini sang suami tidak pengertian (jadi, sang istri cari orang lain yang lebih pengertian, gitu kali maksudnya, Tapi anehnya, yang menggugat cerai kok bukan suaminya ya?!). *garuk-garuk kepala*
- Sang suami sudah tidak lagi memberikan nafkah lahir dan batin selama sekian bulan. (Berarti sang suami sudah tidak menjalankan kewajibannya dong).
- Sang suami meninggalkan rumah sekian bulan dan tidak bertanggung jawab. (Wah.., kasihan anak istrinya kalo kaya' begini)
- Sang suami punya selingkuhan.... (Nah, kalau yang ini masuk akal jika sang istri gak terima dan nuntut cerai)
- Sering terjadi pertengkaran dan sudah tidak ada kecocokan lagi dalam rumah tangga.... (Alasan yang paling gampang ini sih)
Apapun penyebabnya, siapapun yang mendatangkan badai.... hasilnya sama saja : sang istri ingin segera menyudahi badai dalam rumah tangganya dan memulai hidup baru dengan damai. Tapi sejujurnya tidak semudah itu, aku rasa. Karena bagaimanapun juga, badai itu tentu telah meninggalkan luka. Apakah badai itu diakhiri atau tetap bertahan hidup dalam badai, rasanya tetap saja : menyisakan hati-hati yang luka. Butuh waktu yang lama untuk menyembuhkan luka.
Mungkin, bagi beberapa orang lebih baik segera mengakhiri badai dan tidak memperparah luka, sehingga proses cerai nekad diambil. Mungkin, bagi beberapa orang, sesegera mungkin mengobati luka lebih baik daripada mempertahankan luka tanpa tahu kapan akan sembuhnya. Jadi..., walau perpisahan menyakitkan dan hal yang dibenci oleh Allah, bagi beberapa orang adalah pilihan sulit yang tetap harus diambil. Tentu saja sebelumnya telah mempertimbangkan masak-masak kesiapan mentalnya menyandang status janda dan pandangan negatif beberapa masyarakat.
Jadi, keputusan untuk mengambil keputusan untuk berpisah tentu saja berat bagi siapa saja. Dan, kalaupun itu tetap dipilih juga..., pasti ada hal yang lebih penting yang ingin "diselamatkan" dalam hidupnya. Hanya saja kita yang tidak tahu permasalahan yang sebenarnya seringkali terburu-buru mencibir pada mereka..... Padahal, harusnya kita bersyukur karena kita tidak berada dalam posisi mereka. Seandainya (ini cuma seandainya lho...), kita yang berada dalam posisi mereka..., kira-kira langkah apa yang akan kita ambil?
ya mbak .. aku juga banyak khawatirnya kalo soal itu. Apalgi kata orang tua, tahun tahun 3, 5, 7, 9 11 dan 20 banyak guncangan. Sekarang aku memasuki tahun ke 8. Ya, alhamdulillah semakin saling memahami, mendukung, en kompak kayak pacaran dulu. Malah kebanyakan orang kita mirip kakak adik or temen aja.
BalasHapusParahnya sebagian orang kecil kita mirip bapak en anak. *dijitak misua*
Makanya kalau ada pengalaman rumah tangga orang begini begitu, saya bener2 mempelajarinya dan mengkoreksi diri. Lalu banyak bertukat fikiran, jadi saya tahu misua maunya apa, dan saya bisa menjalankannya ..
Kalau suami senang, rumah tangga langgeng. Amien ...
@kuyus : Aduh mbak..., ternyata penyesuaian dalam perkawinan itu bukan cuma 1-2 tahun, tapi selamanya. Soalnya, cerita yang aku sampaikan itu kebanyakan malah sudah di atas 15 tahun !! Jadi harus selalu dijaga ya...
BalasHapusskrg ini di medan kabarnya, sudah ada 7 istri yg meminta bantuan pengacara menuntut cerai karena suami jadi caleg.
BalasHapusternyata krn ikutan caleg, harta benda di rumah turut ludes untuk membiayai sgla keperluan utk kampanye
ironis ya mbak
@kejujurancinta : udah "habis-habisan" spt itu kalau ternyata gak jadi gimana yach ?
BalasHapus