Kawan.., kali ini aku hanya ingin berbagi sebuah cerita, yang mungkin saja dapat terjadi di mana saja dan dialami oleh siapa saja. Cerita ini... bisa dianggap sebagai contoh kasus, yang perlu untuk didiskusikan bagaimana menindaklanjutinya
Oke..., agar tak berpanjang kata, kita mulai saja membaca ceritanya. Cerita ini mengambil setting sebuah sekolah dasar di suatu kota yang tak tak dapat digolongkan sebagai kota besar. Cerita lengkapnya begini :
Suatu hari, Adi, seorang siswa kelas 3 Sekolah Dasar masuk ke ruang guru. Di tangannya ada secarik kertas yang kemudian diserahkannya pada seorang guru yang kebetulan sedang berada di ruangan tersebut.
"Bu.., ini saya temukan di laci meja saya," kata Adi sambil menyerahkan kertas itu.
"Milik siapa kertas ini ?" tanya bu guru tersebut.
"Mungkin milik anak kelas 6 bu, karena tadi pagi kelas saya dipakai anak kelas 6 untuk try out" jawab Adi dengan sopan.
"Ya.., terima kasih. Segera kembali ke kelasmu," perintah guru itu.
Tak lama setelah Adi kembali ke kelasnya, ibu guru itu membuka lembaran kertas yang ada di tangannya. Dalam sekejap mukanya memerah menahan amarah. Ternyata, dalam lembaran kertas yang sudah kumal itu tertulis kata-kata yang sangat tidak sopan bahkan tak pantas dituliskan oleh seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Salah satunya berisi kata-kata yang jika dituliskan ke dalam bahasa Indonesia yang sopan berarti "berhubungan intim" atau "ML".
Setelah sempat shock membaca tulisan itu, yang menguasai perasaannya adalah rasa marah yang meluap. Dia bertekad untuk mengetahui siapa siswa sekolah itu yang telah menulis kata-kata yang sangat tidak pantas begitu. Dia benar-benar tak menyangka bahwa salah satu anak didiknya ada yang 'rusak' seperti itu.
Bergegas dia masuk ke ruang kelas 3, dimana Adi berada. Sambil menunjukkan kertas dari Adi tadi, dia berdiri di depan kelas dan menanyakan kepada siswa-siswa kelas 3 apakah ada yang tahu kertas itu milik siapa. Kebanyakan anak-anak kelas 3 menjawab bahwa itu kertas milik anak kelas 6.
Tak mau membuang waktu, Ibu guru itu menuju kelas 6. Setelah mengetuk pintu, dia meminta ijin kepada Wali Kelas 6 untuk berbicara sebentar dengan anak-anak kelas 6. Seperti di kelas 3 tadi, dia menunjukkan kertas itu dan menanyakan apakan siswa kelas 6 tahu siapa pemilik kertas itu. Dan tak diduga, semua siswa kelas 6 menyebutkan satu nama "Danang, buuuu..."
Danang pun kemudian ditanya apakah betul kertas itu miliknya, dan Danang pun mengakuinya. Selanjutnya ketika Danang ditanya apakah dia masih menyimpan kertas-kertas seperti itu lainnya, sekali lagi dia mengakuinya. Pengakuan Danang benar-benar membuat shock kedua gurunya tersebut, apalagi setelah Guru Wali Kelas ikut membaca isi kertas yang dipegang Ibu Guru itu.
Selanjutnya, dengan bergegas Guru Wali Kelas 6 menghampiri Danang. Kemudian, seluruh ruangan dikejutkan oleh bunyi tamparan sebanyak 4 kali. Ternyata, tamparan itu berasal dari tangan Guru Wali Kelas 6 yang mendarat di pipi Danang. Hal itu dilakukan oleh Guru Wali Kelas mungkin terdorong oleh emosi dan keterkejutan yang sangat.
Belum cukup dengan tamparan itu, Guru Wali Murid mengeluarkan perkataan yang tak kalah mengejutkannya, "Danang, besok kedua orang tuamu harus datang menghadap Kepala Sekolah. Jika tidak, maka kamu harus keluar dari sekolah ini."
Itulah cerita yang aku bawa sebagai contoh kasus disini. Sebuah peristiwa yang bisa terjadi dimana saja dan dialami siapa saja. Sebuah kejadian yang ternyata bisa terjadi pada seorang anak Sekolah Dasar. Mengejutkan? Memang...! Siapa yang menyangka bahwa anak-anak Sekolah Dasar sudah mengenal istilah-istilah orang dewasa? Dari siapa mereka mempelajari hal itu?
Pertanyaan yang kemudian muncul terasa lebih menakutkan. Bagaimana mereka bisa mengenal istilah-istilah itu? Sekedar mendengar atau bahkan sudah melihat? Astagfirullah..... Betapa mirisnya kejadian itu, dan betapa kita harus segera berbuat untuk menyelamatkan generasi muda kita agar masa depan mereka tak hancur.
Siapa yang salah dalam contoh kasus di atas? Danang yang entah bagaimana telah berbuat dan berkata sesuatu yang sangat tak pantas untuknya ? Ataukah kedua orang tuanya yang tidak tahu perkembangan Danang? Atau justru kedua orang tuanya yang menyebabkan Danang telah berbuat sejauh itu? Atau lingkungan yang salah sehingga Danang mencontoh sesuatu yang salah? Atau.... Guru Wali Kelas yang tak mampu menahan emosi sehingga menampar Danang di depan semua teman sekalasnya?
Siapa yang salah dalam contoh kasus di atas ? Jika kita semua terlalu sibuk mencari siapa yang salah maka tak akan ada penyelesaian yang tepat untuk kasus di atas. Rasanya semua pihak perlu untuk duduk bersama, membicarakan semuanya dengan kepala dingin dengan satu tujuan yaitu : menyelamatkan masa depan Danang (dan anak-anak lain yang mungkin juga telah berbuat yang sama dengan Danang).
Mari... kita dampingi putra putri kita agar mereka tak sampai kehilangan kesempatan meraih masa depan yang gemilang.
*foto diambil dari sini
Oke..., agar tak berpanjang kata, kita mulai saja membaca ceritanya. Cerita ini mengambil setting sebuah sekolah dasar di suatu kota yang tak tak dapat digolongkan sebagai kota besar. Cerita lengkapnya begini :
Suatu hari, Adi, seorang siswa kelas 3 Sekolah Dasar masuk ke ruang guru. Di tangannya ada secarik kertas yang kemudian diserahkannya pada seorang guru yang kebetulan sedang berada di ruangan tersebut.
"Bu.., ini saya temukan di laci meja saya," kata Adi sambil menyerahkan kertas itu.
"Milik siapa kertas ini ?" tanya bu guru tersebut.
"Mungkin milik anak kelas 6 bu, karena tadi pagi kelas saya dipakai anak kelas 6 untuk try out" jawab Adi dengan sopan.
"Ya.., terima kasih. Segera kembali ke kelasmu," perintah guru itu.
Tak lama setelah Adi kembali ke kelasnya, ibu guru itu membuka lembaran kertas yang ada di tangannya. Dalam sekejap mukanya memerah menahan amarah. Ternyata, dalam lembaran kertas yang sudah kumal itu tertulis kata-kata yang sangat tidak sopan bahkan tak pantas dituliskan oleh seorang anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Salah satunya berisi kata-kata yang jika dituliskan ke dalam bahasa Indonesia yang sopan berarti "berhubungan intim" atau "ML".
Setelah sempat shock membaca tulisan itu, yang menguasai perasaannya adalah rasa marah yang meluap. Dia bertekad untuk mengetahui siapa siswa sekolah itu yang telah menulis kata-kata yang sangat tidak pantas begitu. Dia benar-benar tak menyangka bahwa salah satu anak didiknya ada yang 'rusak' seperti itu.
Bergegas dia masuk ke ruang kelas 3, dimana Adi berada. Sambil menunjukkan kertas dari Adi tadi, dia berdiri di depan kelas dan menanyakan kepada siswa-siswa kelas 3 apakah ada yang tahu kertas itu milik siapa. Kebanyakan anak-anak kelas 3 menjawab bahwa itu kertas milik anak kelas 6.
Tak mau membuang waktu, Ibu guru itu menuju kelas 6. Setelah mengetuk pintu, dia meminta ijin kepada Wali Kelas 6 untuk berbicara sebentar dengan anak-anak kelas 6. Seperti di kelas 3 tadi, dia menunjukkan kertas itu dan menanyakan apakan siswa kelas 6 tahu siapa pemilik kertas itu. Dan tak diduga, semua siswa kelas 6 menyebutkan satu nama "Danang, buuuu..."
Danang pun kemudian ditanya apakah betul kertas itu miliknya, dan Danang pun mengakuinya. Selanjutnya ketika Danang ditanya apakah dia masih menyimpan kertas-kertas seperti itu lainnya, sekali lagi dia mengakuinya. Pengakuan Danang benar-benar membuat shock kedua gurunya tersebut, apalagi setelah Guru Wali Kelas ikut membaca isi kertas yang dipegang Ibu Guru itu.
Selanjutnya, dengan bergegas Guru Wali Kelas 6 menghampiri Danang. Kemudian, seluruh ruangan dikejutkan oleh bunyi tamparan sebanyak 4 kali. Ternyata, tamparan itu berasal dari tangan Guru Wali Kelas 6 yang mendarat di pipi Danang. Hal itu dilakukan oleh Guru Wali Kelas mungkin terdorong oleh emosi dan keterkejutan yang sangat.
Belum cukup dengan tamparan itu, Guru Wali Murid mengeluarkan perkataan yang tak kalah mengejutkannya, "Danang, besok kedua orang tuamu harus datang menghadap Kepala Sekolah. Jika tidak, maka kamu harus keluar dari sekolah ini."
Itulah cerita yang aku bawa sebagai contoh kasus disini. Sebuah peristiwa yang bisa terjadi dimana saja dan dialami siapa saja. Sebuah kejadian yang ternyata bisa terjadi pada seorang anak Sekolah Dasar. Mengejutkan? Memang...! Siapa yang menyangka bahwa anak-anak Sekolah Dasar sudah mengenal istilah-istilah orang dewasa? Dari siapa mereka mempelajari hal itu?
Pertanyaan yang kemudian muncul terasa lebih menakutkan. Bagaimana mereka bisa mengenal istilah-istilah itu? Sekedar mendengar atau bahkan sudah melihat? Astagfirullah..... Betapa mirisnya kejadian itu, dan betapa kita harus segera berbuat untuk menyelamatkan generasi muda kita agar masa depan mereka tak hancur.
Siapa yang salah dalam contoh kasus di atas? Danang yang entah bagaimana telah berbuat dan berkata sesuatu yang sangat tak pantas untuknya ? Ataukah kedua orang tuanya yang tidak tahu perkembangan Danang? Atau justru kedua orang tuanya yang menyebabkan Danang telah berbuat sejauh itu? Atau lingkungan yang salah sehingga Danang mencontoh sesuatu yang salah? Atau.... Guru Wali Kelas yang tak mampu menahan emosi sehingga menampar Danang di depan semua teman sekalasnya?
Siapa yang salah dalam contoh kasus di atas ? Jika kita semua terlalu sibuk mencari siapa yang salah maka tak akan ada penyelesaian yang tepat untuk kasus di atas. Rasanya semua pihak perlu untuk duduk bersama, membicarakan semuanya dengan kepala dingin dengan satu tujuan yaitu : menyelamatkan masa depan Danang (dan anak-anak lain yang mungkin juga telah berbuat yang sama dengan Danang).
Mari... kita dampingi putra putri kita agar mereka tak sampai kehilangan kesempatan meraih masa depan yang gemilang.
*foto diambil dari sini
Susah ya mbak. Anak adalah titipanNya yang harus dijaga dengan baik. Mungkin kita juga harus jeli mendampingi anak, tanpa harus membuatnya tertekan.
BalasHapusHehehe. .saya agak ragu mbak,anak SD tau istilah ML mungkin kata-katanya udah mbak ubah agar sopan. Kalau menurut saya,danang tau kata-kata tersebut,mungkin karena menonton film-film tsb,,tentu gak harus lewat dvd atau PC,lewat hp pun bisa. Gak usah jauh-jauh,di kota saya,anak SD aja udah pake Hp,yang keren pula ,tentu orang tua gak bisa memantau aktivitas anak tsb ketika menggunakan hp di sekolah.
BalasHapusTetapi MUNGKIN juga,danang hanya mendengar istilah tsb,tanpa tau artinya,bisa saja dia mendengar seseorang mengatakan hal tersebut,kemudian dia tidak tau artinya,lalu karena ingin tau,dia melafalkan kalimat tsb,berharap seseorang memberitahunya,arti kalimat tsb.
Tindakan guru di atas dengan menampar danang,sangat-sangat disesalkan,kenapa ? secara logika,anak dibawah umur,tidak mungkin melakukan sesuatu tanpa sebab / dorongan. Mungkin dia hanya bermain dengan temannya,dan kemudian menulis kalimat tsb. Sebagai guru,tentu harus punya pikiran kesitu,mulai ditanya darimana tau kalimat tsb,kenapa menulisnya,memberitahukan bahwa kalimat tsb tidak pantas di ucapkan / tulis,tentu akan memberi danang pengertian dan pelajaran yang lebih,daripada harus main tampar,dan disaksikan oleh seisi kelas.
Maap ya mbak kalo kepanjangan,napsu sih. .Hehehe. .
miris bacanya mba....jadi orang tua sekarang ini rasanya semakin banyak godaan dan tantangannya.
BalasHapuskalau dari mana dia tahu? tentu banyak sekali kemungkinannya, seiring perkembangan jaman sekarang ini.
semoga kita bisa membimbing anak-anak kita ya mba...jangan sampai salah langkah. aminnnn.
BalasHapuswah mabak,, kok kasar baget tu guru, takutnya si daang. bukanya malah bisa mengerti jadi tambah brutal, kenapa ngak bisa di nasehati baik2 tanpa di beri tamparan, jadi ingat waktu saya sekolah dulu, guru2 saya pada ringan tangan,,,
BalasHapusngeri ngebayangin anak2 kecil yang mungkin nggak tau maksudnya apa bicara hal2 yang tabu
BalasHapusjaman skarang anak" kecil emg berubah banget, saya juga bingung, bisa sepaerah itu...sebagai org tua memang harus menjaga ketat anak"nya >_<
BalasHapusbisa dari film atau teman2nya yg lebih besar. makanya harus sering2 dinasihati ortu.
BalasHapuswaaaaaahhhh udah terjadi kekerasan
BalasHapushmmm sangat disayangkan
mari kita semua menjaga lingkungan, bukan hanya sekedar membersihkan sampah biasa, tetapi menjaga dan mengeliminir sampah sosial dengan cara bijak.
jeli mendampingi anak2 yang baru tumbuh merupakan tugas kita semua
Saya jadi prihatin nich dengan kejadian diatas... harapan saya jangan sampai terjadi lagi hal demikian. Kasian bagi yang ngalamin, betul kata Mbak yang diatas, anak adalah titipan yang diatas. Jadi anak bukan untuk disakiti...
BalasHapussalam sobat
BalasHapuspengaruh lingkungan mba,,,dan tontonan serta pengaruh pergaulan teman ,sangat cepat walaupun masih SD.
memang perlu pendidikan agama yang kuat sejak dini dan sedikit pengenalan tentang hal2 yang dianggap dewasa... mungkin...
BalasHapusehm bener2 kompleks permasalahannya.... mari didik anak2 kita leih baik lagi... :-)
BalasHapusyup, mari kita ujudkan rumah, sekolah dan lingkungan yang baik buat putra-puti kita.
BalasHapusanak jaman skrng memang terlaku cpt menjadi dewasa.
BalasHapusSebaiknya jangan kasih handphone buat anak sd.
dropping by to say "hai" ^_^
BalasHapushave a nice blog-walking time :)
dropping by to say "hai" ^_^
BalasHapushave a nice blog-walking time :)
malam mbak.. :-)
BalasHapuskunjungan pagi..sungguh miris melihat anak2 dan generasi muda jaman sekarang.
BalasHapusbenar-benar miris dan sangat memprihatinkan membaca kisah itu mbak... memang benar tidak penting lagi mencari siapa yang salah karena sebenarnya semua pihak turut bertanggung jawab... yang paling penting memang segera mencari solusi bersama agar kejadian tersebut tidak menimpa lebih banyak lagi generasi penerus bangsa...
BalasHapusPerlakuan guru terhadap danang adalah lebih salah lagi, seharusnya dicari penyebabnya secara halus, sehingga tidak menimbulkan dendam dan tunjukkan pada danang tidak pantasnya dimana, dan arahkan, itu yang diperlukan untuk menangani anak SD! Bukan dengan kekerasan yang akan menimbulkan masalah yang lain!
BalasHapusngeri ya mbak lihat kondisi anak2 sekarang terutama dari segi prilaku dan pergaulan, tapi aku kurang setuju cara guru yg menampar anak itu, karena efeknya sangat besar bagi si anak, bukan jadi jera tapi mungkin malah tambah parah...
BalasHapustanpa harus mencari siapa yang salah, lebih baik mencari solusi biar hal tersebut tidak terulang lagi. Semua pihak memang harus peduli, karena lingkungan sekarang memungkinkan sekali berkembangnya pengaruh2 buruk
BalasHapusmakasi ya seblumnya udah kunjungi blog...
BalasHapushttp://deekkyy.blogspot.com
Salam bunda interesting article that the cause should be searched mmmmm subtly, so as not to cause resentment and show in Danang, where inappropriate, and direct, it is necessary to deal with elementary school children! Not with violence that would cause other problems!
BalasHapusparah jg ya mbak reni..
BalasHapusseyogyanya orangtua dan guru herus lebih intens dalam mendidik anak. juga dgn teknik yg mengedepankan kecerdasan emosional, bukan semata IQ..
anak-anak sekarang memang lebih kritis..
BalasHapusmakadari itu orangtua harus bisa lebih memperhatikan putra-putrinya lagi...
semoga adhekku ngga seperti itu, insyaallah kedua orang tuaku menjaganya dengan baik, amin.. mungkin semakin banyaknya era digital, anak sdpun mampu mengutak atik internet, itulah yang skarang ada di hadapanku :)
BalasHapusHhhhmmm...
BalasHapusGimana yah Mbak Reni...
Sulit juga tuh untuk menetukan nya...
Kembali kepada orang tua mbak, para orang tua, kembalilah kepada pangkuan anak2nya. jangan hanya sepenuhnya menyerahkan penjagaan kepada para pembantunya *kalau yang memiliki pembantu* Wallahu'alam...
BalasHapusKalo cari yg salah, jawabannya D mbak! No. 1,2,3 semuanya salah. Di jaman serba internet begini memang susah untuk membatasi informasi. Mungkin sebaiknya ortu/sekolah/pendidikan agama justru sedini mungkin mulai memberikan edukasi ttg seks sehingga anak tidak salah jalan. Jamanku sekolah dulu, kalo gak salah waktu akhir SMP. Kalo sekrg mungkin sejak akhir SD??
BalasHapus