Dipandangnya pasutri yang duduk di hadapannya. Rasa kesal terselip di dadanya.
"Kemarin sewaktu pengarahan, kan sudah saya tanyakan siapa yang sedang hamil. Mengapa anda tidak mengaku?" suaranya tak mampu menyembunyikan rasa kesal yang ada di hatinya.
"Maaf bu, saya baru tahu kemarin kalau ternyata saya hamil," jawab sang wanita dengan pelan.
"Sudah berapa minggu usia kandungannya?"
"Enam minggu, bu" kali ini sang pria yang menjawab.
"Dalam surat ini sudah disebutkan bahwa bagi wanita yang hamil 1-3 bulan serta 7 bulan ke atas tidak diperkenankan mengikuti diklat Pra Jabatan. Aturan ini dibuat karena diklat prajabatan ini berat, banyak kegiatan di lapangan dan baris berbarisnya. Dikhawatirkan wanita yang sedang hamil tidak kuat atau malah kelelahan dapat mengganggu dan membahayakan kehamilan."
"Tapi... saya kuat kok bu. Kehamilan saya juga tidak bermasalah. Jadi, saya bisa ikut diklat ini bersama suami saya."
"Anda bisa mengikuti diklat ini tahun depan, setelah anda melahirkan" jawabnya berusaha tetap bersabar menghadapi wanita yang ngotot itu.
"Kalau saya ikut tahun depan, saya justru banyak pikiran karena harus memikirkan diri saya dan anak saya. Kalau saya ikut tahun ini, saya kan hanya memikirkan diri saya sendiri."
"Apa anda tidak memikirkan anak yang sedang dikandung sekarang? Kalau anda kelelahan bisa keguguran. Ingat, ini kehamilan anda yang pertama dan anda belum punya pengalaman soal itu. Tiga bulan pertama itu masih sangat rawan."
"Tapi.., saya sungguh-sungguh sehat dan bisa mengikuti diklat Prajabatan itu," sang wanita itu tetap ngotot pada pendiriannya bahkan kini disertai air mata.
Melihat istrinya mulai menangis, sang suami mencoba membantu, "Dalam surat itu kan bagi wanita yang usia kehamilannya 4 sampai 6 bulan boleh ikut kan bu?"
"Memang boleh, tapi selama ini kami tak pernah memberangkatkan wanita hamil. Sangat besar resikonya."
"Biarlah untuk kali ini Ibu membuat pengecualian. Jika kehamilan istri saya sudah berusia 4 bulan, kami siap untuk diberangkatkan mengikuti diklat itu."
Dia menghela nafas panjang. Rasa kesal makin terasa di hatinya menghadapi pasutri yang keras kepala itu. Mereka adalah sepasang suami istri yang sama-sama berstatus Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Sebenarnya, mereka direncanakan untuk mengikuti Latihan Pra Pabatan (LPJ) yang akan dimulai 5 hari lagi. Penjelasan soal pelaksanaan diklat itu telah disampaikannya seminggu yang lalu. Saat itu dia sudah dengan tegas meminta agar para wanita yang sedang hamil untuk memberitahunya.
Bagi yang sedang hamil dia sudah merencanakan untuk mengirim mereka tahun depan, setelah mereka melahirkan. Selama ini ada kebijakan khusus dari pelaksana diklat bagi wanita-wanita yang menyusui. Mereka diperkenankan membawa bayi mereka beserta pengasuhnya. Tentu saja, ibunya tetap harus tinggal di asrama sementara anaknya dipondokkan terpisah bersama pengasuhnya. Hanya saja, sang ibu diberi kelonggaran untuk bisa menyusui bayi mereka.
Namun wanita di depannya itu tetap ngotot ikut diklat sewaktu hamil muda. Rupanya dia lebih memikirkan dirinya sendiri daripada keselamatan anak yang dikandungnya. Memang bagi para CPNS mengikuti LPJ itu wajib hukumnya. Kelulusan mereka dari LPJ itu merupakan salah satu syarat untuk dapat diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Mungkin wanita itu takut jika dia 'terlambat' mengikuti diklat tahun depan. Wanita itu takut jika dia tak bisa diangkat sebagai PNS jika ternyata tahun depan dia belum berhasil mengantongi sertifikat kelulusan LPJ. Walaupun sebenarnya dia sudah berusaha memberikan penjelasan panjang lebar pada wanita itu, namun sepertinya penjelasannya tak berguna. Wanita itu benar-benar keras kepala dan tak bisa diberi penjelasan sama sekali.
Dia menghela nafas sekali lagi. Sungguh tak tahu lagi bagaimana dia harus menghadapi wanita keras kepala itu. Apalagi suami wanita itu sepertinya hanya ingin menuruti keinginan istrinya. Mereka berdua tak mengkhawatirkan keselamatan anak yang masih dalam kandungan itu. Dia menggelengkan kepala karena kesal dan bingung.
"Kemarin sewaktu pengarahan, kan sudah saya tanyakan siapa yang sedang hamil. Mengapa anda tidak mengaku?" suaranya tak mampu menyembunyikan rasa kesal yang ada di hatinya.
"Maaf bu, saya baru tahu kemarin kalau ternyata saya hamil," jawab sang wanita dengan pelan.
"Sudah berapa minggu usia kandungannya?"
"Enam minggu, bu" kali ini sang pria yang menjawab.
"Dalam surat ini sudah disebutkan bahwa bagi wanita yang hamil 1-3 bulan serta 7 bulan ke atas tidak diperkenankan mengikuti diklat Pra Jabatan. Aturan ini dibuat karena diklat prajabatan ini berat, banyak kegiatan di lapangan dan baris berbarisnya. Dikhawatirkan wanita yang sedang hamil tidak kuat atau malah kelelahan dapat mengganggu dan membahayakan kehamilan."
"Tapi... saya kuat kok bu. Kehamilan saya juga tidak bermasalah. Jadi, saya bisa ikut diklat ini bersama suami saya."
"Anda bisa mengikuti diklat ini tahun depan, setelah anda melahirkan" jawabnya berusaha tetap bersabar menghadapi wanita yang ngotot itu.
"Kalau saya ikut tahun depan, saya justru banyak pikiran karena harus memikirkan diri saya dan anak saya. Kalau saya ikut tahun ini, saya kan hanya memikirkan diri saya sendiri."
"Apa anda tidak memikirkan anak yang sedang dikandung sekarang? Kalau anda kelelahan bisa keguguran. Ingat, ini kehamilan anda yang pertama dan anda belum punya pengalaman soal itu. Tiga bulan pertama itu masih sangat rawan."
"Tapi.., saya sungguh-sungguh sehat dan bisa mengikuti diklat Prajabatan itu," sang wanita itu tetap ngotot pada pendiriannya bahkan kini disertai air mata.
Melihat istrinya mulai menangis, sang suami mencoba membantu, "Dalam surat itu kan bagi wanita yang usia kehamilannya 4 sampai 6 bulan boleh ikut kan bu?"
"Memang boleh, tapi selama ini kami tak pernah memberangkatkan wanita hamil. Sangat besar resikonya."
"Biarlah untuk kali ini Ibu membuat pengecualian. Jika kehamilan istri saya sudah berusia 4 bulan, kami siap untuk diberangkatkan mengikuti diklat itu."
Dia menghela nafas panjang. Rasa kesal makin terasa di hatinya menghadapi pasutri yang keras kepala itu. Mereka adalah sepasang suami istri yang sama-sama berstatus Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Sebenarnya, mereka direncanakan untuk mengikuti Latihan Pra Pabatan (LPJ) yang akan dimulai 5 hari lagi. Penjelasan soal pelaksanaan diklat itu telah disampaikannya seminggu yang lalu. Saat itu dia sudah dengan tegas meminta agar para wanita yang sedang hamil untuk memberitahunya.
Bagi yang sedang hamil dia sudah merencanakan untuk mengirim mereka tahun depan, setelah mereka melahirkan. Selama ini ada kebijakan khusus dari pelaksana diklat bagi wanita-wanita yang menyusui. Mereka diperkenankan membawa bayi mereka beserta pengasuhnya. Tentu saja, ibunya tetap harus tinggal di asrama sementara anaknya dipondokkan terpisah bersama pengasuhnya. Hanya saja, sang ibu diberi kelonggaran untuk bisa menyusui bayi mereka.
Namun wanita di depannya itu tetap ngotot ikut diklat sewaktu hamil muda. Rupanya dia lebih memikirkan dirinya sendiri daripada keselamatan anak yang dikandungnya. Memang bagi para CPNS mengikuti LPJ itu wajib hukumnya. Kelulusan mereka dari LPJ itu merupakan salah satu syarat untuk dapat diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Mungkin wanita itu takut jika dia 'terlambat' mengikuti diklat tahun depan. Wanita itu takut jika dia tak bisa diangkat sebagai PNS jika ternyata tahun depan dia belum berhasil mengantongi sertifikat kelulusan LPJ. Walaupun sebenarnya dia sudah berusaha memberikan penjelasan panjang lebar pada wanita itu, namun sepertinya penjelasannya tak berguna. Wanita itu benar-benar keras kepala dan tak bisa diberi penjelasan sama sekali.
Dia menghela nafas sekali lagi. Sungguh tak tahu lagi bagaimana dia harus menghadapi wanita keras kepala itu. Apalagi suami wanita itu sepertinya hanya ingin menuruti keinginan istrinya. Mereka berdua tak mengkhawatirkan keselamatan anak yang masih dalam kandungan itu. Dia menggelengkan kepala karena kesal dan bingung.
mungkin mereka belum mengetahui rawannya kalau hamil muda hehehe
BalasHapusemang banyak , mbak ... wanita yg menyepelekan kehamilannya, padahal itu tahap yg sangat penting sekali....seolah2 yg ada didalam perutnya itu bukan makhluk hidup...
BalasHapusbener-bener pilihan ya sulit mb..
BalasHapusTapi emang terkadang wanita hamil ini bawaannya beda-beda mb, ada yang emang lemah banget ada yang emang kuat..
Tapi kuat di saat hamil tidak menjamin kuat pada saat melahirkan..
Seperti saya...ketika hamil tidak merasakan apa2 baik itu mabuk atau kesulitan makan apa. Kecuali deket sama suami.
Tapi belum waktunya anak saya udah mau menikmati dunia mb karna kelelahan, tapi untungnya saya dan Dini tidak apa2..ya meskipun harus terkabar 6 hari di rumah sakit dengan infus dan tambah darah yang banyak.
Ini cerita nyata kah mbak? kalau ditempat aku wanita hamil biasanya ttp ikut prajab.. tapi saat latihan baris berbaris mereka gak ikutan tapi melihat dr pinggir lapangan.. sayang juga kalau harus ikut tahun depannya.. tapi tergantung keputusan pribadi juga seh..
BalasHapus2 pilihan yg sm2 berat, tp kalo saya kayaknya milih mundur, kalo status PNS taun dpn bs dicoba lg. Tp kalo sampai trjd apa2 dgn bayi dlm kandungan, karena ngeyel pasti akan ada penyesalan.
BalasHapusWah, saya juga ga bisa ngomong deh klo situasinya kayak gini. Peraturan yang dibuat memang bener tapi alasan sang calon PNS juga ada benernya juga walau kelihatan agak nekat karena beresiko terhadap kehamilannya...
BalasHapusAtau juga sang suami berpikir, kalaupun sampai keguguran untuk urusan hamil lagi....ah gampanglah itu! hehe...
Terkadang cara pemikiran seseorang belumlah mendewasakan dirinya. Merekamasih selalu mengedepankan egonya untuk kepentingan dirinya sendiri tanpa mau memikirkan keselamatan darah dagingnya yang sedang dikandungnya.
BalasHapusSemoga permasalahan ini dapat menjadi pembelajaran untuk orang-orang yang sedang dalam posisi seperti ini.
Sukses selalu
Salam
Ejawantah's Blog
saya gak bisa ngebayangin berada di dua pihak itu. saya bukan orang yang suka ngotot dan juga gak tegaan.
BalasHapusOwh ada aturan kaya gitu toh Mbak? aku baru tau maklum bukan PNS wkwkwk... :) tapi aturan yg dibuat panitia diklat itu aku rasa cukup beralasan kok, lha wong lagi hamil muda kok kan masih rawan keguguran ya wajar klo suruh tahun depan ikutnya..... :) serba susah sih klo udah soal jabatan.... semoga dapet jalan keluar terbaik deh tuh si pasutri :)
BalasHapusMet aktivitas mbak..
@PakIes >> soal kegiatan fisik, tergantung pelatihnya. Yang jelas baris-berbaris dan senam pagi sudah rutin ada. Soal lari atau loncat2 itu yg tergantung pelatihnya. Sebenarnya, seorang CPNS punya waktu 2 tahun sebelum diangkat sbg PNS. Jadi, jika pada tahun pertama dia hamil, dia bisa ikut tahun berikutnya. Jadi, sebenarnya sangat beresiko berangkat LPJ dalam kondisi hamil, apalagi dia masih punya kesempatan kedua utk bisa LPJ.
BalasHapus@Ria >> itu dia, mereka belum tahu beratnya kegiatan LPJ dan belum tahu rawannya usia kehamilan muda itu. Mereka masih muda, shg mereka emosi mereka lebih berkuasa daripada logika.
@M.Sukma >> dia bilang dia sehat dan kuat, tapi dia kan belum menjalani beratnya kegiatan LPJ. Dia juga tak tahu seberapa kuat bayinya. Itu makanya ada kebijakan utk tidak memberangkatkan wanita hamil dalam kegiatan LPJ.
@M.Mul >> jadi Dini lahir prematur ya mbak. Alhamdulillah ya (ala Syahrini) karena mbak Mul dan Dini sehat2 aja.
@Niee >> sebenarnya ikut LPJ tahun ini atau tahun depan sama saja, pengangkatan PNSnya tetap aja tahun depan. Adanya kebijakan utk tidak memberangkatkan wanita hamil (di usia kandungan berapapun) tentu saja yg pertama utk melindungi ibu dan kandungannya. Yg kedua agar setiap CPNS yg mengikuti LPJ dapat menjalankan LPJ dg maksimal, dalam arti bisa mengikuti semua kegiatannya. Rasanya tidak fair, jika peserta yg lain latihan baris berbaris, sementara peserta yang lain (karena hamil) hanya jadi penonton. Padahal mereka punya kesempatan utk ikutan LPJ stelah melahirkan.
@Tarry >> Pilihan utk menunda LPJ itulah yg dipikirkan panitia, tapi wanita itu rupanya sungguh keras kepala. Dia tetap nekad mau ikut LPJ saat usia kandungan 4 bulan nanti. Akhirnya panitia angkat tangan, dan jika sesuatu terjadi padanya maka panitia tak akan bertanggungjawab.
@Bang Pendi >> siapa bilang urusan hamil lagi gampang? Temanku sampai keguguran berkali-kali dan sampai sekarang belum juga berhasil menimang buah hatinya. Sementara temanku yg lain, sampai usia pernikahannya 8 tahun belum juga dikaruniai buah hati. Sementara yg bisa hamil... malah tak menjaga kehamilannya dg sebaik-baiknya.
@Indra >> setiap orang memang punya pemikiran yg berbeda thd suatu masalah. Dan, wanita itu benar2 nekad dan menganggap kehamilannya tak akan menghambatnya mengikuti LPJ.
@MAV >> itulah yg membuat pusing panitia. :)
BalasHapus@Ferdinand >> jika diklatnya tidak banyak latihan fisiknya (khususnya baris berbaris) mungkin kehamilan tidak menjadi kendala. Tapi utk LPJ memang latihan fisik menjadi prioritas utama. Jadi, dikhawatirkan kandungannya bermasalah jika wanita hamil ikut.
ybs mgkn takut pengangkatannya jd terlambat, atau khawatir klo nunggu taon dpn bs gk barengan sm suaminya... pilihan yg sulit. tp gk akan sulit klo si cpns tdk berfikir smua bs di atur dgn uang. dia pasti lbh memilih kondisi dia dan bayinya. bukan malah khawatir soal trlmbt prajab
BalasHapuskehamilan pertama dan saat trimaster pertama,sangat beresiko..
BalasHapussungguh mementingkan materi saja,tidak dipikirkan matang2,tidak memikirkan kedepannya.. :(
sungguh ironis..cerminan masyarakat sekarang ini...
setiap pilihan ada resikonya ya mbak. tapi sebaiknya dipilih resiko yang paling kecil. kalau rezeki tahun-tahun berikutnya masih bisa ikut diklat kan. keselamatan dan kesehatan anak serta ibu hamil lebih penting,itu sih menurut aku
BalasHapusdilema juga buat atasannya itu yah bu. kasihan sama si ibu, kasihan juga sama si calon bayi.. andai saja lapangan kerja di indonesia terbuka luas dan jumlahnya banyak, gak mungkin ada kali yah kasus2 kayak ibu itu yang maksain diri walau resikonya besar. ;(
BalasHapusngotot jg yaa si wanita hamil ini, huhuh
BalasHapussemoga keputusan dan kengototannya gk membuatnya jadi merepotkan org lain.
pilihan memang di tangan yang mau ngelakoni
BalasHapustapi nek urusan duit sampe mengabaikan kesehatan anak, kayaknya kok kebangeten banget tuh bu
tapi itu buatku
entah kalo yang laen..
kesian sebenarnya, ntar kalau kenapa2 gimana? salahnya lagi si ibu mikirnya kok hanya memikirkan diri sendiri padahal dia sedang hamil muda, anak pertama lagi... semoga Allah Swt. memudahkan urusan mereka ya mbak :)
BalasHapusih, kok maksa banget tuh pasutri,
BalasHapuspadahal untuk kebaikannya sendiri..
(menghela nafas)
wah sebuah pilihan yg sulit ya,..:(
BalasHapusnasib anak dinomorduakan demi sebuah pekerjaan karena kekalutan dan ketidaktahuan akan kesehatan selama kehamilan ...:(
maaf lahir batin mbk Reni, maaf br mampir :)
kalo memang diklatnya lebih banyak latihan fisik, pasti ndak akan saya ijinkan istri saya yg hamil untk ikut.........
BalasHapushehehehehe itu mah pemikiran saya hehehehehe
Mbak Renyyyy...
BalasHapusApa khabar? kangen eui, kangennnn :)
Apakah atasan tersebut adalah, Mbak Reny? Hmmm.. kenapa nggak nunggu tahun depan aja sih? kan lebih enak githu dah dikasih kelonggaran :(
segala keputusan saya rasa resiko ditanggung penumpang, eh pengambil keputusan itu sendiri. Yang penting kita sudah mewanti-wanti. didoakan saja deh semoga enggak terjadi apa-apa sama ibu dan calon jabang bayi
BalasHapusdia itu mbak reni atau orang lain ya mbak ?
BalasHapuswah senangnya bisa ikut urun celetukan lagi disini biasanya cuma silent reader aja
ngga pernah bisa komen hehe :P
@zasachi >> itulah lucunya, dia ngotot berangkat LPJ bareng dg suaminya. Jadi, sebenarnya suaminya bisa berangkat LPJ sekarang, tapi akhirnya mundur dan akan berangkat bareng istrinya saat kandungan istrinya berusia 4 bulan.
BalasHapus@ranny >> kehamilan pertama memang harus dijaga, karena belum berpengalaman dalam hal itu. Trimester pertama juga harus dijaga, karena sangat rawan keguguran. Sayangnya, kedua hal tersebut tidak diperhatikan oleh pasutri itu.
@M.Lidya >> kalau aku sih sependapat dg mbak Lidya, tapi tidak dg pasutri itu mbak.. :)
@Nuel >> memang sptnya ketakutan terbesarnya adalah kehilangan kesempatan jadi PNS, shg dia nekat ambil resiko itu.
@Vira >> makasih udah berkunjung kesini :)
@Diah >> amin... ya semoga saja tak akan terjadi apa2 yg akan merepotkan orang lain dan tentu saja mereka berdua.
@Rawins >> kita sependapat mas dalam hal ini... tapi emang bener, pikiran orang lain2 ya?
@Sadako >> Amin... ya semoga Allah memudahkan urusan mereka.
@Yudi >> aku ikutan menghela nafas nih... hehehe.
BalasHapus@M.Ketty >> memang pilihan yg sulit, bagi pasutri itu, juga bagi panitianya. Apa kabar mbak... kok lama gak nongol ? :)
@Jhoni >> sepertinya suamiku juga akan mengambil keputusan yg sama dg Bli Jhoni deh... :)
@M.Anaz >> lucunya yang bersangkutan malah milih ikut LPJ tapi dapat kelonggaran berupa tak ikut baris berbaris dan hanya nonton di pinggir lapangan saat teman2 peserta LPJ lainnya digembleng baris berbaris... hehehe. Lucu juga sih. BTW, emang penting siapa atasannya ya mbak ? :p
@Kang Lozz >> yups, semoga saja tak terjadi apa2 thd ibu dan kandungannya ya?
@Ninda >> makasih banget utk masukannya ya...? Semoga sekarang lebih mudah komen disini. Dia adalah panitia yang mengirimkan peserta diklat itu :)
emang susah mba kalo cewek udah ngotot
BalasHapusgx ngerti juga sih chika jalan pikirannya
peraturan untuk yang hamil itu juga kan demi kebaikan calon bayi dan sang ibu biar gx terjadi apa2
Bingung jg klo saya mengahadapi situasi seperti itu...
BalasHapusga ikut lpj sekrang berarti pengangkatan tertunda
BalasHapushmmmm....
semoga blog mba reni sehat selalu
semuanya ada konsekuensi atas pilihan yang diambil ya mba...
BalasHapuspada akhirnya biarkan saja mereka tetap pada keputusan yang mereka pilih, setidaknya kita telah memberikan pandangan kita pada si pasutri itu...
toh udah pada dewasa mba.. walau memang agak nekat sih.. kasian si baby... moga2 aja si baby nya kuat...
Akhirnya tetep ikut ya Mbak? Memang kadang-kadang ibu hamil apalagi yang sudah punyak anak 1 atau 2 menganggap kehamilan menjadi peristiwa yg wajar aja jadi gak spesial harus diperhatikan... Semoga gak terjadi apa2... Susah ya jadi pelaksana kebijakan ;)
BalasHapustetep harus sesuai aturan saja biar aman
BalasHapusIya benar pilihan yang sulit, semoga kekerasan hatinya bisa juga memperkuat janin yang dikandungnya agar tetap sehat disaat melaksanakan diklat pra jabatan.
BalasHapusSalam.. .
@Chika >> memang sebenarnya memang aturan itu untuk kebaikan semuanya, tapi ternyata ada juga yg tidak sependapat.
BalasHapus@Ibunyachusaeri >> sulit utk memilih ya mbak...?
@Bang Atta >> sebenarnya gak tertunda juga sih Bang, karena yang berangkat LPJ tahun ini pengangkatan PNSnya tahun depan juga. Makasih doanya dan semoga blogku benar2 sehat selalu :)
@Kak ega punya cerita >> pada akhirnya pasutri itu harus siap menerima apapun konsekuensi yg mereka terima nantinuya.
@Alice >> andai semua mau tunduk pada aturan akan lebih mudah, dan tak minta diberi 'kebijakan' khusus spt itu :)
@ario >> mau sih begitu, tapi ada saja yg ngotot minta pengecualian.
@Mood >> semoga saja kandungannnya benar2 kuat dan dia bisa menjalani LPJ dg baik. Salam kembali :)
saya jg pernah melihat dengan kepala mata saya sendiri orang yannng seperti itu, keras kepala dan menang sendiri.. orang yang begitu pasti orang yg sdh terpola segala keinginannya harus terpenuhi, dan tidak mau kalah dari orang lain..dituruti nanti akan membahayakan dirinya dan janin dalam kandungan, gak dituruti nanti pasti ada rasa kesal dalam dirinya dan akan berpengaruh pada janinnya.
BalasHapusserbag salah yah mbak...
salam kenal sebelumnya...
terharu
BalasHapus