Dilla mengambil kaos itu dari tangan bik Inah yang gemetar ketakutan. Bik Inah pasti takut kena marah, pikirnya. Ketakutan itu dapat dimaklumi sebenarnya, karena itu koas baru. Dilla mengambil nafas dalam-dalam untuk menahan emosi. Kaos putih itu baru dibelinya kemarin dan pagi ini dicuci bik Inah, namun ternyata malah jadi rusak.
"Kok bisa begini, kenapa Bik ?" tanya Dilla hati-hati.
"Gak tahu Nyonya... tadi pagi sebelum mencuci seperti biasa semua baju bibik rendam dulu," jawab Bik Inah pelan sambil menundukkan kepala.
"Memangnya Bik Inah tidak memisah-misahkan dulu antara baju yang putih dan berwarna ?" kembali Dilla bertanya ingin tahu.
"Kok bisa begini, kenapa Bik ?" tanya Dilla hati-hati.
"Gak tahu Nyonya... tadi pagi sebelum mencuci seperti biasa semua baju bibik rendam dulu," jawab Bik Inah pelan sambil menundukkan kepala.
"Memangnya Bik Inah tidak memisah-misahkan dulu antara baju yang putih dan berwarna ?" kembali Dilla bertanya ingin tahu.
"Sudah Nyonya, tapi tadi ada juga kaos putih yang krahnya berwarna merah. Dan itu juga bibik campur dengan kaos putih yang baru. Ternyata krah merah itu... luntur"
"Selain kaos baru ini, apakah ada kaos atau baju lain yang kelunturan Bik ?"
"Tidak ada Nyonya, kebetulan tadi yang berwarna putih ya hanya ada 2 kaos Nyonya"
"Selain kaos baru ini, apakah ada kaos atau baju lain yang kelunturan Bik ?"
"Tidak ada Nyonya, kebetulan tadi yang berwarna putih ya hanya ada 2 kaos Nyonya"
Melihat bik Inah yang pucat ketakutan, Dilla tak kuasa melampiaskan kemarahannya. Bagaimanapun juga Bik Inah tak sengaja melakukakannya. Selama ini dia sudah bekerja dengan baik sekali dan baru kali ini berbuat suatu kesalahan. Itupun bukan kesalahan yang disengaja.
"Sudah Bik.., nggak apa-apa. Aku tahu bibik gak sengaja. Tolong ambilkan kaos yang luntur yang menyebabkan kaos ini rusak, Bik."
"Iya nyonya.., sebentar saya ambilkan."
Dengan wajah lega Bik Inah segera berlalu dan tak lama kemudian menyodorkan sebuah kaos putih dengan krah berwarna merah kepada Dilla.
"Ini kaos tenis Tuan kan, Bik ? Ini kan sudah 2 kali dicuci, kok masih luntur juga ?" tanya Dilla penasaran.
"Enggak tahu Nyonya. Saya juga tak menyangka kalau kaos Tuan masih luntur, karena bukan kaos baru. Makanya tadi saya campur. Maafkan saya Nyonya," jelas Bik Inah sembari minta maaf.
"Sudahlah Bik.., gak apa-apa"
Dilla memandang kaos tenis suaminya yang menjadi sumber masalah itu. Lagi-lagi ini biang keladinya..., rintih Dilla dalam hati.
"Sudah Bik.., nggak apa-apa. Aku tahu bibik gak sengaja. Tolong ambilkan kaos yang luntur yang menyebabkan kaos ini rusak, Bik."
"Iya nyonya.., sebentar saya ambilkan."
Dengan wajah lega Bik Inah segera berlalu dan tak lama kemudian menyodorkan sebuah kaos putih dengan krah berwarna merah kepada Dilla.
"Ini kaos tenis Tuan kan, Bik ? Ini kan sudah 2 kali dicuci, kok masih luntur juga ?" tanya Dilla penasaran.
"Enggak tahu Nyonya. Saya juga tak menyangka kalau kaos Tuan masih luntur, karena bukan kaos baru. Makanya tadi saya campur. Maafkan saya Nyonya," jelas Bik Inah sembari minta maaf.
"Sudahlah Bik.., gak apa-apa"
Dilla memandang kaos tenis suaminya yang menjadi sumber masalah itu. Lagi-lagi ini biang keladinya..., rintih Dilla dalam hati.
******
Semuanya bermula saat suaminya ditugaskan di tanah kelahirannya setelah lebih dari 5 tahun bertugas di luar Jawa. Kembalinya suaminya ke tanah kelahirannya, menyebabkannya terhubung kembali dengan teman-teman SMA-nya. Pertemuan itu membuat suaminya bersemangat untuk mengadakan acara kumpul-kumpul bersama mereka. Setelah beberapa kali bertemu dengan teman-teman lamanya, akhirnya semenjak 3 bulan lalu mereka membentuk tim tenis. Namun kaos seragam untuk tim tenis itu baru dibuat seminggu yang lalu.
Yang ikut bergabung dalam tim tenis itu bukan hanya teman-teman yang laki-laki saja. Namun ada juga beberapa teman wanita mereka semasa SMA yang ikut bergabung. Jadwal tenisnya seminggu 3 kali, dan suaminya sangat bersemangat mengikutinya. Tak pernah sekalipun suaminya absen, padahal jadwal tenisnya malam hari. Mulai pukul 19.00 dan biasanya suaminya baru pulang pukul 24.00. Jika ditanya mengapa pulangnya selalu larut malam, jawaban suaminya adalah lama ngantrinya. Kata suaminya yang ikut tenis banyak, sementara untuk bisa main tenis harus bergantian menggunakan lapangan, sehingga seringkali malam baru selesai.
Padahal selama suaminya tenis, Dilla selalu berteman sepi di rumah. Kebetulan selama 7 tahun perkawinan mereka, sampai sekarang mereka belum juga dikaruniai anak. Namun Dilla selama itu hanya diam dan tak pernah protes. Dilla pun mulai terbiasa berkawan dalam sunyi. Andai saja ada anak dalam perkawinan mereka, pasti Dilla tak akan merasa sangat kesepian seperti itu.
Namun kemudian, seiring berjalannya waktu banyak sikap suaminya yang terasa aneh dan janggal. Untuk menuntaskan rasa ingin tahunya, Dilla pun secara diam-diam mulai melakukan 'penyelidikan' untuk mengetahui penyebab keanehan suaminya. Akhirnya, setelah beberapa lama mencari informasi, Dilla mendapatkan apa yang dicarinya.
Dari sms-sms yang masuk ke handphone suaminya, Dilla tahu bahwa pada saat ini suaminya sedang berselingkuh dengan salah satu wanita teman SMA-nya dulu. Banyak bertebaran kata-kata kangen dan sayang yang ditujukan wanita itu pada suaminya. Bahkan ada juga ajakan bertemu dan undangan untuk datang ke rumah wanita itu. Kenyataan itu tentu saja membuat perih hati Dilla.
Semua itu belum cukup, karena Dilla menemukan pesan-pesan antara suaminya dan wanita itu di inbox Facebook suaminya. Suaminya bahkan berkata sayang dan kangen pada wanita itu. Yang lebih menyakitkan hati, suaminya bahkan menuliskan puisi untuk wanita itu. Padahal, selama ini suaminya bukanlah orang yang romantis dan suka mengumbar kata-kata mesra. Tapi ternyata terhadap wanita itu.. suaminya bersikap sangat hangat dan romantis. Bahkan suaminya dan wanita itu saling memanggil dengan panggilan mesra : "Cin..."
Sejak saat itu, Dilla sering diam-diam menangis pada malam hari. Dilla berusaha menyembunyikan dukanya dari suaminya. Dia juga berpura-pura tidak mengetahui perselingkuhan suaminya dan masih berusaha sekuat tenaga bersikap biasa pada suaminya.
Hingga akhirnya, dua hari yang lalu Dilla tak mampu lagi memendam semuanya sendiri. Dia bertanya kepada suaminya tentang hubungannya dengan wanita itu. Namun suaminya tak mengakui ada hubungan istimewa dengan wanita lain. Suaminya berkilah bahwa wanita itu hanya sedang punya masalah dengan suaminya dan sering curhat padanya, dan dia berusaha membantu sebisanya.
Dilla tahu suaminya berbohong, namun Dilla tak ingin bertengkar dengan suaminya. Disimpannya semua bukti-bukti perselingkuhan suaminya dalam hati. Dilla merasa sangat sakit hati dan terpukul oleh perselingkuhan suaminya. Padahal selama ini dia sudah berusaha menjadi istri yang baik untuk suaminya. Dia pun tak pernah sekalipun berbohong pada suaminya. Dia tak menyangka bahwa semua itu hanya akan dibalas dengan perselingkuhan dan pengkhianatan suaminya.
Dilla yang dulu sangat memuja dan mempercayai suaminya seperti kehilangan kepercayaan. Dia menjadi sangat pemurung dan pendiam. Meski sudah berulang kali mencoba bersabar, tapi tak juga rasa ikhlas dan sabar itu bersemayam di hatinya, Hari-harinya dilaluinya dalam kemarahan, keputusasaan dan kekecewaan yang dalam. Tak ada lagi senyum ceria yang menghiasi wajah manisnya.
Tim tenis dimana wanita itu dan suaminya tergabung selama 3 bulan ini telah membukakan jalan perselingkuhan bagi suaminya. Tim tenis itu telah merusakkan hari-hari indahnya. Cinta suaminya telah luntur.... seperti kaos yang telah luntur. Dan kini... kaos tim tenis itu telah menodai hidupnya. Dilla menangis kelu dalam hati.
"Tuan... tuan.., segera pulang," ratap bik Inah di ujung telepon.
"Ada apa to Bik ? Gak tahu ya kalau aku repot di kantor ? Kalau ada apa-apa lapor ibu saja," hardik Irwan pada Bik Inah.
"Nyonyaa, Tuan.... Nyonyaaa....," tangis bik Inah tanpa mampu meneruskan kata-katanya.
Panik dengan tangisan Bik Inah dan rasa gelisah yang tiba-tiba menusuk hatinya, membuat Irwan akhirnya memilih meninggalkan kantor. Dalam perjalanan menuju rumah, pikiran Irwan sudah sangat tak menentu. Terlebih lagi saat sesampai di rumah, didapatinya sudah banyak orang yang ada di rumahnya....
Irwan memandang kelu jenazah istrinya yang tergeletak di atas kasur. Kematian istrinya yang mengenaskan membuat Irwan sangat terpukul. Darah mengalir dari pergelangan tangan istrinya. Rupanya Dilla telah nekad mengakhiri hidupnya dan penderitaannya. Rasa sesal memukul hati Irwan, tapi semuanya telah terlambat.
Tiba-tiba Irwan teringat dengan percakapan mereka kemarin malam. Saat itu Dilla sedang menyajikan makanan kesukaannya, Udang Goreng Saus Mentega.
"Pa, hari ini Mama sengaja masak makanan kesukaan papa," kata Dilla sambil tersenyum .
"Mengapa ? Apa ada yang istimewa hari ini," tanya Irwan
"Tidak ada sih Pa.., hanya Mama ingin minta maaf jika selama menjadi istri Papa, Mama telah banyak melakukan kesalahan, mungkin juga Mama telah mengecewakan Papa dan tak mampu membahagiakan Papa"
Irwan tidak menjawab dan hanya tersenyum saja mendengar kata-kata istrinya. Rupanya itulah kata-kata terakhir dari istrinya. Mungkin juga itulah isyarat perpisahan dari istrinya.
Seorang kerabat datang menghampiri Irwan. Di tangannya dia membawa secarik kertas yang langsung diserahkannya pada Irwan.
"Tadi pagi Bik Inah datang membawa surat Dilla ke rumahku. Rupanya dia sengaja menyuruh Bik Inah pergi agar dia bisa melaksanakan niatnya bunuh diri. Dan surat yang dibawa Bik Inah tadi ditujukan padamu. Ini....bacalah"
Dengan tangan gemetar, Irwan membuka surat itu. Terlihat tulisan tangan Dilla yang rapi di atas kertas itu.
Yang ikut bergabung dalam tim tenis itu bukan hanya teman-teman yang laki-laki saja. Namun ada juga beberapa teman wanita mereka semasa SMA yang ikut bergabung. Jadwal tenisnya seminggu 3 kali, dan suaminya sangat bersemangat mengikutinya. Tak pernah sekalipun suaminya absen, padahal jadwal tenisnya malam hari. Mulai pukul 19.00 dan biasanya suaminya baru pulang pukul 24.00. Jika ditanya mengapa pulangnya selalu larut malam, jawaban suaminya adalah lama ngantrinya. Kata suaminya yang ikut tenis banyak, sementara untuk bisa main tenis harus bergantian menggunakan lapangan, sehingga seringkali malam baru selesai.
Padahal selama suaminya tenis, Dilla selalu berteman sepi di rumah. Kebetulan selama 7 tahun perkawinan mereka, sampai sekarang mereka belum juga dikaruniai anak. Namun Dilla selama itu hanya diam dan tak pernah protes. Dilla pun mulai terbiasa berkawan dalam sunyi. Andai saja ada anak dalam perkawinan mereka, pasti Dilla tak akan merasa sangat kesepian seperti itu.
Namun kemudian, seiring berjalannya waktu banyak sikap suaminya yang terasa aneh dan janggal. Untuk menuntaskan rasa ingin tahunya, Dilla pun secara diam-diam mulai melakukan 'penyelidikan' untuk mengetahui penyebab keanehan suaminya. Akhirnya, setelah beberapa lama mencari informasi, Dilla mendapatkan apa yang dicarinya.
Dari sms-sms yang masuk ke handphone suaminya, Dilla tahu bahwa pada saat ini suaminya sedang berselingkuh dengan salah satu wanita teman SMA-nya dulu. Banyak bertebaran kata-kata kangen dan sayang yang ditujukan wanita itu pada suaminya. Bahkan ada juga ajakan bertemu dan undangan untuk datang ke rumah wanita itu. Kenyataan itu tentu saja membuat perih hati Dilla.
Semua itu belum cukup, karena Dilla menemukan pesan-pesan antara suaminya dan wanita itu di inbox Facebook suaminya. Suaminya bahkan berkata sayang dan kangen pada wanita itu. Yang lebih menyakitkan hati, suaminya bahkan menuliskan puisi untuk wanita itu. Padahal, selama ini suaminya bukanlah orang yang romantis dan suka mengumbar kata-kata mesra. Tapi ternyata terhadap wanita itu.. suaminya bersikap sangat hangat dan romantis. Bahkan suaminya dan wanita itu saling memanggil dengan panggilan mesra : "Cin..."
Sejak saat itu, Dilla sering diam-diam menangis pada malam hari. Dilla berusaha menyembunyikan dukanya dari suaminya. Dia juga berpura-pura tidak mengetahui perselingkuhan suaminya dan masih berusaha sekuat tenaga bersikap biasa pada suaminya.
Hingga akhirnya, dua hari yang lalu Dilla tak mampu lagi memendam semuanya sendiri. Dia bertanya kepada suaminya tentang hubungannya dengan wanita itu. Namun suaminya tak mengakui ada hubungan istimewa dengan wanita lain. Suaminya berkilah bahwa wanita itu hanya sedang punya masalah dengan suaminya dan sering curhat padanya, dan dia berusaha membantu sebisanya.
Dilla tahu suaminya berbohong, namun Dilla tak ingin bertengkar dengan suaminya. Disimpannya semua bukti-bukti perselingkuhan suaminya dalam hati. Dilla merasa sangat sakit hati dan terpukul oleh perselingkuhan suaminya. Padahal selama ini dia sudah berusaha menjadi istri yang baik untuk suaminya. Dia pun tak pernah sekalipun berbohong pada suaminya. Dia tak menyangka bahwa semua itu hanya akan dibalas dengan perselingkuhan dan pengkhianatan suaminya.
Dilla yang dulu sangat memuja dan mempercayai suaminya seperti kehilangan kepercayaan. Dia menjadi sangat pemurung dan pendiam. Meski sudah berulang kali mencoba bersabar, tapi tak juga rasa ikhlas dan sabar itu bersemayam di hatinya, Hari-harinya dilaluinya dalam kemarahan, keputusasaan dan kekecewaan yang dalam. Tak ada lagi senyum ceria yang menghiasi wajah manisnya.
Tim tenis dimana wanita itu dan suaminya tergabung selama 3 bulan ini telah membukakan jalan perselingkuhan bagi suaminya. Tim tenis itu telah merusakkan hari-hari indahnya. Cinta suaminya telah luntur.... seperti kaos yang telah luntur. Dan kini... kaos tim tenis itu telah menodai hidupnya. Dilla menangis kelu dalam hati.
*******
"Tuan... tuan.., segera pulang," ratap bik Inah di ujung telepon.
"Ada apa to Bik ? Gak tahu ya kalau aku repot di kantor ? Kalau ada apa-apa lapor ibu saja," hardik Irwan pada Bik Inah.
"Nyonyaa, Tuan.... Nyonyaaa....," tangis bik Inah tanpa mampu meneruskan kata-katanya.
Panik dengan tangisan Bik Inah dan rasa gelisah yang tiba-tiba menusuk hatinya, membuat Irwan akhirnya memilih meninggalkan kantor. Dalam perjalanan menuju rumah, pikiran Irwan sudah sangat tak menentu. Terlebih lagi saat sesampai di rumah, didapatinya sudah banyak orang yang ada di rumahnya....
Irwan memandang kelu jenazah istrinya yang tergeletak di atas kasur. Kematian istrinya yang mengenaskan membuat Irwan sangat terpukul. Darah mengalir dari pergelangan tangan istrinya. Rupanya Dilla telah nekad mengakhiri hidupnya dan penderitaannya. Rasa sesal memukul hati Irwan, tapi semuanya telah terlambat.
Tiba-tiba Irwan teringat dengan percakapan mereka kemarin malam. Saat itu Dilla sedang menyajikan makanan kesukaannya, Udang Goreng Saus Mentega.
"Pa, hari ini Mama sengaja masak makanan kesukaan papa," kata Dilla sambil tersenyum .
"Mengapa ? Apa ada yang istimewa hari ini," tanya Irwan
"Tidak ada sih Pa.., hanya Mama ingin minta maaf jika selama menjadi istri Papa, Mama telah banyak melakukan kesalahan, mungkin juga Mama telah mengecewakan Papa dan tak mampu membahagiakan Papa"
Irwan tidak menjawab dan hanya tersenyum saja mendengar kata-kata istrinya. Rupanya itulah kata-kata terakhir dari istrinya. Mungkin juga itulah isyarat perpisahan dari istrinya.
Seorang kerabat datang menghampiri Irwan. Di tangannya dia membawa secarik kertas yang langsung diserahkannya pada Irwan.
"Tadi pagi Bik Inah datang membawa surat Dilla ke rumahku. Rupanya dia sengaja menyuruh Bik Inah pergi agar dia bisa melaksanakan niatnya bunuh diri. Dan surat yang dibawa Bik Inah tadi ditujukan padamu. Ini....bacalah"
Dengan tangan gemetar, Irwan membuka surat itu. Terlihat tulisan tangan Dilla yang rapi di atas kertas itu.
"Untuk suamiku tercinta...Irwan menangis keras sebelum akhirnya gelap dan dia pingsan di depan jenazah istrinya.
Papa, maafkan Mama jika memilih cara seperti ini untuk mengakhiri semua masalah yang Mama hadapi.
Sebenarnya Mama telah tahu semua tentang hubungan Papa dengan wanita itu, Mama juga sudah membaca SMS dan semua pesan-pesan di Facebook Papa.
Semua itu menyakiti hati Mama... Mama tak pernah mengkhianati dan menyakiti Papa, jadi Mama tak mengira kalau Papa akan sampai hati menyakiti dan mengkhianati Mama. Mama tak mampu menanggung semua luka dan kecewa ini.
Mama merasa tak dihargai.... Mama merasa tak dibutuhkan lagi.
Mama sudah berusaha untuk menerima keadaan ini... tapi Mama tak bisa.
Pengkhianatan dan perselingkuhan Papa terus menghantui Mama... di setiap langkah Mama dan pada setiap helaan nafas Mama.
Mama sangat mencintai Papa, dan tak sanggup berbagi dengan orang lain. Mungkin ini jalan yang terbaik bagi kita semua... dan semoga Papa bahagia bersamanya.
Maafkan semua kesalahan Mama ya Pa.... "
Cinta memang bisa Luntur tapi rasa kasih sayang tak akan pernah luntur. Pada masalah ini Pak Irwan cinta na sudah luntur oleh waktu dan rasa kasih sayang nya juga sudah berkurang buat istrinya.,.
BalasHapusPada kisah ini kesetian dan rasa sayang seorang istri sungguh besar buat suaminya cuman sayang nya suaminya tidak bisa menangkap itu smua. Coba saja saya punya istri seperti itu, pasti tidak akan penah saya sakiti dia.
Baju boleh Luntur..
Cinta Boleh Luntur..
Tapi kasih sayang jangan sampai Luntur karena itu ada pondasi dari semuannya...
masyaallah..begitu tega seorang suami mengkhianati cinta seorang istri yang selama ini memberinya kepercayaan penuh. semoga kita semua nggak mengalami hal yang demikian. aminn,
BalasHapustulisan ini akan saya bookmark untuk saya tunjukkan pada salah satu teman yang sedang coba2 main mata dengan mantannya dulu...
BalasHapusini kisah nyata mba? tapi kenapa jalan yang ditempuh adalah bunuh diri?
BalasHapusada banyak hikmah yg bisa diambil dari cerita ini, rasanya begitu dekat dengan kita.
BalasHapuskisahnya mengalir apik...
makasih sudah berbagi.
duh... kasiah banget sang istri, kenapa musti milih bunuh diri.
BalasHapusbuat para cowok, jangan pernah kalian selingkuh, karna cinta wanita itu tak kan ada 2nya
duh... kasiah banget sang istri, kenapa musti milih bunuh diri.
BalasHapusbuat para cowok, jangan pernah kalian selingkuh, karna cinta wanita itu tak kan ada 2nya
duuh... sudah tiga kali ceklik gak berhasil juga ni comen, verifikasi kata yg sangat tidak penting itu lagi2 menyulitkanku buat komen
Kisah yang menggugah ,lunturnya cinta semua hanya karena nafsu,akhirnya membawa petaka
BalasHapusLuntur, seperti pakaian tenis?! Hehe. Cinta pun kenyataannya bisa luntur juga. Tak baru memang, sama halnya dengan pakaian itu. Barangkali kita salah dalam merendam dan mencuci cinta?!
BalasHapusKisah luntur yang mantap mbak. jarang-jarang ya bikin cerpen. Apa kabar ?
BalasHapuswah kejutan nih...mbak Reni bikin cerpen. Ditunggu cerpen2 selanjutnya yah..
BalasHapustega nian suaminya itu ya
BalasHapustapi coba si wanita bisa lebih tegar sedikit, pasti ga perlu bunuh diri
tragis!!!! pikiran bodoh untuk bunuh diri hanya unruk laki-laki
BalasHapustapi keren juga mbak labelnya....mantab!!!!
Kisahnya tragis banget nih mbak...
BalasHapusYang jelas bunuh diri adalah tindakan yang tidak diridhoi, apapun alasannya.
untuk hal ini aku setuju untuk komentar2 di atas hahaha....
BalasHapussapa tau manggil "cin" itu bukan cinta tapi ku"CIN"g *mekso bgt*
BalasHapuscerita cinta rumah tangga yang tragis ya mbak...sebuah pelajaran yang berarti buat para suami agar menjaga kepercayaan istrinya...cerpen yang bagus mbak....
BalasHapusperassan memang mudah terpengaruh tapi kalau kita tanya hati kecil kita tidak akan seperti itu, posting yang begitu menggugah Bu
BalasHapusSalam kenal bu untung belum punya istri tapi kalau udah punya akan berusaha setia deh mbak
BalasHapustrue love will never betray their love nice posting friend
BalasHapusmasya Alloh....
BalasHapusmboh yaho jangan bunh diri ya mbak..... kasihan...
penyesalan selalu datang terlambat...
BalasHapussalam sobat
BalasHapuswalau kaos barunya sudah luntur,, kasih sayang dan cinta istri tidak akan pernah luntur seperti kaos tersebut.,,tetapi yang bikin luntur khianatan sang suami.,,ya mba,,dikisah ini.
hemm... dunia maya dislh gunakan
BalasHapusPelajaran tentang hidup dan kehidupan...
BalasHapusKisah yang mengharukan. Sebuah pelajaran berharga bagi kita yang telah menikah. Harus diambil hikmahnya oleh kita semua.
BalasHapusMbak Reni, ini cerpen atau kisah nyata...??? *miris banget bacanya* kalau cerpen, mbak reni sudah berhasil mengajak pembaca gelisah dan resah, apa endingnya
BalasHapusartikel di blog ini sangat bermanfaat..
BalasHapus