Jumat, 12 Agustus 2011

Didera gelisah

Gelisah itu hadir lagi. Selalu begitu setiap kali terbaca olehnya status yang ditulis Sinta di Facebook. Gelisah yang mencubit-cubit hatinya. Gelisah yang berbalut cemburu dan iri hati. Status yang ditulis Sinta selalu saja mengesankan kebahagiaan dan kemapanan. Dan itu selalu saja menggelisahkannya.

Herannya rasa gelisah itu hanya muncul jika berkaitan dengan Sinta. Mungkin dimatanya Sinta tak layak mendapatkan semua kebahagiaan dan kemapanan itu. Sinta yang adalah teman SMPnya dulu terkenal sebagai anak 'badung'. Suka bolos sekolah untuk keluyuran dengan teman-teman cowoknya. Suka gonta-ganti pacar. Tak pernah serius dengan sekolahnya. Dengan semua latar belakang itu, baginya sangat tak adil jika Sinta hidup bahagia sekarang.

Tapi lihatlah kini apa yang terpampang di profil facebooknya. Sinta tampak sangat matang, cantik (dengan rambutnya yang dicat pirang) dan terlihat awet muda. Tentu dia terbiasa keluar masuk salon untuk mendapatkan penampilan sesempurna itu. Lagi-lagi gelisah mencubit hatinya.

Kedua anaknya terlihat tampan dan cantik. Suaminya pun ganteng, mapan... dan kaya! Ya... kaya! Lihat saja statusnya yang bercerita tentang mobilnya yang terserempet bus kota, lengkap dengan fotonya. Lihat juga statusnya yang bercerita tentang liburan keluarganya di Jepang. Kegelisahan kembali mendera hatinya saat melihat fot-foto mesra Sinta dengan suaminya.

Kegelisahan kian menjadi saat dia memandang dirinya sendiri. Dia dulu jauh lebih pintar dari Sinta. Dia juga bukan anak gaul, bahkan cenderung anak yang pendiam di sekolah. Prestasi sekolahnya juga tak pernah mengecewakan. Dia juga tak pernah membuat masalah, baik di sekolah maupun di rumah. Namun, hidupnya kini tetap saja 'biasa-biasa saja'.

Sama seperti Sinta, kini dia berstatus sebagai Ibu Rumah Tangga biasa. Bukan wanita karier. Bedanya, jika Sinta adalah Ibu Rumah Tangga yang keren, gaul dan kemana-mana naik mobil, tapi dia hanyalah Ibu Rumah Tangga yang sehari-hari sibuk berkutat dengan pekerjaan rumah tangga mengurusi suami dan ketiga buah hatinya. Walau suaminya tak kalah ganteng dari suami Sinta, tapi suaminya bukan orang yang mapan dan kaya. Suaminya hanyalah seorang PNS biasa dengan gaji yang pas-pasan untuk hidup mereka berlima.

Gelisah hatinya memikirkan itu semua. Mengapa Sinta yang masa lalunya seenaknya seperti itu bisa mendapatkan semua kebahagiaan itu? Sedangkan dia yang selama ini berjalan 'lurus-lurus' saja ternyata tak juga mendapatkan pencapaian yang lebih tinggi dari Sinta. Soal kebahagiaan, dia cukup merasa bahagia hidup bersama suami dan ketiga buah hatinya. Tapi sepertinya, kebahagiaan itu kalah dibandingkan dengan kebahagiaan Sinta yang masih mendapatkan 'bonus' kemapanan dan kekayaan.

Kegelisahan kian meraja dalam lubuk hatinya. Kegelisahan yang mengurangi kebahagiaannya akan hidupnya. Rasa gelisah yang membuatnya tak mampu mensyukuri nikmat yang telah diberikanNYA. Rasa gelisah yang muncul dari rasa iri atas kebahagiaan dan keberhasilan orang lain. Rasa gelisah yang membuatnya kian jengah.

Dicobanya untuk menata hati dan pikirannya. Bukankah ujian yang diberikan Allah tidak selalu berupa kesulitan dan cobaan? Bukankah kemudahan dan kesenangan pada hakekatnya adalah ujian juga dariNYA? Itu berarti Sinta juga sedang mendapat cobaan, sama sepertinya. Jika Sinta mendapatkan cobaan melalui kemudahan dan kesenangan, maka dia mendapatkan cobaan melalui kesulitan dan keterbatasan.

Disadarinya bahwa Sinta tak bersalah atas kegelisahan yang dirasakannya. Dia sendirilah yang tak mampu melihat kebahagiaan dan keberhasilan orang lain. Kesadaran itu meredakan kegelisahannya. Tak ingin lagi terperangkap dalam rasa gelisah dan iri hati yang sama, akhirnya setelah termenung cukup lama diambilnya keputusan itu. Dihapusnya Sinta dari daftar pertemanannya di Facebook.

"Maafkan aku Sinta, bukannya aku membencimu. Justru kulakukan ini karena aku tak ingin membencimu. Hanya saja aku kini belum mampu menghindar dari rasa iri. Kelak, jika aku telah mampu menata hati dan tak lagi mudah iri, maka aku akan mencarimu lagi" bisiknya seraya mematikan komputer bututnya.

.... betapa berbahayanya rasa iri hati ....

19 komentar:

  1. duh sinta hebat kamu,love,peace and gaul.

    BalasHapus
  2. Betuuuul mbak Reni. Tapi dalam suatu tahapan bila mau belajar tentang definisi syukur dan sabar, aku malah kasihan melihat orang yang kaya tapi sibuk pamer. Tidakkah mereka tau kalo orang suka pamer ibadahnya tidak diterima oleh Allah. Tidakkah mereka tau bahwa wanita sholehah karena ibadahnya akan lebih cantik daripada bidadari surga. Terus lagi, orang yang sabar tidak akan mudah terjangkit iri hati karena sibuk intropeksi dan bersyukur atas semua yang dimilikinya...

    (aku gak banyak uang banyak diremove di facebook Mbak Reni, gak tau kenapa... haha, awalnya kaget, lama-lama ya... malah jadi motivasi untuk mencari ilmu)

    BalasHapus
  3. Bagus mbak ceritanya. Saya yakin itu pasti cerita nyata. Saya juga sering berpikiran sama dan tak habis pikir kenapa mereka yang dulunya semau gue namun sekarang mampu mencapai puncak keberhasilan. Tapi seketika saya juga tersadar semuanya telah digariskan oleh Tuhan

    BalasHapus
  4. iri itu menyakiti diri sendiri dan orang lain.

    BalasHapus
  5. positif thinking mungkin lebih baik kali yaa....

    BalasHapus
  6. Kadang kita emang pernah ngerasain iri kayak gitu.. ya, tanpa sadar..

    BalasHapus
  7. Benar sekali, iri itu penyakit hati yang super berbahaya.

    Apa kabar mbak Reni? :)

    BalasHapus
  8. rumput tetngga lebih hijau,template blog teman lebih bagus,enaknya jd orang kaya enak nya jadi orang miskin ,semua karena saling pandang,yg ternyata ,bagaimana kita menikmati kehidupan ini.

    BalasHapus
  9. harusnya si dia gak perlu iri, kan sinta beruntung di dunia belum tentu beruntung di akhirat
    bahagia bs diciptakan sendiri jika mau, tak perlu seperti orang lain ^^

    BalasHapus
  10. artikel menarik mbak, suuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuuka bgt. ijin copas ya utk kata yg begini" ujian itu ada dua, bisa kebahagiaan atau kesulitan"
    juga yang terakhir..rupanya aku pun harus belajar manajemen iri sebelum melihat wall org lain hehehe

    BalasHapus
  11. rasa iri bisa menjadi penyakit ya mbak kalau berlebihan

    BalasHapus
  12. Tulisan ini mengingatkan sekian lama saya tertipu dengan makna makna hidup. Ketika kebahagiaan yang saya kira dari adanya harta dan kekayaan ternyata bukan. Karena kebahagiaan yang sebenarnya adalah dari ruang hati yang sejuk dan tenang. Dan saya berfikir orang yang kaya adalah orang yang tak mudah gelisah melihat sesuatu yang 'wah' ataupun yang 'duh'.

    Menyentuh hati saya Mbak Ren...

    BalasHapus
  13. rasa iri itu wajar kok bu...
    asal ga terus disambung dengki aja

    BalasHapus
  14. terkadang lebih baik menepi daripada merusak diri..

    TFS :)

    BalasHapus
  15. Sedikit banyak ceritanya hampir sama dgn kehidupanku mb, dan sampai skgpun aku lebih baik minder ketemu temanku, bkn aku sombong tapi hanya itu yg bisa kulakukan utk menjaga hatiku mb.

    BalasHapus
  16. gaya bertutur yg cantik..
    ini mah pengalaman pribadi saya banget.. hehe

    ada waktunya bisa nerima

    BalasHapus
  17. rumput tetangga sering kali tampak lebih hijau ya mbak....

    BalasHapus
  18. untung Dija gak punya facebook ya Tante...
    hihihihi

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)