Jumat, 24 Juni 2011

Tumbuh kembang Shasa

Kali ini aku hanya ingin berbagi cerita dan kenangan tentang saat-saat aku hamil Shasa sertasegala hal yang mempengaruhi tumbuh kembangnya. Memang ini semua hanya kenangan lama, tapi semoga saja ada manfaatnya bagi yang lain.

Dari awal kehamilanku, aku sangat sadar bahwa kelak anakku akan menjadi anak yang istimewa. Mengapa aku seyakin itu? Pertama, karena tentu saja bagi setiap pasangan pasutri baru pasti kehadiran anak sangat ditunggu-tunggu.

Kedua, kehamilanku sudah sangat ditunggu oleh kedua orangtuaku, karena aku anak pertama sehingga anak yang dalam kandunganku akan menjadi cucu pertama bagi mereka.

Ketiga, meskipun suamiku anak kedua dalam keluarganya, tapi anak dalam kandunganku adalah cucu pertama bagi kedua mertuaku. Maklum, mertuaku saat itu belum juga dapat cucu dari kakak sulung suamiku. Keadaan ini membuat mertuaku juga sangat menantikan cucu dariku.

Keempat, bagi eyang dari suamiku, anak dalam kandunganku itu akan menjadi buyut pertama baginya. Apalagi eyang dari suamiku hanya punya 3 cucu dari ayah mertuaku yang merupakan anak tunggalnya. Sehingga beliau sangat menantikan kelahiran buyutnya itu dengan suka cita.

Terakhir, dari semua anak dari orang tuaku dan mertuaku, hanya aku dan suamiku yang menetap di Madiun. Sementara adikku menetap di Pacitan. Sedangkan kakak suamiku menetap di Bandung dan adiknya menetap di Sragen. Itu berarti cucu yang selalu ada di dekat mereka hanya anak yang ada dalam kandunganku itu. (Catatan : Orang tuaku dan mertuaku semua menetap di Madiun).

Dari awal, dengan menyadari kondisi tersebut di atas, aku dan suamiku ingin agar Shasa tidak sampai dimanjakan. Namun hal itu sulit kami lakukan, mengingat aku juga bekerja. Keadaan itu memaksa kami melakukan pola pengasuhan berpindah tangan, dari tangan kami berdua, ke tangan orang tua kami dan ke tangan mertua kami. Ini memang bukan hal yang baik, tapi tak bisa kami hindari. Bagaimanapun juga kami lebih percaya jika Shasa ada di tangan orang tua/mertua kami daripada di tangan pengasuh.

Awalnya, keinginan kami untuk tidak memanjakan Shasa sering berujung pada pertengkaranku dengan suami. Mungkin kami bisa lebih 'ketat' dalam mengasuh Shasa, tapi sulit jika Shasa sedang bersama eyangnya. Saat Shasa diasuh orangtuaku, Shasa sangat dimanjakan. Hal itu membuat suamiku merasa tidak suka. Sebaliknya, saat Shasa diasuh mertuaku dan ternyata mertuaku juga memanjakan Shasa. Aku pun merasa tidak suka.

Setelah berkali-kali kami berantem karena masalah yang itu-itu saja, kami akhirnya mengambil keputusan. Kami tak ingin bertengkar dengan orangtua/mertua yang sedang merasa bahagia bisa menimang cucu pertama mereka. Kami memilih mengalah dan untuk sedikit mengurangi kemanjaan Shasa maka kami akan mendidik Shasa secara lebih 'ketat' di rumah, saat dia bersama kami.

Tugasku di rumah adalah menerapkan disiplin yang ketat terhadapnya. Setidaknya aku ingin memberikan keseimbangan dari besarnya keleluasaan yang didapatnya. Meskipun aku tahu Shasa tetap saja  mendapat perhatian, kasih sayang, kemudahan dan toleransi yang sangat besar dari lingkungannya, termasuk dari kami berdua.

Sekarang aku sudah bisa melihat hasil dari pengasuhan berpindah tangan itu. Walau Shasa sudah bisa mandiri, disiplin dan kreatif di beberapa hal, namun tetap saja aku melihat dia manja. Selain itu aku melihat Shasa kurang gigih dan kurang memiliki semangat juang. Hal yang maklumi sebenarnya, mengingat selama ini Shasa mendapatkan apa saja yang dia mau. Kasarnya, hanya dengan berdiam diri saja Shasa bisa mendapatkan hampir semua yang diinginkannya.

Aku tak hendak menyalahkan siapa-siapa dalam hal ini. Itulah Shasa dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Hanya saja PR besar buatku dan suami, untuk terus menerus tanpa kenal lelah melatih Shasa menjadi lebih mandiri. Harapannya semoga saja sifat manja Shasa dapat terkikis sedikit demi sedikit. Syukur-syukur jika semangat juangnya bisa bertambah tebal. Amin.

27 komentar:

  1. saya jadi dapat gambaran tentang masa kehamilan :D

    BalasHapus
  2. Semoga akn tumbuh menjadi insan yang selalu mberi inspirasi bagi orng lain mba, Amiin...

    BalasHapus
  3. Wah ini sebuah dilema juga ya mbak,mendidik anak memang perlu gigih dengan berbagai tantangan yang ada, saya berharap semoga shasa ke depan ada perubahan, memandang hidup itu keras & sangat perlu disiplin mental & perjuangan yang keras.....

    BalasHapus
  4. yah kalo hanya segelintir orang doang yang manjain sasha sih ga papa buuu... sasha juga berhak untuk dimanja... hehehhe

    BalasHapus
  5. ah, saya juga jadi tau efek pola pengasuhan anak..
    bisa bermanfaat buat mas adepan saya nih :D

    BalasHapus
  6. Semoga tumbuh menjadi anak yang kuat dan tidak manja...saya juga menunggu kelahiran anak pertama saya...

    BalasHapus
  7. Amin..
    Semoga Diniku juga begitu mb..., terkadang aku marah sama suami yang suka memanjakan dini dibelakangku begitu juga dgn ibu mertuaku, karna aku takut bisa kebawa sampai besar...
    Kebetulan suamiku itu anak tunggal jadi Dini adalah cucu satu2nya.

    BalasHapus
  8. Sebagai anak yang dinanti2kan, pantaslah bila Sasha mendapat perhatian lebih atau dimanja oleh eyang2nya....

    BalasHapus
  9. People generally have this notion that loosing weight through just diet pill will be easy, but that's not so. Diet pill works well if a person consumes low-fat diet and has a habit of working out regularly. Simply popping diet pill and waiting for miracle to happen within weeks or months will only give you pain. Loosing weight is slow process that requires time and commitment, but then you really feel proud about yourself when you see yourself in the mirror and say, "Is this me."

    BalasHapus
  10. Is an effective way to lose weight when they are taken as per directions. It is recommended for people who have a body mass index (BMI) of 28 or more. It is only intended for those with major weight problems. It is best suited for short term management of exogenous obesity. It is not suitable for long term use as it is habit forming.

    BalasHapus
  11. garuk garuk kepala deh aku , serba salah mengenai pertumbuhan anak secara psikologi aku belum paham .. tapi mudah mudahan mba bisa kasih porsi yang pas buat sasha , dan moga sasha jadi anak solehah ya nak !! sore mbak ^_^ maaf baru berkunjung hhahahaa

    BalasHapus
  12. Kalau cucu pertama pasti dimanja deh mbak sama nenek kakeknya. Istilahnya dikeluarga aku adalah anak terakhir dari nenek kakeknya :D

    Gak papa lah mbak manja dikit, yang penting pintar dan berbakti sama ortu dan agama :D

    BalasHapus
  13. memang paling damai ngasuh anak sendiri
    dekat dengan mbahnya resikonya ya gitu deh...

    BalasHapus
  14. Tapi saya percaya, akan tiba masanya dimana Adek Shasa nanti akan bisa mandiri.. Siapa dulu mamanya, hehe..

    BalasHapus
  15. jadi inget pembicaraan kita tentang shasa, seumur gitu udah dewasa aja omongannya..

    "harusnya yang ngomong gitu tuh guru kamu sha, bukan kamuu". hahahaha

    BalasHapus
  16. hehehe, wah cucu pertama memang mendapatkan porsi kasih sayang yang lebih banyak karena sangat dinanti-nantikan. Hem, ilmu untuk hari esok saya nih mba Reni, ( hehehe..,aminn)

    BalasHapus
  17. hiks.. jadi sedih nich, pengen nya sich asisten pengasuhnya anak saya oleh nenek nya sendiri. tapi karena keadaan yang gak memungkinkan, kami percayakan pengasuhan pada orang lain.. (maaf jadi malah curhat)

    BalasHapus
  18. Aku belum pernah punya anak, jadi aku nggak tahu caranya mendidik anak.

    Tapi memang aku melihat kakak-kakakku kesulitan untuk tidak memanjakan anak-anak mereka. Mereka seperti "nggak tegaan" gitu kalau anak nggak mendapatkan apa yang mereka mau. Padahal sebenarnya tujuannya kan, anak jadi punya semangat juang dan nggak cuman ongkang-ongkang kaki doang. Aku sendiri ketawa waktu keponakanku yang berumur delapan tahun minta supaya ibunya memasukkannya ke pesantren selama sebulan. Aku bukan ketawa karena mimpi keponakanku itu, tapi karena ketawa ngeliat muka kakakku yang ngeri membayangkan anaknya dipaksa tidur sendirian dan disuruh mencuci bajunya sendiri..

    Mungkin kalau para orang tua mau berpikir sedikit lebih jauh ke masa depan, mereka akan mengerti bahwa "tidak selalu memanjakan" itu tidak apa-apa.

    BalasHapus
  19. hebat nih Mbak Reni, meskipun Shasha cucu pertama, tapi sama sekali gak manjaaaa....

    aku contek kiat kiatnya deh Mbak
    soalnya kakaknya Dija tuh manja banget loh

    BalasHapus
  20. Dija gak manja kok Tante....
    Dija pinter kok


    cuma males aja pegang botol susu sendiri
    hihihihiihihihi

    BalasHapus
  21. lega rasanya ya
    jika melihat anak anak kita bisa mandiri

    BalasHapus
  22. kalo ga manja dan serba mandiri, rasanya ga asyik jg mba. ngerasa klo anak tu jadi smakin jauh *tetangga dhe yg punya anak bilang gt* heheheh

    tp, suatu hr nanti pasti shaha pasti smakin mandiri deh^^

    BalasHapus
  23. wow... ternyata kehadiran Shasa sangat ditunggu oleh semua orang terdekat mbak Reni... semua kasih sayang tumpah ruah kpd Shasa seorang.
    Emang sih mbak.... Eyang itu sangat memanjakan cucunya.... peraturan yg ada dimasa kita sdh tak berlaku lagi utk cucu2nya...mungkin kita nanti kalo sdh menjadi Eyang juga begitu kali ya..mbak ???

    BalasHapus
  24. wah....Shasa serba pertama ya... gak kebayang hebohnya waktu lahiran...hoho

    BalasHapus
  25. tapi mumpung shasa masih kecil mungkin gak salah juga dimanja mbak hehehe, krn waktu itu cepat berlalu n masa2 bisa dekat dgn anak akan semakin berkurang :)

    BalasHapus
  26. Salam Persahabatan
    Berkunjung Silahturrahmi Bu
    Terima Kasih

    BalasHapus
  27. Cerita yg indah, bikin jadi pengen nanya ke bunda, apa ya cerita di balik kelahiranku? Hehehe

    BalasHapus

Maaf ya, komentarnya dimoderasi dulu. Semoga tak menyurutkan niat untuk berkomentar disini. Terima kasih (^_^)