Aku memang manusia biasa
yang tak sempurna dan kadang salah
Penggalan syair lagu di atas memang saat ini sedang 'sesuai' banget dengan isi hatiku. Ya, aku memang manusia biasa.... yang bisa kecewa, marah ataupun sakit hati. Aku bukan orang 'luar biasa' yang tak bisa marah, tak bisa kecewa dan tak bisa sakit hati.
Ups..., maaf kalau sobat semua mampir kesini tidak mendapat sambutan yang menggembirakan. Soalnya, aku memang sedang bad mood, gara-gara seseorang telah mencoba "mengkambing-hitamkan" aku untuk kesalahannya. Dan, ini sudah dilakukannya untuk yang ketiga kalinya. Kejadian yang berulang sampai 3 kali ini, benar-benar membuatku kehilangan kesabaran.
Saat dia melakukannya 1-2 kali sebelumnya, aku masih berusaha untuk bersabar. Tapi ternyata... dia melakukannya lagi untuk ketiga kalinya. Padahal kesalahan yang terjadi adalah tanggung jawabnya, tapi dia telah dengan tega mengatakan bahwa aku-lah yang menyebabkan kesalahan itu terjadi. So.., sesabar-sabarnya aku, aku pun bisa marah, kecewa dan sakit hati karenanya.
Aku tak akan memungkiri bahwa perasaan marah dan kawan-kawannya itu hadir di hati. Aku berusaha menerima perasaan 'negatif' itu hadir di hatiku, karena aku memang manusia biasa. Barulah setelah 'berdamai' dengan aneka perasaan negatif yang sempat hadir di hati, aku berusaha untuk berpikir jernih tentang kejadian tersebut, tentang mengapa hal itu bisa terjadi dan apa yang harus aku lakukan kemudian.
Kebetulan saat ini dia (yang telah "mengkambing-hitamkan" aku atas kesalahannya) sedang mendapat tugas untuk melakukan suatu kegiatan yang besar. Kebetulan juga, kegiatan tersebut pernah aku kerjakan sebelumnya. Entah karena gengsi atau sungkan, dia tak pernah bertanya seluk beluk kegiatan besar yang akan dikerjakannya itu padaku, meskipun beberapa orang menyarankan hal itu kepadanya.
Ketika waktu pelaksaan pekerjaan itu sudah semakin dekat dan dia (selaku ketua tim) tak melakukan sesuatu yang berarti untuk kegiatan itu, yang panik justru anggota tim kerjanya. Yang kemudian terjadi adalah, beberapa anggota tim kerjanya menemuiku. Walau aku tak berada dalam 1 tim dengan mereka namun karena akulah yang dulu pernah menangani kegiatan itu, maka mereka bertanya tentang seluk beluk pekerjaan besar itu padaku sebagai 'referensi' bagi mereka.
Aku pun mencoba memberi gambaran tentang proses yang pernah aku jalani dalam melaksanakan kegiatan besar itu sebelumnya. Berdasar penjelasanku itu, beberapa anggota tim kerjanya berusaha untuk berinisiatif membuat persiapan kegiatan besar mereka. Ada juga yang kemudian menceritakan kepada 'dia' (selaku ketua tim) tentang segala hal yang telah aku sampaikan itu.
Berdasarkan 'laporan" (atau cerita) dari para anggota tim-nya itu, kemudian dia mencoba untuk membuat penjabaran sendiri sebagai usulan dari tim kerjanya. Sayangnya, kemudian penjabaran yang dilakukannya itu tidak disetujui oleh pimpinan. Dalam 3 kali kesempatan, 3 kali usulannya dikritik oleh pimpinan dan 3 kali itu pula dia mengatakan bahwa semua itu berdasarkan usulanku.
Masya Allah..., aku kaget bukan main saat dia mengatakan semua itu adalah 'kesalahanku' di depan pimpinan kami. Meskipun aku marah, kecewa dan sakit hati, namun aku hanya diam saja. Aku tak memprotes kata-kata yang disampaikannya kepada pimpinan. Aku tak ingin kami bertengkar di depan pimpinan. Aku yakin, pimpinan akan tahu sendiri apakah kata-kata yang diucapkannya itu benar.
Untuk sekedar 'memuaskan' hatiku, aku pun memanggil beberapa anggota tim kerjanya. Aku bertanya kepada mereka, sebenarnya siapa yang membuat usulan yang disampaikan kepada pimpinan tersebut. Dan, mereka menjawab bahwa usulan itu semua berasal dari dia selaku ketua tim. Jadi, benar bahwa dia sengaja melemparkan kesalahan padaku... padahal jelas-jelas aku tak mengusulkan hal itu kepadanya.
Aku rasa... dia melakukan hal itu kepadaku karena merasa iri. Kebetulan saja, dalam beberapa kali kesempatan, pimpinan memanggilku untuk menanyakan bebeberapa hal tentang kegiatan serupa yang pernah aku kerjakan sebelumnya. Bahkan, untuk kegiatan yang akan berlangsung ini, pimpinan juga masih mengikutsertakan aku dalam rapat, untuk dimintai masukan. Padahal jelas-jelas apa yang akan dikerjakan itu bukan lagi pekerjaanku.
Selain itu, hampir semua anggota tim kerjanya sering menemui aku sekedar untuk curhat ataupun minta saran/masukan dan sejenisnya. Aku, yang tahu bahwa kegiatan yang akan mereka tangani memang berat, dengan senang hati berbagi informasi yang aku tahu seputar kegiatan itu. Malah aku pernah berinisiatif untuk mengingatkan mereka tentang hal-hal yang terlewat mereka persiapkan.
Mungkin itu semua yang membuatnya merasa jengkel dan mungkin dia menganggapku 'mencampuri' pekerjaannya. Padahal, dari hati yang paling dalam aku katakan bahwa aku hanya tak ingin kegiatan besar itu berantakan. Aku hanya membantu sebatas yang aku bisa dan itupun atas permintaan mereka. Bahkan aku pernah beberapa kali menolak saat pimpinan memintaku untuk mengerjakan beberapa item pekerjaan dari kegiatan itu.
Sesungguhnya sejak awal aku sudah sangat berhati-hati dalam memberikan bantuan ini, karena takut disalah-artikan. Dan ternyata... terjadi juga. Setelah kejadian ini, aku memilih untuk menjauh dari kegiatan yang akan dilakukannya itu. Apalagi setelah aku tahu (dan aku dengar sendiri) dia telah beberapa kali "mengkambing-hitamkan" anggota tim kerja-nya atas kesalahannya sendiri.
Dari kejadian ini aku makin menyadari bahwa seringkali niat baik tak disambut dengan baik. Di sisi lain, aku jadi kasihan padanya, karena akibat kejadian ini anggota tim kerja-nya jadi kurang menghargainya. Mereka takut di"kambinghitam"kan oleh ketua tim mereka itu. Aku sendiri merasa prihatin kepadanya, karena sangat ingin "diakui" oleh pimpinan dia sampai harus menyikut dan menginjak orang lain.
Ternyata.... aku dan dia memang manusia biasa... yang tak sempurna dan kadang salah.... Semoga dengan menyadari hal ini aku termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi.
*Maaf curcol-nya kepanjangan nih...hehehe*
Ups..., maaf kalau sobat semua mampir kesini tidak mendapat sambutan yang menggembirakan. Soalnya, aku memang sedang bad mood, gara-gara seseorang telah mencoba "mengkambing-hitamkan" aku untuk kesalahannya. Dan, ini sudah dilakukannya untuk yang ketiga kalinya. Kejadian yang berulang sampai 3 kali ini, benar-benar membuatku kehilangan kesabaran.
Saat dia melakukannya 1-2 kali sebelumnya, aku masih berusaha untuk bersabar. Tapi ternyata... dia melakukannya lagi untuk ketiga kalinya. Padahal kesalahan yang terjadi adalah tanggung jawabnya, tapi dia telah dengan tega mengatakan bahwa aku-lah yang menyebabkan kesalahan itu terjadi. So.., sesabar-sabarnya aku, aku pun bisa marah, kecewa dan sakit hati karenanya.
Aku tak akan memungkiri bahwa perasaan marah dan kawan-kawannya itu hadir di hati. Aku berusaha menerima perasaan 'negatif' itu hadir di hatiku, karena aku memang manusia biasa. Barulah setelah 'berdamai' dengan aneka perasaan negatif yang sempat hadir di hati, aku berusaha untuk berpikir jernih tentang kejadian tersebut, tentang mengapa hal itu bisa terjadi dan apa yang harus aku lakukan kemudian.
Kebetulan saat ini dia (yang telah "mengkambing-hitamkan" aku atas kesalahannya) sedang mendapat tugas untuk melakukan suatu kegiatan yang besar. Kebetulan juga, kegiatan tersebut pernah aku kerjakan sebelumnya. Entah karena gengsi atau sungkan, dia tak pernah bertanya seluk beluk kegiatan besar yang akan dikerjakannya itu padaku, meskipun beberapa orang menyarankan hal itu kepadanya.
Ketika waktu pelaksaan pekerjaan itu sudah semakin dekat dan dia (selaku ketua tim) tak melakukan sesuatu yang berarti untuk kegiatan itu, yang panik justru anggota tim kerjanya. Yang kemudian terjadi adalah, beberapa anggota tim kerjanya menemuiku. Walau aku tak berada dalam 1 tim dengan mereka namun karena akulah yang dulu pernah menangani kegiatan itu, maka mereka bertanya tentang seluk beluk pekerjaan besar itu padaku sebagai 'referensi' bagi mereka.
Aku pun mencoba memberi gambaran tentang proses yang pernah aku jalani dalam melaksanakan kegiatan besar itu sebelumnya. Berdasar penjelasanku itu, beberapa anggota tim kerjanya berusaha untuk berinisiatif membuat persiapan kegiatan besar mereka. Ada juga yang kemudian menceritakan kepada 'dia' (selaku ketua tim) tentang segala hal yang telah aku sampaikan itu.
Berdasarkan 'laporan" (atau cerita) dari para anggota tim-nya itu, kemudian dia mencoba untuk membuat penjabaran sendiri sebagai usulan dari tim kerjanya. Sayangnya, kemudian penjabaran yang dilakukannya itu tidak disetujui oleh pimpinan. Dalam 3 kali kesempatan, 3 kali usulannya dikritik oleh pimpinan dan 3 kali itu pula dia mengatakan bahwa semua itu berdasarkan usulanku.
Masya Allah..., aku kaget bukan main saat dia mengatakan semua itu adalah 'kesalahanku' di depan pimpinan kami. Meskipun aku marah, kecewa dan sakit hati, namun aku hanya diam saja. Aku tak memprotes kata-kata yang disampaikannya kepada pimpinan. Aku tak ingin kami bertengkar di depan pimpinan. Aku yakin, pimpinan akan tahu sendiri apakah kata-kata yang diucapkannya itu benar.
Untuk sekedar 'memuaskan' hatiku, aku pun memanggil beberapa anggota tim kerjanya. Aku bertanya kepada mereka, sebenarnya siapa yang membuat usulan yang disampaikan kepada pimpinan tersebut. Dan, mereka menjawab bahwa usulan itu semua berasal dari dia selaku ketua tim. Jadi, benar bahwa dia sengaja melemparkan kesalahan padaku... padahal jelas-jelas aku tak mengusulkan hal itu kepadanya.
Aku rasa... dia melakukan hal itu kepadaku karena merasa iri. Kebetulan saja, dalam beberapa kali kesempatan, pimpinan memanggilku untuk menanyakan bebeberapa hal tentang kegiatan serupa yang pernah aku kerjakan sebelumnya. Bahkan, untuk kegiatan yang akan berlangsung ini, pimpinan juga masih mengikutsertakan aku dalam rapat, untuk dimintai masukan. Padahal jelas-jelas apa yang akan dikerjakan itu bukan lagi pekerjaanku.
Selain itu, hampir semua anggota tim kerjanya sering menemui aku sekedar untuk curhat ataupun minta saran/masukan dan sejenisnya. Aku, yang tahu bahwa kegiatan yang akan mereka tangani memang berat, dengan senang hati berbagi informasi yang aku tahu seputar kegiatan itu. Malah aku pernah berinisiatif untuk mengingatkan mereka tentang hal-hal yang terlewat mereka persiapkan.
Mungkin itu semua yang membuatnya merasa jengkel dan mungkin dia menganggapku 'mencampuri' pekerjaannya. Padahal, dari hati yang paling dalam aku katakan bahwa aku hanya tak ingin kegiatan besar itu berantakan. Aku hanya membantu sebatas yang aku bisa dan itupun atas permintaan mereka. Bahkan aku pernah beberapa kali menolak saat pimpinan memintaku untuk mengerjakan beberapa item pekerjaan dari kegiatan itu.
Sesungguhnya sejak awal aku sudah sangat berhati-hati dalam memberikan bantuan ini, karena takut disalah-artikan. Dan ternyata... terjadi juga. Setelah kejadian ini, aku memilih untuk menjauh dari kegiatan yang akan dilakukannya itu. Apalagi setelah aku tahu (dan aku dengar sendiri) dia telah beberapa kali "mengkambing-hitamkan" anggota tim kerja-nya atas kesalahannya sendiri.
Dari kejadian ini aku makin menyadari bahwa seringkali niat baik tak disambut dengan baik. Di sisi lain, aku jadi kasihan padanya, karena akibat kejadian ini anggota tim kerja-nya jadi kurang menghargainya. Mereka takut di"kambinghitam"kan oleh ketua tim mereka itu. Aku sendiri merasa prihatin kepadanya, karena sangat ingin "diakui" oleh pimpinan dia sampai harus menyikut dan menginjak orang lain.
Ternyata.... aku dan dia memang manusia biasa... yang tak sempurna dan kadang salah.... Semoga dengan menyadari hal ini aku termotivasi untuk menjadi lebih baik lagi.
*Maaf curcol-nya kepanjangan nih...hehehe*
yah hanyalah sabar aja mungkin mb' reni meskipun kesabaran manusia juga ada batasnya
BalasHapusmaksud baik memang tak selamanya diterima dengan baik yah mba'... tapi kalau sampai dikambing hitamkan begitu ya kebangetan >.< jadi ikutan kesel bacanya >.<
BalasHapuskau hanya bisa berkata "sabar"
BalasHapusya gitu deh mbak di kerjaan. ada sikut kiri sikut kanan. susah bgt percaya sama orang. walopun saya blm pernah di kambing hitamkan, cm masalah lain yg saya hadapi.
BalasHapussaya juga mengalami ini di sekolah bu bahkan seorang yang anggap sahabat dan sangat akrab dengan saya tega memfitnah dan langsung melemparkan kesalahan hanya kepada saya seorang
BalasHapus@Rizky > Iya sih, tapi memang kemarin itu aku sempat kehilangan kesabaranku.
BalasHapus@M.Inge > Saat itu, rasa marah dan kesal luar biasa yg ada di hatiku mbak. Tapi saat ini setelah bisa berpikir jernih, aku jadi merasa iba kepadanya.
@Azzaynal > yups... sekarang hanya itu yg bisa aku lakukan utk menghadapinya. Karena kami masih sekantor, walaupun tdk berada dalam 1 tim yg sama.
@M.Meutia > Sebelumnya tak ada kejadian spt itu di kantorku dan dia yg tergolong orang baru di kantorku malah membuat suasana mjd gak enak spt itu.
@Bang Munir > jadi kita harus hati2 sekarang dlm bersikap Bang, karena bisa diputar balikkan sama orang lain. Kasihan ya mereka2 yg karena ingin 'menonjol' harus mengorbankan orang lain?
sabar ya mbak.. Insya Allah semuanya pasti ada hikmahnya.... dan yang benar Insya Allah akan menang... Semoga beliau cepat sadar dan nggak ngulangin kayak gitu lagi..
BalasHapussabar n tetap semangat mba
BalasHapus^^
hanya ALLAH SWT yang MAHA SEMPURNA
BalasHapusYang sabar ya Mb.., terkadang apa yang kita lakukan baik hanya untuk menolong atau apalah tidak semuanya baik dimata yg lain..
BalasHapusSabar ya mba, iya iba pada orang yang bersikap jahat kaya gitu. itu tandanya dia pengen kayak mba reni tapi ndak mampu. tapi percaya deh suatu saat dia akan kena batunya sendiri dan atasan akan tahu siapa yang benar. kan ada pepatah 'semakin kita direndahkan kita akan semakin ditinggikan'. smangat yo..
BalasHapusmbak selain lagu itu
BalasHapuscoba yang ini deh
aku bukan wonder women mu
yang bisa terus menahan
rasa sakit
sabar mbak ya..
kalo ga
gampar mbak ya...
*naluri premannya keluar*
Sabar yah Mba. Moga2 kambingnya ga itam lagi *lho?!?!*
BalasHapusOya, gw juga yakin kalo pimpinan Mba tau kejadian yang sebenernya & mengetahui siapa yang sebenrnya salah.
Teteup semangath yah Mba :-)
baru aja denger lagu ini... aku memang manusia biasa...
BalasHapusya... tidak ada manusia yang sempurna mba..
ada banyak hikmah dan pelajaran dibalik sebuah ujian ataupun kejadian, pertahankan keikhlasan menerima, kesabaran menjalaninya dan berusahalah untuk bisa membaca hikmah dan pelajarannya yang tak selamanya berwujud tulisan. Marah dan kecewa adalah sifat manusia, wajar, namun berusahalan untuk tetap wajar dan sekedarnya saja, jangan berlebihan dan jangan juga keterlaluan. Saya yakin Ibu bisa melakukannya, insya Allah. saling mengingatkan, menguatkan dan mendoakan ya Bu!
BalasHapusSabar aja mbak, suatu hari nanti "dia" bakalan kena batunya qo... Ayo Semangat :)
BalasHapusjanganlah membatasi kesabaran jika kita ingin sukses meraih apa yang kita perjuangkan!
BalasHapustetap semangat Bu :D
sabar mbak, kita memang manusia biasa tapi juga tak selalu sama dalam berpikir hehe (sok tau)
BalasHapusyah manusia itu kan macam2 sifatnya. kadang kita memang harus siap dikecewakan dg teman2 kita. nobody is perfect, right?
BalasHapusmanusia luar biasa kok Mbak, kalo manusia biasa nggak bakalan pengalamannya dibagikan di sini. hihi
BalasHapusWah sabar ya mba. Pokoknya semua yang datang dalam kehidupan kita membawa sebuah pelajaran untuk kita petik. Permasalahannya cuma apa kita mau ambil pelajaran itu apa nggak. :)
BalasHapusSemangat terus mba cantik....
:)
cie cie asik deh hahaha, itu lagu emang enak sih ceritanya bu :)
BalasHapus