Bagi masyarakat Jawa, Bulan Besar (Dzulhijjah) seperti saat ini dianggap sebagai bulan yang sangat istimewa dan baik. Banyak yang memilih untuk menikah pada Bulan Besar ini. Oleh karena itu tidak mengherankan jika selama Bulan Besar ini dimana-mana terlihat hajatan pernikahan.
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pada Bulan Besar kali ini aku pun mendapatkan banyak sekali undangan pernikahan. Sampai dengan hari ini, aku 'baru' mendapatkan undangan pernikahan sebanyak 6 buah. Yang sudah aku hadiri baru 2 buah, sementara sisanya baru akan dilangsungkan pada hari ini sampai dengan Minggu nanti.
Kalau sudah begini, aku harus menyisihkan waktu pada hari-hari liburku untuk menghadiri undangan-undangan itu. Dan yang jelas, aku harus menyediakan anggaran khusus untuk 'menyumbang' kepada para pengantin itu. Memang, di tempatku istilah 'menyumbang' sering digunakan sebagai ganti istilah 'kondangan'. Awalnya sewaktu aku mendengar istilah itu dari teman-teman kantorku, aku bingung karena tak paham dengan kata 'menyumbang' itu. Namun kini aku pun ikut-ikut menggunakan istilah itu... hehehe.
Teman kantorku yang rumahnya di desa bercerita bahwa dalam bulan besar seperti sekarang ini dia benar-benar memerlukan pengeluaran ekstra yang sangat besar. Soalnya tradisi di desa masih memegang tradisi "menyumbang" dalam bentuk bahan mentah, seperti : beras, gula, minyak goreng, mie, kelapa dll. Dan sumbangan itu jika dikalkulasikan dalam bentuk uang bisa mencapai Rp. 100.000 atau bahkan lebih. Tergantung pada banyaknya bahan mentah yang disumbangkan.
Sumbangan bahan mentah itu adalah jenis sumbangan yang diberikan oleh para wanita, sementara para pria-nya juga menyumbang dalam bentuk uang. Jadi sumbangannya dobel, suami-istri menyumbang sendiri-sendiri. Pantas saja saat bulan Besar seperti ini temanku mengeluh karena harus menyediakan banyak uang ekstra untuk menyumbang.
Bagaimana dengan bulan "Besar" dan sumbangan di tempatmu sobat ?
Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, pada Bulan Besar kali ini aku pun mendapatkan banyak sekali undangan pernikahan. Sampai dengan hari ini, aku 'baru' mendapatkan undangan pernikahan sebanyak 6 buah. Yang sudah aku hadiri baru 2 buah, sementara sisanya baru akan dilangsungkan pada hari ini sampai dengan Minggu nanti.
Kalau sudah begini, aku harus menyisihkan waktu pada hari-hari liburku untuk menghadiri undangan-undangan itu. Dan yang jelas, aku harus menyediakan anggaran khusus untuk 'menyumbang' kepada para pengantin itu. Memang, di tempatku istilah 'menyumbang' sering digunakan sebagai ganti istilah 'kondangan'. Awalnya sewaktu aku mendengar istilah itu dari teman-teman kantorku, aku bingung karena tak paham dengan kata 'menyumbang' itu. Namun kini aku pun ikut-ikut menggunakan istilah itu... hehehe.
Teman kantorku yang rumahnya di desa bercerita bahwa dalam bulan besar seperti sekarang ini dia benar-benar memerlukan pengeluaran ekstra yang sangat besar. Soalnya tradisi di desa masih memegang tradisi "menyumbang" dalam bentuk bahan mentah, seperti : beras, gula, minyak goreng, mie, kelapa dll. Dan sumbangan itu jika dikalkulasikan dalam bentuk uang bisa mencapai Rp. 100.000 atau bahkan lebih. Tergantung pada banyaknya bahan mentah yang disumbangkan.
Sumbangan bahan mentah itu adalah jenis sumbangan yang diberikan oleh para wanita, sementara para pria-nya juga menyumbang dalam bentuk uang. Jadi sumbangannya dobel, suami-istri menyumbang sendiri-sendiri. Pantas saja saat bulan Besar seperti ini temanku mengeluh karena harus menyediakan banyak uang ekstra untuk menyumbang.
Bagaimana dengan bulan "Besar" dan sumbangan di tempatmu sobat ?
Wah kalau di desa saya mneyumbang mah dikalkulasikan gak ada segitu perorang, paling tinggi2nya juga kalau ditotal 1 orang=50.000
BalasHapusHehehehe..
rata2 malah ada yg 5ribu lho..
Ini cerita dari ibu saya.
Wah, kalau di desa saya masih pake nama 'kondangan'. Oh ya, kalau di tempat saya tinggal, tidak terlalu ramai pernikahan di bulan ini, masih kalah jauh dengan bulan syawal, kalau bulan syawal pergang ajah bis ada 2 hajatan.
BalasHapusDi tempatku gak ada pesta perkawinan bu' soalnya masih pada muda semua (hihihi). Tulisan ibu benar-benar enak di baca. Top deh buat ibu
BalasHapusiya nih mb' di desa ku aja yang ada hajatan bulan ini ada 4, kalau di tulungagung ibu2 istilahnya mbecek, kalau di tempatnya mb' reni apa namanya
BalasHapus@Common Cyber > Iya sih, ada juga yg nyumbang Rp.50.000 tapi kata temanku yg di desa, kalau nyumbang bahan mentah jatuhnya bisa Rp.100.000.
BalasHapusEh, masak sih hari gini masih ada yg nyumbang Rp.5000 ? Kalau beberapa tahun yg lalu emang iya, tapi sekarang ini sptnya udah gak ada deh.
@Bumi Al Fattah > Syawal sih emang banyak yg hajatan, tapi lebih banyak pada bulan besar spt sekarang ini. Ini di tempatku lho...
@DaengMatterru > Beneran nih di lingkunganmu masih muda semua ? Seru dong... hehehe.
BTW, thanks utk pujianmu utkku... membuatku jadi semangat utk nulis lagi nih. :D
@Rizky > Ohya, selain istilah "nyumbang" istilah "mbecek" juga umum disini. Walau sampai sekarang aku tidak tahu apa arti "mbecek" itu... hehehe
Wuih...berarti nikah ada musim2'nya juga yah mbak? Hihihi...
BalasHapusBtw, salah satu surat pernikahan yang mbak terima, itu undangan nikah dari saya lho, wkakakk...
*kabuuuurrr...
(lama banget yah gak kesini) :D
Sama seperti di desa saya, segala kebutuhan pernikahan hasil sumbangan tetangga se-desa, biasanya digilir, ini menunjukan rasa kebersamaan yang baik. HARMONI YANG INDAH..
BalasHapuswah wah wah,
BalasHapusbakal jadi masukan berharga nih kalo aku sudah berkeluarga nantinya. Pokoknya kalo bulan besar kudu siap" berhemat aja ye, bu. Hihihi
@Zippy > aku tadi barusan dapat 2 undangan lagi dari suamiku... jangan2 itu undangan yg darimu.. hehehe. BTW, kemana aja, kok baru nongol ?
BalasHapus@Pandi > sumbangan itu memang bentuk kegotongroyongan yang ada di masyarakat, mas.
@Deadyrizky > bener... pokoknya bulan besar harus siap2 utk beredar dari satu hajatan ke hajatan lainnya... hehehe
kalau tradisi ditempatku tergantung awal sumbangannya jadi kayak timbal balik gitu kak.
BalasHapusjadi kangen tradisi seperti itu..
dikota besar mulai tersingkir tradisi seperti itu padahal sangat baik untuk mempererat silaturahmi bukan skedar nilai sumbangannya saja...hehehe
Sing penting, kalopun kita juga ikut menyumbang untuk hajatan undangan saudara kita, ojo lali sisihkan untuk disumbangkan kpada orang2 yang saat ini sdang di landa musibah, dan butuh sumbangan kita, biar ada keseimbangan "sumbangan".... setuju yo mbak...
BalasHapus@azzaynal > di tempatku juga ada tradisi timbal balik spt itu, jadi misalnya dulu aku dapat sumbangan berapa, maka sekarang aku akan mengembalikan sumbangan sebesar yg dia berikan dulu. Begitu kan..?
BalasHapus@Mas Odjie > Insya Allah, nasib saudara2 kita yg sedang tertimpa kesusahan juga masih diperhatikan kok. Teman2 masih akan mengirim bantuan lagi minggu ini dan minggu depan.
jadi kesannya gak ikhlas ya mbak hehehe, tapi semua itu memang sudah jadi bagian tradisi dan toleransi sgb mahluk sosial :) ditempatku sama aja mbak meskipun tidak ada keharusan :)
BalasHapusuntung di Padang lgi gak musim kawinan :D
BalasHapus@Mba Reni: bener mbak. Masih ada, banyak malah yg nyumbangnya 5000.
BalasHapusDesaku keren yah?
Hehehehehe.
Mungkin karena sebagai profesi di desa kami memang bukan kelas atas sih mbak, kebanayakn pedagang, petani, dll. Jadi ya 10000 aja bagi mereka nilainya sudah wah...
Kayanya bener tuh Mbak.. aku udah dapet 8 undanga tuh... mana harinya sama semua lagi hari sabtu haha.... ternyata disana juga gitu ya Mbak...
BalasHapusmaaf nie aku telat.. Happy blogging n met weekend :P
Mbak, sekarang malah nggak kenal musim di daerah saya. Dari habis lebaran idul fitri terus menerus orang hajatan. banyak keluhan tentunya, tapi adat sepertinya berat untuk dilawan.
BalasHapussalam kenal... :)
BalasHapusKlau ditempat saya sekali2 mbak.. Jika memang mrka dibantu, pasti dibantu.
BalasHapusOh ya apa kbar mbak? maaf nh dh lama g bw ke sini
jadi inget bulan "besar" 2 thn yg lalu mba.. soalnya aku yg di "sumbangin" alias aku yg nikah.. hehe..
BalasHapuskalo di tempatku jg byk neh yg ngasi kondangan.. kadang ribet ngatur waktunya kalo harinya bersamaan.. yah, namanya jg silturahmi, pasti di usahakan datang kalo ga ada halangan..
kalo di Balikpapan ndak ada budaya gitu mbak...
BalasHapusmaklum semuanya pendatang, penduduk yg benar asli (dayak) ndak banyak,jadi budaya macam2 suku,
Tapi masing tempat membawa budaya yang penduduknya yg dominan, bisa budaya banjar, bisa budaya sulawesi, bisa budaya jawa, macam2 dach mbak.
Saya nyumbang keiklasan dan doa buat orang2 yang sekarang masih kehilangan segalanya karena bencana
BalasHapusMet mlm mba,.Gmn kbr nya beserta keluarga di situ,? Btw memang bener bgt mba kalo udah datang yg nama nya Bulan BESAR pasti dech bnyk yg hajatan terutama orang2 jawa.Maka ya siap2 aja kita kebanjiran undangan he...he...he..
BalasHapusmantap juga tuh tradisi masyarakat Jawa,,punya bulan tertentu yg mungkin di anggap sebagi bulan yg penuh berkah utk nikah,,
BalasHapushoooo tiap tempat masih punya kebiasaan berbeda gitu ya mbak, trus gimana klo bawa anak kecil, anak kecilnya gak disuruh 'menyumbang' juga kan ya?? xixiixix
BalasHapus@M.Aulawi : emang terkadang 'keluhan' itu muncul, disaat undangan sangat banyak dlm satu waktu, sementara anggaran terbatas.. Tapi itu memang salah satu bentuk silaturahmi kok.
BalasHapus@Rian > wah.. 'untung' dong... hehehe. Total bulan ini aku mendapat 8 undangan lho...
@Common Cyber > Oh gitu ya.. Kalau di tempatku saat ini rata2 nyumbangnya ya Rp. 50.000
@Ferdinand > Wah sama dong kita... aku dapat 8 undangan juga akhirnya bulan ini. 2 undangan lagi utk tgl 27-28 nanti.
@M.A Vip > Wah, undangan mengalir terus tanpa henti. Capek dong kantongnya... hehehe
@Kang Abid > salam kenal kembali
@Embun > Jika kita tak bisa menghadiri undangan itu, biasanya uang "sumbangan"-nya kita titipkan pada teman yang hadir lho.
@Dee > Jadi usia pernikahannya sudah 2 tahun ya. Pasti bentar lagi merayakan ultah pernikahan nih.
@M.Sukma > Lah terus kalau ada yg nikahan, para tamu yg hadir membawa hadiah gitu ya..?
@Hanyanulis > Alhamdulillah... doa memang sangat berarti bagi saudara2 kita yg sedang tertimpa bencana.
@M.Suratman > Bener sekali mas..., dan bulan ini aku 'baru' menerima 8 undangan... hahaha
@Arall > Begitulah tradisi yg sudah berjalan sejak dulu kala di Jawa... ^_^
@Diah > Anak kecil ya gak ikutan nyumbang kok... dia cuma ikut datang dan makan aja.. hehehe
Wah sama dunks kaya di Singkawang. Kalo ada sodara yang kawinan Bapak pasti nyumbang dalam bentuk beras, daging, dll
BalasHapus