Beberapa hari yang lalu aku membaca sebuah cerita yang telah ditulis ulang oleh seseorang. Menurutku cerita itu lebih tepat dikategorikan sebagai dongeng untuk anak-anak. Sebagaimana dongeng anak-anak pada umumnya, ceritanya selalu saja sederhana. Selain itu digambarkan bahwa yang kebaikan akan menang melawan keburukan. Singkat dan mengena.
Orang yang menulis ulang dongeng itu memberikan catatan di akhir dongeng. Lucunya, catatan itu berisikan pertanyaan-pertanyaan menyangkut kewajaran ceritanya. Dia juga mempertanyakan kesederhanaan ceritanya. Lebih lucu lagi dia mempertanyakan cerita itu dan menyangkutpautkannya dengan politik.
Sebenarnya orang yang menulis ulang dongeng itu ingin menyampaikan "cerminan" politik. Tapi dia menggunakan sarana dongeng anak-anak itu. Nah menurutku disinilah yang membuat pertanyaan yang disampaikannya itu jadi "tidak tepat sasaran".
Mengapa aku katakan "tidak tepat sasaran" ? Alasannya adalah :
Nah, itulah alasanku mengapa orang-orang yang mempertanyakan dongeng anak-anak kuanggap tidak tepat sasaran. Bukan berarti aku menganggap dongeng anak-anak itu semuanya baik. Memang ada dongeng yang tidak atau kurang tepat bagi anak-anak. Biasanya dongeng yang tidak tepat ini juga tidak mengandung pelajaran dan pesan moral yang dapat disampaikan pada anak-anak. Dan dongeng-dongeng seperti ini tak usah dikonsumsi anak-anak.
Bukan pula berarti aku bermaksud membodohi anak-anak dengan cerita-cerita yang tidak masuk akal yang ada di dongeng-dongeng itu. Ingat..., yang kita bicarakan adalah dongeng anak-anak. Dan anak-anak disini adalah anak-anak yang sedang tumbuh dengan fantasi mereka. Anak-anak yang masih suka berimajinasi. Biarkan saja mereka begitu... karena itu akan mendorong kreativitas mereka.
Jika tiba saatnya, seiring dengan perkembangan mereka, mereka akan dapat melihat sendiri hal-hal lain yang dibalik dongeng-dongeng itu. Biarkan mereka mengkritisi dengan pikiran mereka sendiri dan tidak perlu dicampuri dengan kecurigaan, ketidakpercayaan dan pandangan negatif lainnya. Biarkan mereka kritis dengan cara yang 'sehat' sesuai dengan perkembangannya.
Nah... tugas kita sebagai orang tua adalah memilihkan dongeng yang tepat sesuai usia anak-anak kita.
Orang yang menulis ulang dongeng itu memberikan catatan di akhir dongeng. Lucunya, catatan itu berisikan pertanyaan-pertanyaan menyangkut kewajaran ceritanya. Dia juga mempertanyakan kesederhanaan ceritanya. Lebih lucu lagi dia mempertanyakan cerita itu dan menyangkutpautkannya dengan politik.
Sebenarnya orang yang menulis ulang dongeng itu ingin menyampaikan "cerminan" politik. Tapi dia menggunakan sarana dongeng anak-anak itu. Nah menurutku disinilah yang membuat pertanyaan yang disampaikannya itu jadi "tidak tepat sasaran".
Mengapa aku katakan "tidak tepat sasaran" ? Alasannya adalah :
- Dia telah salah memilih cerita. Jika ingin menyindir atau mengkritisi dunia politik jangan menggunakan dongeng anak-anak. Harusnya dia langsung saja menuliskan keadaan yang sebenarnya (yang ingin dikritiknya), tanpa perlu menggunakan dongeng anak-anak.
- Aneh jika dia mengkritik tentang kesederhanaan cerita (dongeng anak-anak) itu. Padahal dongeng anak-anak itu sengaja dibuat sederhana. Tujuannya agar anak lebih mudah untuk menerima maksud atau pesan moral yang ingin disampaikan. Jika ceritanya dibuat rumit, anak-anak justru tidak tertarik membacanya... sehingga pesan moral yang ingin disampaikan pun tak bisa mereka terima.
- Anak-anak hanya akan menerima sebuah cerita sebagaimana cerita apa adanya. Mereka yang masih polos tak berpikiran ada hal-hal yang 'tersembunyi' di balik cerita/dongeng itu. Hanya orang-orang dewasa yang suka mencari 'udang di balik batu'. Hanya orang-orang dewasa saja yang tak mudah percaya pada apa yang dilihat dan didengarnya. Hanya orang-orang dewasa yang sulit menerima kenyataan sebagai kenyataan sebagaimana adanya.
- Dongeng anak-anak memang selalu saja berintikan : kebaikan menghasilkan kebaikan dan kebaikan akan mengalahkan keburukan. Biarkan saja seperti itu. Jangan dibuat rumit... seperti bahwa sesekali kebaikan dapat kalah oleh keburukan, bahwa terkadang kejujuran membawa pada ketidakmujuran. Jika anak-anak tidak belajar dari kecil bahwa baik itu baik dan buruk itu buruk..., maka mereka tak akan mengenal secara pasti konsep baik buruk.
- Dongeng adalah sarana paling mudah untuk menyampaikan pelajaran dan pesan moral kepada anak-anak. Jika dongeng jadi rumit maka anak-anak akan kehilangan selera untuk menerima dongeng. Jika konsep baik-buruk diubah menjadi 'abu-abu' maka konsep hitam-putih jadi kabur. Wong yang sudah terbiasa menerima konsep baik-buruk seperti dongeng-dongeng yang selama ini ada masih saja bisa membuat mereka berubah setelah dewasa kok...?!
Nah, itulah alasanku mengapa orang-orang yang mempertanyakan dongeng anak-anak kuanggap tidak tepat sasaran. Bukan berarti aku menganggap dongeng anak-anak itu semuanya baik. Memang ada dongeng yang tidak atau kurang tepat bagi anak-anak. Biasanya dongeng yang tidak tepat ini juga tidak mengandung pelajaran dan pesan moral yang dapat disampaikan pada anak-anak. Dan dongeng-dongeng seperti ini tak usah dikonsumsi anak-anak.
Bukan pula berarti aku bermaksud membodohi anak-anak dengan cerita-cerita yang tidak masuk akal yang ada di dongeng-dongeng itu. Ingat..., yang kita bicarakan adalah dongeng anak-anak. Dan anak-anak disini adalah anak-anak yang sedang tumbuh dengan fantasi mereka. Anak-anak yang masih suka berimajinasi. Biarkan saja mereka begitu... karena itu akan mendorong kreativitas mereka.
Jika tiba saatnya, seiring dengan perkembangan mereka, mereka akan dapat melihat sendiri hal-hal lain yang dibalik dongeng-dongeng itu. Biarkan mereka mengkritisi dengan pikiran mereka sendiri dan tidak perlu dicampuri dengan kecurigaan, ketidakpercayaan dan pandangan negatif lainnya. Biarkan mereka kritis dengan cara yang 'sehat' sesuai dengan perkembangannya.
Nah... tugas kita sebagai orang tua adalah memilihkan dongeng yang tepat sesuai usia anak-anak kita.
assalamualaikum
BalasHapusini kunjungan kesekian kali ke blog sahabat :)
dan menyimak terus update postingan yang semakin menarik
sekaligus memberi info bahwa kangmusa telah membuat ebook baru
"Blog Monetization Options" yang bisa diunduh disini
terima kasih, saya tunggu kunjungan Anda di kangmusa.com
salam hangat
kangmusa
nanti saya terapkan, setelah punya anak...hhe, tuk sekarang buat keponakan aja :)
BalasHapusSetuju mbak..... dongeng anak adalah cerita sederhana tapi sarat pesan moril yg dikemas sederhana juga, sesuai kapasitas anak2,
BalasHapusAh ... itu org mengada2 aja deh, mbak....
alasanny mukin anak-anak lebih paham sejak dini apa itu politik
BalasHapuspernah aku mbaca dongeng anak yang 'maksa'. Kalau sempat aku share di blog, mbak. Anak2 skrg memang kadang jadi korban pemikiran orang dewasa
BalasHapusDongeng anak2 kalo dibikin mbulet, kesannya malah gimana ya, hilang ciri kebocahannya..
BalasHapusdulu wkt kecil sering didongengin sama mama. dongeng puteri salju dan cinderela yg paling sering
BalasHapusSetuju Mb..karna pikiran anak2 tidak sama dgn orang yng sudah dewasa bisa mengikuti yang baik dan meninggalkan yang jelek. Ditambah lagi dengeng yang suka gak masuk akal...apa benar2 pernah terjadi didunia nyata....
BalasHapusCerita singkat , padat penuh makna sudah jauh lebih baik...
kalo mengkritisi politik, bagusnya secara langsung, karena politikus ga mempan disindir.
BalasHapusjadi, ga perlu media dongeng anak2.
langsung aja tancap gas ngembat politikus itu
http://www.attayaya.net/2008/07/defenisi-politikus.html
hmmmm komenku ga nyambung neh kayaknya
cerita apaan tuh bu?? dimana bacanya??? ada gitu orang yang kayak gitu???
BalasHapusjangan sampai anak2 menjadi terbebani dengan cerita yang ada udang dibalik batu, njlimet ,
BalasHapusTrnyata di balik dogengpun ada bbrapa intrik ditanamkan,, trmaksh infony mbak, pemilihan buku dogeng harus lbh selektif lagi.
BalasHapuspmlhan dgeng trnyata hrs dlkukkn scra slktif lg y mbak,, mksh shreny ymbak..
BalasHapussaya jadi ingat Petualangan Jonatan Gulible, ceritanya gimana tuh mbak.
BalasHapusya saya setuju Mbak
BalasHapustidak boleh menggunakan Dongeng anak-anak untuk mengkritisi politik.
sukses selalu
lho memangnya buku nya untuk konsumsi anak2 atau orang dewasa? moso ya anak kecil faham politik...
BalasHapusoh ya mbak, pernah denger dongeng lisan si kancil? menurut saya itu dongeng nggak mendidik lho, mengajarkan anak licik :)
menjawab pertanyaan mbak Reni, 'jeh' itu sama seperti 'rek', nggak ada artinya untuk mengakrabkan diri. anggap saja bahasa gaul lokal arek suroboyo :D
kenapa jadi dongeng anak2 buat politik lbh baik bikin cerpen aja ato novel sekalian biar yg baca juga tepat sasaran, xixixi.
BalasHapusTabiK
mungkin si orang itu punya pemikiran yg berbeda. pendapat ibuk juga ga salah. yah namanya juga pendapat, bebas2 aja sih ngomong apa.. :)
BalasHapussedikit komenter:
BalasHapussaya juga lagi nyindir beberapa pihak, tapi gak pake kiasan dongeng loooh..
ulasannya bagus sekali bu..
nggak sopan yah, make dunia anak-anak untuk disispi pesan-pesan yang sbenarnya tidak perlu.
BalasHapushemm.. mungkin itu orang perlu ditraining masalah etika menulis
#ini saya komentar udah kayak yang paling bener aja. hahaha
Memang kalo salah penyampaian kadang gag kena maksud yang ingin diungkapkan, pintar pintarlah dalam menyampaikan sesuatu agar menjadi baik arah dan tujuannya.
BalasHapusSalam.. .
dunia anak kecil begitu sederhana dan indah ... sayangnay kalo melakukan pesan tgerhadap sesutu dengan memakai saran anak kecil..
BalasHapussalah sasaran ,tepat sekali T_T
lucu tuh orang yg nulis ulang cerita,,,
BalasHapusckckckck...
bener mbak, nggak cuma cerita dongeng aja lo..semuanya harus difilter dulu sama orang tua. soalnya jaman sekarang kan udah maju, film kartun bajakan aja ada yang didalamnya ternyata film xxx. makanya harus rajin komunikasi dengan anak.
BalasHapusJaman sekarang mah kita sebagai orang tua harus memfilter apa yang mo disampein ke anak yah MBa, secara anak2 semakin kritis. Zahia jarang gw dongengin, tapi gw bacain buku anak2 ajah :-)
BalasHapusSetuju banget mbak, jangan mencampur adukkan dogeng dengan muatan apapun kedalamnya. Biarlah dia tetap murni sebagai dogeng dengan segala kesederhanaannya..
BalasHapus