Aku punya teman seorang dokter, yang kebetulan masih muda. Seseorang bisa menyandang gelar dokter, pastinya dia pinter bukan ? Sayangnya, selain pinter dia itu ramah dan cantik. Lho..., kok pakai kata "sayangnya" ? Biasanya orang akan berkata, sudah pinter, ramah dan cantik lagi, tapi mengapa aku memakai kata "sayangnya" ? Karena... pintar, cantik dan ramah itulah sumber permasalahannya. Tambah bingung ?
Temanku itu memang sering mengeluh tentang kecantikan, kepandaian dan keramahannya karena ketiga hal itulah yang kini menjadi pemicu kecemburuan rekan kerjanya (yang kebetulan dokter juga). Kecemburuan itu sudah akut sepertinya, sehingga sang rekan kerja berusaha dengan berbagai macam cara untuk menjatuhkan dan mengalahkan temanku itu. Bahkan sang rekan kerja tak segan-segan menghasut rekan kerja yang lainnya untuk menyudutkan temanku ini.
Sebenarnya sang rekan kerja itu juga pintar dan cantik, tapi rupanya dia tak ingin ada yang menyainginya. Dia cemburu dengan temanku ini. Kecemburuan dan rasa iri hatinya memuncak ketika temanku mulai mendapatkan pomosi jabatan. Akibatnya, suasana kerja menjadi sangat tidak kondusif dan tidak nyaman. Apalagi setelah sekian banyak orang ikut-ikut meneropong dan mengkritik segala tingkah laku temanku itu.
Terus menerus bekerja di bawah tekanan membuat temanku tak nyaman dalam bekerja. Dia mulai merasa sangat terganggu dengan aneka 'aksi' sang rekan kerja yang ingin menjatuhkannya. Segala hal yang dilakukannya dianggap tidak benar. Temanku menjadi serba salah dalam bersikap. Di satu sisi dia ingin tak peduli dengan apapun yang dilakukan dan dikatakan sang rekan kerja untuk menjatuhkannya. Namun di sisi lain, dia merasa lelah dan tertekan sehingga ingin menyerah. Sudah berulang kali temanku mengeluh dan meyatakan keinginannya mundur dari jabatannya dan juga dari pekerjaannya.
Begitulah hidup, seringkali terasa 'serba salah' apalagi jika kita harus peduli dengan pendapat dan kata orang lain. Setiap manusia berbeda cara pandang dan sikapnya dalam menghadapi sesuatu, dan hal itu akan memunculkan pendapat yang berbeda pula dalam menyikapi suatu peristiwa. Jika semua kata dan pendapat orang lain dituruti, kita akan kelelahan sendiri... karena pendapat dan kata dari orang lain selalu berbeda-beda.. tak ada habisnya. Sementara jika kita tak mengikuti apa pendapat dan kata dari orang lain, kita dianggap sebagai manusia 'aneh' sekaligus makhluk anti sosial.
Aku jadi teringat dengan sebuah kisah klasik yang menceritakan tentang seorang bapak dan anaknya yang membawa keledai ke kota. Aku yakin banyak yang ingat dengan kisah populer ini. Namun bagi yang lupa, aku catatkan kembali kisah itu untuk mengingatkan kita semua.
Temanku itu memang sering mengeluh tentang kecantikan, kepandaian dan keramahannya karena ketiga hal itulah yang kini menjadi pemicu kecemburuan rekan kerjanya (yang kebetulan dokter juga). Kecemburuan itu sudah akut sepertinya, sehingga sang rekan kerja berusaha dengan berbagai macam cara untuk menjatuhkan dan mengalahkan temanku itu. Bahkan sang rekan kerja tak segan-segan menghasut rekan kerja yang lainnya untuk menyudutkan temanku ini.
Sebenarnya sang rekan kerja itu juga pintar dan cantik, tapi rupanya dia tak ingin ada yang menyainginya. Dia cemburu dengan temanku ini. Kecemburuan dan rasa iri hatinya memuncak ketika temanku mulai mendapatkan pomosi jabatan. Akibatnya, suasana kerja menjadi sangat tidak kondusif dan tidak nyaman. Apalagi setelah sekian banyak orang ikut-ikut meneropong dan mengkritik segala tingkah laku temanku itu.
Terus menerus bekerja di bawah tekanan membuat temanku tak nyaman dalam bekerja. Dia mulai merasa sangat terganggu dengan aneka 'aksi' sang rekan kerja yang ingin menjatuhkannya. Segala hal yang dilakukannya dianggap tidak benar. Temanku menjadi serba salah dalam bersikap. Di satu sisi dia ingin tak peduli dengan apapun yang dilakukan dan dikatakan sang rekan kerja untuk menjatuhkannya. Namun di sisi lain, dia merasa lelah dan tertekan sehingga ingin menyerah. Sudah berulang kali temanku mengeluh dan meyatakan keinginannya mundur dari jabatannya dan juga dari pekerjaannya.
Begitulah hidup, seringkali terasa 'serba salah' apalagi jika kita harus peduli dengan pendapat dan kata orang lain. Setiap manusia berbeda cara pandang dan sikapnya dalam menghadapi sesuatu, dan hal itu akan memunculkan pendapat yang berbeda pula dalam menyikapi suatu peristiwa. Jika semua kata dan pendapat orang lain dituruti, kita akan kelelahan sendiri... karena pendapat dan kata dari orang lain selalu berbeda-beda.. tak ada habisnya. Sementara jika kita tak mengikuti apa pendapat dan kata dari orang lain, kita dianggap sebagai manusia 'aneh' sekaligus makhluk anti sosial.
Aku jadi teringat dengan sebuah kisah klasik yang menceritakan tentang seorang bapak dan anaknya yang membawa keledai ke kota. Aku yakin banyak yang ingat dengan kisah populer ini. Namun bagi yang lupa, aku catatkan kembali kisah itu untuk mengingatkan kita semua.
Ada seorang bapak yang sedang berjalan bersama anak lelakinya sambil menuntun seekor keledai. Ketika mereka melewati sekelompok orang terdengar oleh mereka ada yang berkata “Sungguh bodoh bapak itu mempunyai keledai tapi tidak di tunggangi.”
Mendengar komentar itu, sang bapak lantas menyuruh anaknya untuk menaiki keledai tersebut, sedangkan sang bapak berjalan di sampingnya. Dalam perjalanan mereka bertemu dengan seorang laki-laki yang berkata, "Wah ! Anak celaka ! Kau enak-enak duduk dia atas keledai sementara bapakmu berjalan kaki."
Kembali mereka terganggu dengan komentar itu. Akhirnya si bapak dan si anak bertukar tempat. Si anak berjalan kaki sementara si bapak menunggangi keledai. Belum lama berjalan, mereka bertemu dengan orang lain yang berkata, "Bapak macam mana kamu ini ? Enak-enak duduk di atas keledai sementara anakmu kau suruh berjalan kaki."
Si bapak kemudian menaikkan anaknya ke atas punggung keledai. Jadilah mereka menunggangi keledai itu berdua. Beres ? Ternyata tidak. Komentar tajam pun datang lagi dari orang lain yang melihatnya, "Dasar manusia tidak tahu diri ! Keledai sekecil itu kalian naiki berdua ?"
Dengan bingung si bapak dan si anak kemudian turun dari keledai dan memutuskan untuk memikul keledai itu sampai ke kota. Kali ini pun ada orang yang mengetawai mereka dan berkata, “ha…ha…ha... Keledai masih hidup dan sehat kok di pikul ? Seperti kurang kerjaan."
Foto oleh Aida yang diculik dari sini
Mendengarkan pendapat orang lain memang bagus, tapi tak semuanya harus ditelan dan diterima begitu saja. Bagiku lebih nyaman menjadi diri sendiri dan selama apa yang kita lakukan tidak bertentangan dengan norma-norma agama dan norma-norma masyarakat, kita rasanya perlu meneguhkan hati untuk menjalani hidup dengan cara kita sendiri. Bagaimanapun juga kita yang akan menerima segala efek dari perbuatan kita sendiri. Orang lain hanya bisa menilai namun kita sendirilah yang dapat merasakan mana yang pas di hati dan mana yang tidak.
Kembali mereka terganggu dengan komentar itu. Akhirnya si bapak dan si anak bertukar tempat. Si anak berjalan kaki sementara si bapak menunggangi keledai. Belum lama berjalan, mereka bertemu dengan orang lain yang berkata, "Bapak macam mana kamu ini ? Enak-enak duduk di atas keledai sementara anakmu kau suruh berjalan kaki."
Si bapak kemudian menaikkan anaknya ke atas punggung keledai. Jadilah mereka menunggangi keledai itu berdua. Beres ? Ternyata tidak. Komentar tajam pun datang lagi dari orang lain yang melihatnya, "Dasar manusia tidak tahu diri ! Keledai sekecil itu kalian naiki berdua ?"
Dengan bingung si bapak dan si anak kemudian turun dari keledai dan memutuskan untuk memikul keledai itu sampai ke kota. Kali ini pun ada orang yang mengetawai mereka dan berkata, “ha…ha…ha... Keledai masih hidup dan sehat kok di pikul ? Seperti kurang kerjaan."
Foto oleh Aida yang diculik dari sini
Mendengarkan pendapat orang lain memang bagus, tapi tak semuanya harus ditelan dan diterima begitu saja. Bagiku lebih nyaman menjadi diri sendiri dan selama apa yang kita lakukan tidak bertentangan dengan norma-norma agama dan norma-norma masyarakat, kita rasanya perlu meneguhkan hati untuk menjalani hidup dengan cara kita sendiri. Bagaimanapun juga kita yang akan menerima segala efek dari perbuatan kita sendiri. Orang lain hanya bisa menilai namun kita sendirilah yang dapat merasakan mana yang pas di hati dan mana yang tidak.
hehehehe, tuh bapak ama anak kurang kerjaan, perkataan orang lain yg ngga bener malah didengerin... hehehehehe, jadi serba salah deh...
BalasHapusposisi yang sulit..
BalasHapusmeskipun jadilah pendegar yang baik, ..tapi sulit untuk temen mb, di tambah lagi suasana kerja yang sudah tidak nyaman.
Betul sekali Mbak, mendengar pendapat orang itu memang perlu, tapi tidak semua yg kita dengar itu baik dan pantas untuk kita terapkan.
BalasHapusMaaf baru visit, inet saya bermasalah, ini aja bw colongan dari kantor.
ga nyaman juga kerja dalam kondisi yang nggak kondusif..
BalasHapusSetuju. Selamat pagi mbak Reni.
BalasHapushiks..T_T
BalasHapusmbaaaak..saya sering di gituin..T_T
yang ada sy cuma bisa nangis sendirian dikamar..
hiks..kadang sy mikir..apa salah saya ya..?
jadinya sy cuma bisa diem...dieeeem aja..T_T
Wah..susah juga ya kalo udah gitu..
BalasHapusJadi bingung harus berbuat apa..
Setiao orang boleh beroendapat lain2 mbak..
BalasHapustapi kitalah yang menentukan hidup kita sendiri
Kolegaku itu PNS ya? Soalnya PNS tuh susah banget keluar dari tempat kerja yang nggak aman.. :-D
BalasHapusParagraf terakhir begitu menguatkan bu, posisi yg hampir sama dl sewaktu msh kerja di RS, mmg tantangannya berani kerja dibawah tekanan, mulai dr DON, CNM, Duty manager hingga HOD...yg didapat fikiran gelisah terus, kerja ga nyaman, bdn akhirnya sakit mulu..alhmdlh..skr ga lagi, tp itulah kehidupan yg beroda..
BalasHapus@adi > ya gitulah kalau selalu menuruti apa kata orang
BalasHapus@adhini > emang sulit posisinya, mbak.
@Kang sugeng > yups.. sepakat.
@m.Nietha > betul sekali, mbak.
@m.Elly > makasih mbak..
@asiyah > sabar aja, serahkan semua kembali padaNYA.
@malyk > itulah yg membuat temanku stress
@itik > itulah yg terbaik yg bisa kita lakukan
@vicky > emang PNS gak mudah keluar dari tempat kerja, mbak.
@lilah > Alhamdulillah, sekarang tinggal memetik hasilnya ya ?
Kalo aku mbak jadi ingat kisahnya Bu Sri Mulyani Indrawati yg pintar, jenius malah, kalem, berintegritas tinggi. Di negri sendiri dicaci maki, yasud...tawaran internasional kl mmg membutuhkan semua kelebihannya akhirnya diterima. Pasti gak nyaman dan butuh kesabaran besar bekerja sambil disirikin org ya, persis spt teman mbak Reni itu.
BalasHapusWach kasihan juga nglihat tmn mbak diperlakukan seperti itu dan saya jadi berpikir orang yg menyudutkannya pasti kalah cantik dan kalah pintar sehingga dia syirik ama rekan kerjanya sendiri hehehe,dlm dunia kerja emang banyak sekali persaingan mbak tapi semoga sukses aja dech mbak...:D
BalasHapusiya...kita memang tidak harus mendengarkan kata semua orang..
BalasHapusdan kita pun tidak bisa menyenangkan hati semua orang..
terimakasih artikelnya bu..
ijin follow bu..
BalasHapusdg kata lain harus cuek ya, mbak? mesti belajar cuek nih. terutama sama orang2 yg suka menuduh kita seenaknya ya? hehhee..tks renungannya, mbak
BalasHapusklo kita yakin apa yang kita lakuin itu bener.. ya lakuin aja...
BalasHapuskita harus benar2 bisa menyaring pendapat orang.. mana yang baik dan mana yang tidak baik..
setuju mbak...mungkin kita perlu mendengarkan pendapat orang...tapi memang harus disaring juga mana yang betul2 berguna untuk kita...^_^
BalasHapusjalani hidup dengan cara kita sendiri,....
BalasHapusBagaimanapun juga kita yang akan menerima segala efek dari perbuatan kita sendiri.
Setuju banget mbak..
kita g bisa jadi orang lain, karena kita dalah kita bukan orang lain
BalasHapusyups mbak setuju, yang penting tak melanggar norma2, enjoy aja... hehhe
BalasHapussemoga temennya setelah mbaca ini jadi nggak serba salah lagi.. he
BalasHapusnah seperti ini ni yg bikin kinerja bangsa tersendat... kecantikan itu investasi jangka pendek...kenapa di bangga2kan....
BalasHapusbetul Mba, begitulah hidup. ga semuanya suka dengan kita, pasti ada ajah yang ga suka. Tapi apapun yang terjadi, menurut saya kita harus tetap maju terus pantang mundur. Lakukan segalanya dengan benar dan sesuai koridor. Biarlah orang2 yang gasuka tetap berkicau, dan anggap ajah itu sebagai suatu pemicu. Bukankah sirik tanda tak mampu? :-)
BalasHapusahaiii untung sayah biasa2 ajah... alhamdulillah :)
BalasHapussetuju sama paragraf terakhit...
BalasHapuseh, saya pernah baca cerita ttg si bapak, anak, dan keledai itu waktu SD...jd mengenang masa lampau...
betul mbak, nurutin semua kata orang, bisa" hidup kita berantakan...
BalasHapusprihatin ma kisah temennya mb ren, dlm lingkungan kerja sering banget terjadi hal yg seperti itu, bikin nyesek ati,
BalasHapussemoga temenya mb ren tetet tabah ya...
btw, tertawa saya bc komenya mb ren di postingan saya yg kemarin :))
ternyata dimana2 seperti itu, bahkan dokter yang dikenal berintelektual tinggi pun melakukan keculasan terhadap rekan kerja..
BalasHapusSalam Kenal ya Mbak
jika kita sudah bisa selalu bersyukur, pasti gag jadi serba salah lagi..;)
BalasHapusudah muncul blum komen saya ya?
BalasHapusoh udah..:)
BalasHapusartikel yang mujarab mbak...
BalasHapusbener "rasa kehidupan saat jadi diri sendiri" (brownies)