Tak jauh dari lingkungan rumah orang tuaku ada sebuah bangunan yang memiliki nilai sejarah tinggi, yaitu Masjid Kuno Taman. Di komplek masjid ini terdapat makam para mantan bupati Madiun, mulai dari Kanjeng Pangeran Ronggo Prawirodirjo I dan penasihatnya Kiai Ageng Misbach, hingga sejumlah Bupati Madiun penerusnya.
Masjid Kuno Taman yang terletak di Jalan Asahan, Kelurahan/Kecamatan Taman, Kota Madiun itu terasa adem dan menyejukkan. Masjid yang bangunan utamanya terbuat dari kayu jati itu dahulu dikenal sebagai Masjid Donopuro, karena disesuaikan dengan nama pendirinya, yaitu Kyai Ageng Ngabehi Donopuro atau lebih dikenal dengan nama Kyai Ageng Misbach. Dia adalah putra dari Mangkudipuro.
Masjid yang didirikan sekitar tahun 1756 itu berdiri di atas tanah perdikan kerajaan Mataram. Tanah perdikan itu diberikan kepada Kanjeng Pangeran Ronggo Prawirodirjo I yang menjabat sebagai Bupati Wedono Timur. Mangkudipuro sendiri adalah menantu sekaligus penasehat Kanjeng Pangeran Ronggo Prawirodirjo I. Selanjutnya tanah perdikan di Desa Taman itu lewat otonomi khusus akhirnya pengelolaannya diserahkan kepada Kyai Ageng Donopuro, putra Mangkudipuro.
Pada tahun 1981, masjid Donopuro itu masuk dalam daftar peninggalan cagar budaya dan namanya pun diganti menjadi Masjid Kuno Taman Madiun. Arsitektur Masjid Kuno Taman memang mirip dengan Masjid Agung Demak. Saat ini, bentuk bangunan masjid masih seperti aslinya, beratap joglo, kubahnya ada 3, memiliki 3 pintu dan ditopang 4 buah tiang yang tidak berukir. Atapnya dari sumping (kayu), bukan dari genteng.
Sebenarnya Masjid Kuno Taman telah beberapa kali direnovasi. Sekitar tahun 1950, perbaikan dilakukan ketika atap kayunya mulai rusak. Oleh ahli warisnya kala itu, atapnya diganti dengan genteng. Sekitar tahun 1990, salah seorang ahli waris mengusulkan ke pemerintah pusat agar membantu renovasi masjid kuno tersebut. Ternyata usulan itu disetujui dan atap yang sempat diganti dengan genteng diubah lagi menjadi kayu. Bangunan masjid dikembalikan keasliannya dan penambahan hanya pada fiberglass yang dipasang di sekitar masjid.
Masjid Kuno Taman juga memiliki beberapa tradisi. Seperti perayaan 1 Muharam yang diwarnai dengan pembacaan Al Qur'an serta sajian makanan jenang sengkolo, nasi liwet, sayur bening dan lauk pauk tradisional seperti tahu dan tempe. Sayur bening yang disajikan pada malam 1 Muharam itu memiliki arti kebeningan jiwa. Sementara nasi liwet identik dengan kekentalan, sehingga kebeningan jiwa semakin kental di hati manusia. Jenang sengkolo memiliki arti adanya harapan agar dijauhkan dari musibah, sedangkan tahu tempe mewakili makanan khas yang digemari rakyat kebanyakan.
Selain menyajikan aneka makanan bagi jamaah dan warga sekitar, masjid juga menggelar seni Gembrung berupa senandung shalawat yang diiringi alat musik jidor dan lesung. Seni Gembrung memang sempat musnah tapi mulai sekarang sudah bangkit lagi.
Itulah sekelumit cerita tentang Masjid Kuno Taman, yang sempat mewarnai perjalanan hidupku saat aku masih kecil dulu. Setelah aku menikah dan mempunyai Shasa, rupanya Shasa selalu ingin menjalankan sholat taraweh di Masjid Kuno Taman bersama dengan eyangnya (orang tuaku). Jarak Masjid Kuno Taman itu dari rumahku kurang lebih 5 KM, sementara dari rumah eyangnya hanya membutuhkan waktu tempuh 10 menit dengan berjalan kaki. Namun kini setelah di dekat rumah eyangnya dibangun mushola, maka kami tak pernah lagi menjalankan sholat Taraweh disana. Tapi... aku masih merindukan suasana adem dari masjid itu...
*Dari berbagai sumber*
Masjid Kuno Taman yang terletak di Jalan Asahan, Kelurahan/Kecamatan Taman, Kota Madiun itu terasa adem dan menyejukkan. Masjid yang bangunan utamanya terbuat dari kayu jati itu dahulu dikenal sebagai Masjid Donopuro, karena disesuaikan dengan nama pendirinya, yaitu Kyai Ageng Ngabehi Donopuro atau lebih dikenal dengan nama Kyai Ageng Misbach. Dia adalah putra dari Mangkudipuro.
Masjid yang didirikan sekitar tahun 1756 itu berdiri di atas tanah perdikan kerajaan Mataram. Tanah perdikan itu diberikan kepada Kanjeng Pangeran Ronggo Prawirodirjo I yang menjabat sebagai Bupati Wedono Timur. Mangkudipuro sendiri adalah menantu sekaligus penasehat Kanjeng Pangeran Ronggo Prawirodirjo I. Selanjutnya tanah perdikan di Desa Taman itu lewat otonomi khusus akhirnya pengelolaannya diserahkan kepada Kyai Ageng Donopuro, putra Mangkudipuro.
tugu yang menyatakan masjid-makam Taman sebagai Cagar Budaya terletak di selatan masjid
Masjid Kuno Taman Madiun, dilihat dari tenggara
Bagian dalam masjid
Pada tahun 1981, masjid Donopuro itu masuk dalam daftar peninggalan cagar budaya dan namanya pun diganti menjadi Masjid Kuno Taman Madiun. Arsitektur Masjid Kuno Taman memang mirip dengan Masjid Agung Demak. Saat ini, bentuk bangunan masjid masih seperti aslinya, beratap joglo, kubahnya ada 3, memiliki 3 pintu dan ditopang 4 buah tiang yang tidak berukir. Atapnya dari sumping (kayu), bukan dari genteng.
Sebenarnya Masjid Kuno Taman telah beberapa kali direnovasi. Sekitar tahun 1950, perbaikan dilakukan ketika atap kayunya mulai rusak. Oleh ahli warisnya kala itu, atapnya diganti dengan genteng. Sekitar tahun 1990, salah seorang ahli waris mengusulkan ke pemerintah pusat agar membantu renovasi masjid kuno tersebut. Ternyata usulan itu disetujui dan atap yang sempat diganti dengan genteng diubah lagi menjadi kayu. Bangunan masjid dikembalikan keasliannya dan penambahan hanya pada fiberglass yang dipasang di sekitar masjid.
Masjid Kuno Taman juga memiliki beberapa tradisi. Seperti perayaan 1 Muharam yang diwarnai dengan pembacaan Al Qur'an serta sajian makanan jenang sengkolo, nasi liwet, sayur bening dan lauk pauk tradisional seperti tahu dan tempe. Sayur bening yang disajikan pada malam 1 Muharam itu memiliki arti kebeningan jiwa. Sementara nasi liwet identik dengan kekentalan, sehingga kebeningan jiwa semakin kental di hati manusia. Jenang sengkolo memiliki arti adanya harapan agar dijauhkan dari musibah, sedangkan tahu tempe mewakili makanan khas yang digemari rakyat kebanyakan.
Selain menyajikan aneka makanan bagi jamaah dan warga sekitar, masjid juga menggelar seni Gembrung berupa senandung shalawat yang diiringi alat musik jidor dan lesung. Seni Gembrung memang sempat musnah tapi mulai sekarang sudah bangkit lagi.
Itulah sekelumit cerita tentang Masjid Kuno Taman, yang sempat mewarnai perjalanan hidupku saat aku masih kecil dulu. Setelah aku menikah dan mempunyai Shasa, rupanya Shasa selalu ingin menjalankan sholat taraweh di Masjid Kuno Taman bersama dengan eyangnya (orang tuaku). Jarak Masjid Kuno Taman itu dari rumahku kurang lebih 5 KM, sementara dari rumah eyangnya hanya membutuhkan waktu tempuh 10 menit dengan berjalan kaki. Namun kini setelah di dekat rumah eyangnya dibangun mushola, maka kami tak pernah lagi menjalankan sholat Taraweh disana. Tapi... aku masih merindukan suasana adem dari masjid itu...
*Dari berbagai sumber*
bangunan masjid nya klasik yah
BalasHapuskayaknya adem disana
saya pernah sholat maghrib disitu buk,,, bentuk dan auranya mirip dengan masjid tegalsari yg pernah saya posting buk,,,
BalasHapusWah pakai AC alami asik nich
BalasHapusWah,thanks telah berbagi.Jadi bangunan kuno di sana begitu ya sist?baru tahu.kaya' bukan bangunan kuno Jawa ya?
BalasHapusdi lihat dr struktur bangunannya bener sangat klasik abis, maaf baru bisa berkunjung kesini
BalasHapusharus dijaga tuh biar gag cepet rusak..:)
BalasHapusTempat wudhunya bersih nggak, Mbak?
BalasHapusDesain Klasiknya membuat mesjid ini indah..
BalasHapusDesain klasiknya membuat mesjid ini menjadi indah..
BalasHapussesekali main lagi mbak hehehe
BalasHapusmeski jauh tapi kalo tempatnya enak pasti ga akan rugi
semoga masjid ini dapat tetap dilestarikan dan menjadi inspirasi bagi para pemeluknya
BalasHapusalhamdulillah setelah diusahakan, SMP dapat masuk halaman pertama sebelumnya ajrut-ajrutan ntah dihalaman antah berantah.
BalasHapussekarang mau naikin postingan temen yg lain,
bergilir
SYa sebuah masjid tak sekedar jadi tempat beribadah/ Ia juga menjadi tempat yang memiliki nilai sejarah. Aset Kota Madiun tuh mbak.
BalasHapuswajib di lestarikan dan hrs dijaga mbak..... dan sepertinya nyaman yah tempatnya?
BalasHapusWaaaaow... Thanks Mbak Info Masjidnya, jadi pengin berkunjung kesana...
BalasHapusMantab dah... hmmmm
BalasHapusaku paling suka liat bangunan kuno mbak :) kapan2 pingin sholat disana hehehe
BalasHapussubhanallah
BalasHapusitu mesjid kuat juga yah ..
umurnya udah ratusan taun gituh . .
aku paling suka liat bangunan kuno mbak, kpn2 pingin sholat ndek sana :)
BalasHapusDuh, suka sekali melihat mesjidnya mbak :)
BalasHapusselamat malam mba,...
BalasHapussebuah harta budaya bangsa kita ya mba,harus dilestarikan dan dijaga .
msejidnya sangat klasik ya....
sudah berusia ribuan tahun namun tetap kokoh berdiri. semoga dinas terkait dan masyarakat sekitar dapat menjaga niLai2 sejarah teresbut.
BalasHapusinformasi yang menarik mbak... trims ya...
BalasHapusbangunan sejarah memang perlu di lestarikan, untuk kita mengenang akan jasa2 pendirinya.
BalasHapussemoga banyak yang memakmurkan Masjidnya yaa Mbak.
sukses selalu n tetap semangat
Mbak, itu foto2nya dokumen pribadi? bagus2 Mbak...
BalasHapusberdiri tahun 1756? Indonesia belum merdeka tuh.. xixixixi
BalasHapusdulu di sebelah selatan masjid ini ada tk, di sebelahnya lagi kantor kelurahan taman. tk itu adalah tk siwi peni taman 1, di situ masa kecilku bersekolah, bersama bu titik dan pak sugeng (guru tk). berangkat tiap hari jalan kaki bersama teman2 melewati kuburan taman yg sangat luas.rumahku di jalan sarean.saat istirahat halamannya kami pakai (anak2 tk) utk bermain bola. tak jarang kami berebutan mengisi air kolah untuk wudhu dg timba,senang bisa bermain air. tempat wudhunya di sebelah timur, pinggir jalan asahan.di masjid itu pula aku sering sholat jumat dan kadang2 tarawih dan tadarus. di masjid inilah untuk pertama kalinya kujalani sholat jumat saat usia kira2 6th.dulu kalau datang kesiangan sholat jumat tempatnya di halaman, siap2 telapak kaki tersengat panas matahari. sekarang masjid terasa sejuk, adem.kini aku tinggal di ngawi, sudah lama tidak mampir ke sana.btw, mbak minta izin ngopy sebagian isi dari artikel di atas ya.
BalasHapus