Akhirnya aku sampai juga pada Catatan keempat dari Emha Ainun Nadjib. Sebenarnya sih masih banyak catatan-catatan lain dari Emha yang tak kalah bagusmya, tapi karena menurutku sedikit lebih sulit untuk dimengerti dan dipahami maka aku hanya memilih untuk menyalin tentang Pembunuh dan Penyembelih, Syair Penjual Kacang, Hal Pendekar dan Syair Tukang Bakso ini saja.
SYAIR TUKANG BAKSO
Sebuah pengajian yang amat khusyuk di sebuah masjid kaum terpelajar, malam itu, mendadak terganggu oleh suara dari seorang tukang bakso yang membunyikan piring dengan sendoknya.
Pak Ustad sedang menerangkan makna khauf, tapi bunyi ting-ting-ting-ting yang berulang-ulang itu sungguh mengganggu konsentrasi anak-anak muda calon ulil albab yang pikirannya sedang bekerja keras.
"Apakah ia berpikir bahwa kita berkumpul di masjid ini untuk berpesta bakso!" gerutu seseorang.
"Bukan sekali dua kali ini dia mengacau!" tambah lainnya, dan disambung - "Ya, ya, betul!"
"Jangan marah, ikhwan," seseorang berusaha meredakan kegelisahan, "ia sekedar mencari makan..."
"Ia tak punya imajinasi terhadap apa yang kita lakukan!" potong seseorang yang lain lagi.''"Jangan-jangan sengaja ia berbuat begitu! Jangan-jangan ia minan-nashara!" sebuah suara keras.
Tapi sebelum takmir masjid bergindak sesuatu, terdengar suara pak Ustad juga mengeras, "Kauf, rasa takut, ada beribu-ribu maknanya. Manusia belum akan mencapai khauf ilallah selama ia masih takut kepada hal-hal kecil dalam hidupnya. Allah itu Mahabesar, maka barangsiapa takut hanya kepada-Nya, yang lain-lain menjadi kecil adanya."
"Tak usah menghitung dulu ketakutan terhadap kekuatan sebuah rezim atau peluru militerisme politik. Cobalah berhitung dulu dengan tukang bakso. Beranikah ANda semua, kaum terpelajar yang tinggi derajatnya di mata masyarakat, beranikah Anda menjadi tukang bakso? ANda tidak takut menjadi sarjana, memperoleh pekerjaan dengan gaji besar, memasuki rumah tangga dengan rumah dan mobil yang bergengsi: tapi tidak takutkah Anda untuk menjadi tukang bakso? Yakni kalau pada suatu saat kelak pada Anda tak ada jalan lain dalam hidup ini kecuali menjadi tukang bakso? Cobalah wawandarai hati Anda sekarang ini, takutkah atau tidak?"
"Ingatlah bahwa tak seorang tukang bakso pun pernah takut menjadi tukang bakso. Apakah Anda merasa lebih pemberani dibanding tukang bakso? Karena pasti para tukang bakso memiliki keberanian juga untuk menjadi sarjana dan orang besar seperti Anda semua."
Suasana menjadi senyap. Suara ting-ting-ting-ting dari jalan di sisi halaman masjid menusuk-nusuk hati para peserta pengajian.
"Kita memerlukan baca istigfar lebih dari seribu kali dalam sehari," pak Ustad melanjutkan, "karena kita masih tergolong orang-orang yang ditawan oleh rasa takut terhadap apa yang kita anggap derajat rendah, takut tak memperoleh pekerjaan di sebuah kantor, takut miskin, takut tak punya jabatan, takut tak bisa menghibur istri dan mertua, dan kelak takut dipecat, takut tak naik pangkat... Masya Allah, sungguh kita masih termasuk golongan orang-orang yang belum sanggup menomorsatukan Allah!"
Pak Ustad sedang menerangkan makna khauf, tapi bunyi ting-ting-ting-ting yang berulang-ulang itu sungguh mengganggu konsentrasi anak-anak muda calon ulil albab yang pikirannya sedang bekerja keras.
"Apakah ia berpikir bahwa kita berkumpul di masjid ini untuk berpesta bakso!" gerutu seseorang.
"Bukan sekali dua kali ini dia mengacau!" tambah lainnya, dan disambung - "Ya, ya, betul!"
"Jangan marah, ikhwan," seseorang berusaha meredakan kegelisahan, "ia sekedar mencari makan..."
"Ia tak punya imajinasi terhadap apa yang kita lakukan!" potong seseorang yang lain lagi.''"Jangan-jangan sengaja ia berbuat begitu! Jangan-jangan ia minan-nashara!" sebuah suara keras.
Tapi sebelum takmir masjid bergindak sesuatu, terdengar suara pak Ustad juga mengeras, "Kauf, rasa takut, ada beribu-ribu maknanya. Manusia belum akan mencapai khauf ilallah selama ia masih takut kepada hal-hal kecil dalam hidupnya. Allah itu Mahabesar, maka barangsiapa takut hanya kepada-Nya, yang lain-lain menjadi kecil adanya."
"Tak usah menghitung dulu ketakutan terhadap kekuatan sebuah rezim atau peluru militerisme politik. Cobalah berhitung dulu dengan tukang bakso. Beranikah ANda semua, kaum terpelajar yang tinggi derajatnya di mata masyarakat, beranikah Anda menjadi tukang bakso? ANda tidak takut menjadi sarjana, memperoleh pekerjaan dengan gaji besar, memasuki rumah tangga dengan rumah dan mobil yang bergengsi: tapi tidak takutkah Anda untuk menjadi tukang bakso? Yakni kalau pada suatu saat kelak pada Anda tak ada jalan lain dalam hidup ini kecuali menjadi tukang bakso? Cobalah wawandarai hati Anda sekarang ini, takutkah atau tidak?"
"Ingatlah bahwa tak seorang tukang bakso pun pernah takut menjadi tukang bakso. Apakah Anda merasa lebih pemberani dibanding tukang bakso? Karena pasti para tukang bakso memiliki keberanian juga untuk menjadi sarjana dan orang besar seperti Anda semua."
Suasana menjadi senyap. Suara ting-ting-ting-ting dari jalan di sisi halaman masjid menusuk-nusuk hati para peserta pengajian.
"Kita memerlukan baca istigfar lebih dari seribu kali dalam sehari," pak Ustad melanjutkan, "karena kita masih tergolong orang-orang yang ditawan oleh rasa takut terhadap apa yang kita anggap derajat rendah, takut tak memperoleh pekerjaan di sebuah kantor, takut miskin, takut tak punya jabatan, takut tak bisa menghibur istri dan mertua, dan kelak takut dipecat, takut tak naik pangkat... Masya Allah, sungguh kita masih termasuk golongan orang-orang yang belum sanggup menomorsatukan Allah!"
Semoga ada faedah dan manfaatnya. Terima kasih.
1987, Emha Ainun Nadjib
dalam buku Seribu Masjid Satu Jumlahnya : Tahajjud Cinta Seorang Hamba(hal. 64)
dalam buku Seribu Masjid Satu Jumlahnya : Tahajjud Cinta Seorang Hamba(hal. 64)
sangat berfaedah Mbak. pilihan yang menarik.
BalasHapussaya hampir menangis membaca perkataan pak Ustad. sesuatu yang saya yakini sejak dulu adalah bahwa tidak seorang pun yang gagal memang berharap untuk gagal. dia pun berharap untuk sukses, meski belum diarahkan kesana.
BalasHapusAlhamdulillah akhirnya bisa masuk...
BalasHapuskemarin sebelum ganti template dengan Modem CDMA yang saya pake sangat susah nembusnya Mbak.
"Ingatlah bahwa tak seorang tukang bakso pun pernah takut menjadi tukang bakso. Apakah Anda merasa lebih pemberani dibanding tukang bakso? Karena pasti para tukang bakso memiliki keberanian juga untuk menjadi sarjana dan orang besar seperti Anda semua."
BalasHapuswah aku suka sama kata-katanya mbak
menjadi orang yang besar semua pasti mengimpikannya
tapi keberanian untuk menjadai tukang bakso yang kadang menjadi pertanyaan....
nice share
Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensialitas rakyat.
BalasHapusBeliau adalah salah satu tokoh idola saya
Baru menyadari kalau selama ini lebih takut pada hal2 yang kecil, padahal seharusnya lebih takut kepadaNYA. Makasih atas pencerahannya...
BalasHapusMasha Allah, dalam sekali catatan Emha Ainun Najib ini. Saya juga fans-nya lo mb.Reny semua karya2nya sngt hebat, bahkan lagu2 ciptaannya jg sm puitis dan dalam maknanya.
BalasHapusTrmkash atas sharingnya ya mbak, kangen mb.Reny juga :)
ijin save as, buat dibaca nanti ya...
BalasHapusIya, nggak mudah melakukan hal2 yang tampaknya kita anggap sepele. Padahal belum tentu kita dapat melaksanakan hal yang sepele tersebut. Kita cenderung memelihara ego kita karena takut akan jatuh gengsi atau harga diri
BalasHapusLumayan mba saya jd tau, menambah ilmu kesastraan saya.
BalasHapusmksh ya...
mantaap deh.
BalasHapusbagus nih sob :D
BalasHapuskarya yang bagus... jadi menambah kesadaran pada diri sendiri.
BalasHapusaissh dalem mbak.. emang apapun pilihan hidup, mau jadi apa dan bagaimana selalu butuh keberanian untuk : Memilih.
BalasHapusdan tentu saja balik lagi, nggak boleh lepas dari yang namanya kekuasaan Sang Maha Penguasa
sangat berfaedah mba....
BalasHapusmengingatkan kita pada suatu yang tak terpikirkan terkadang.
slilit sang kiyai kapan neh?
saya takut tak akan bisa lagi membaca renungan renungan indah disini bu..
BalasHapusartikelnya sangat mengingatkan sekali, Mba..
BalasHapusterimakasih banyak..
Kusuka karya Emha, selalu mengingatkan kita akan posisi kita kepadaNYA!
BalasHapuswah, pelajaran yang penuh makna. senang sekali bisa mendapat pencerahan dari sini :)
BalasHapuskisah kehidupan sehari-hari terkadang menyirapkan pelajaran atau makna yang begitu dalam
BalasHapuskeren.. cerita penuh makna ketakutan akan nasib dan ke angkuhan akan hidup, patut untuk direnungkan
BalasHapusBerkat empat catatan Emha yang diposting di sini, akhirnya, saya jatuh cinta.
BalasHapus"Ingatlah bahwa tak seorang tukang bakso pun pernah takut menjadi tukang bakso. Apakah Anda merasa lebih pemberani dibanding tukang bakso? Karena pasti para tukang bakso memiliki keberanian juga untuk menjadi sarjana dan orang besar seperti Anda semua."
BalasHapussaya mengomentari paragraf ini dengan kalimat saya diatas
"saya takut tak akan bisa lagi membaca renungan renungan indah disini bu.."
Inti nya disini adalah pepatah atau filosofi yg berbunyi:" alah biso karno biaso". Tukang bakso bisa begitu dan gak takut ya karna udah biasa begitu. Dia sdh biasa dgn kondisi itu. Bisa jadi tingkat rasa bahagia lebih tinggi dari orang kaya yg serba mewah.
BalasHapus